Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 28 Desember 2015

Al-Bushiri dan Kasidah Burdah (1213 - 1296 M) Laporan: Imam Saiful Mu'minin AR [Khazanah] Oleh Imam Saiful Mu'minin AR*
Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam. Isinya, sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad SAW, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan, hingga kini masih sering dibacakan di sebagian pesantren salaf dan pada peringatan Maulid Nabi. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman dan Italia. Pengarang Kasidah Burdah ialah Al-Bushiri (610-6957 1213-1296 M). Nama lengkapnya, Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Dia keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir, Dia seorang murid Sufi besar, Imam as-Syadzili dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas al-Mursi - anggota Tarekat Syadziliyah. Di bidang ilmu fiqih, Al Bushiri menganut mazhab Syafi'i, yang merupakan mazhab fiqih mayoritas di Mesir. Di masa kecilnya, ia dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al Quran di samping berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian ia belajar kepada ulama-ulama di zamannya. Untuk memperdalam ilmu agama dan kesusateraan Arab ia pindah ke Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang ulung. Kemahirannya di bidang sastra syair ini melebihi para penyair pada zamannya. Karya-karya kaligrafinya juga terkenal indah. Sebagian ahli sejarah menyatakan, bahwa ia mulanya bekerja sebagai penyalin naskah-naskah. Louis Ma'luf juga menyatakan demikian di dalam Kamus Munjibnya. Sajak-sajak pujian untuk Nabi dalam kesusasteraan Arab dimasukkan ke dalam genre al-mada'ih an-nabawiyah, sedangkan dalam kesusasteraan-kesusasteraan Persia dan Urdu dikenal sebagai kesusasteraan na'tiyah (kata jamak dari na't, yang berarti pujian). Sastrawan Mesir terkenal, Zaki Mubarok, telah menulis buku dengan uraian yang panjang lebar mengenai al-mada'ih an-nabawiyah. Menurutnya, syair semacam itu dikembangkan oleh para sufi sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan religius yang Islami. Kasidah Burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis dengan gaya bahasa (usiub) yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap Al Quran, Isra' Mi'raj, jihad dan tawasul. Dengan memaparkan kehidupan Nabi secara puitis, AI-Bushiri bukan saja menanamkan kecintaan umat Islam kepada- Nabinya, tetapi juga mengajarkan sastra, sejarah Islam, dan nilai-nilai moral kepada kaum Muslimin. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika kasidah Burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren salaf, dan bahkan diajarkan pada tiap hari Kamis dan Jumat di Universitas AI-Azhar, Kairo. Al-Bushiri hidup pada suatu masa transisi perpindahan kekuasaan dinasti Ayyubiyah ke tangan dinasri Mamalik Bahriyah. Pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat pemerintahan mengejar kedudukan dan kemewahan. Maka munculnya kasidah Burdah itu merupakan reaksi terhadap situasi politik, sosial, dan kultural pada masa itu, agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi yang bertungsi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), mengendalikan hawa nafsu, kembali kepada ajaran agama yang murni, Al Quran dan Hadis. Sejarah Ringkas Kasidah Al-Burdah Al-Burdah menurut etimologi banyak mengandung arti, antara lain : 1. Baju (jubah) kebesaran khalifah yang menjadi salah satu atribut khalifah. Dengan atribut burdah ini, seorang khalifah bias dibedakan dengan pejabat negara lainnya, teman-teman dan rakyatnya. 2. Nama dari kasidah yang dipersembahkan kepada Rasulullah SAW yang digubah oleh Ka'ab bin Zuhair bin Abi Salma. Pada mulanya, burdah (dalam pengertian jubah) ini adalah milik Nabi Muhammad SAW yang diberikan kepada Ka'ab bin Zuhair bin Abi Salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman: Jahiliyah dan Islam). Burdah yang telah menjadi milik keluarga Ka'ab tersebut akhirnya dibeli oleh Khalifah Mu'awiyah bin Abi Sufyan seharga duapuluh ribu dirham, dan kemudian dibeli lagi. oleh Khalifah Abu Ja'far al-Manshur dari dinasti Abbasiyah dengan harga empat puluh ribu dirham. Oleh khalifah, burdah itu hanya dipakai pada setiap shalat fd dan diteruskan secara turun temurun. Riwayat pemberian burdah oleh Rasulullah SAW kepada Ka'ab bin Zuhair bermula dari Ka'ab yang menggubah syair yang senantiasa menjelek-jelekkan Nabi dan para sahabat. Karena merasa terancam jiwanya, ia lari bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat. Ketika terjadi penaklukan Kota Makkah, saudara Ka'ab yang bernama Bujair bin Zuhair mengirm surat kcpadanya, yang isinya antara lain anjuran agar Ka'ab pulang dan menghadap Rasulullah, karena Rasulullah tidak akan membunuh orang yang kembali (bertobat). Setelah memahami isi surat itu, ia berniat pulang kembali ke rumahnya dan bertobat. Kemudian Ka'ab berangkat menuju Madinah. Melalui 'tangan' Abu Bakar Siddiq, di sana ia menyerahkan diri kepada Rasulullah SAW. Ka'ab memperoleh sambutan penghormatan dari Rasulullah. Begitu besarnya rasa hormat yang diberikan kepada Ka'ab, sampai-sampai Rasulullah melepaskan burdahnya dan memberikannya kepada Ka'ab. Ka'ab kemudian menggubah kasidah yang terkenal dengan sebutan Banat Su'ad (Putri-putri Su'ad), terdiri atas 59 bait (puisi). Kasidah ini disebut pula dengan Kasidah Burdah. la ditulis dengan indahnya oleh kaligrafer Hasyim Muhammad al-Baghdadi di dalam kitab kaligrafi-nya, Qawaid al-Khat al-Arabi. Di samping itu, ada sebab-sebab khusus dikarangnya Kasidah Burdah itu, yaitu ketika al-Bushiri menderita sakit lumpuh, sehingga ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, maka dibuatnya syair-syair yang berisi pujian kepada Nabi, dengan maksud memohon syafa'afnya. Di dalam tidurnya, ia bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. di mana Nabi mengusap wajah al-Bushiri, kemudian Nabi melepaskan jubahnya dan mengenakannya ke tubuh al-Bushiri, dan saat ia bangun dari mimpinya, seketika itu juga ia sembuh dari penyakitnya. Pemikiran-Pemikiran Bushiri dalam Al-Burdah Burdah dimulai dengan nasib, yaitu ungkapan rasa pilu atas dukacita yang dialami penyair dan orang yang dekat dengannya, yaitu tetangganya di Dzu Salam, Sudah menjadi kelaziman bagi para penyair Arab klasik dalam mengawali karya syairnya selalu merujuk pada tempat di mana ia memperoleh kenangan mendalam dalam hidupnya, khususnya kampung halamannya. Inilah nasib yang diungkapkan Bushiri pada awal bait : Amin tadzakurin jiranin bi Dzi Salami Mazajta dam 'an jara min muqlatin bi dami? Tidakkah kau ingat tetanggamu di Dzu Salam Yang air matanya tercucur bercampur darah? Kemudian ide-ide al-Bushiri yang penting dilanjutkan dengan untaian-untaian yang menggambarkan visi yang bertalian dengan ajaran-ajaran tentang pengendalian hawa nafsu. Menurut dia, nafsu itu bagaikan anak kecil, apabila diteruskan menetek, maka ia akan tetap saja suka menetek. Namun jika ia disapih, ia pun akan berhenti dan tidak suka menetek lagi. Pandangan al-Bushiri tentang nafsu tersebut terdapat pada bait ke-18, yang isinya antara lain : Wa an-nafsu kattifli in tuhmiihu syabba 'ala Hubbi ar-radha'i wa in tufhimhu yanfatimi Nafsu bagaikan anak kecil, yang bila dibiarkan menetek Ia akan tetap senang menetek. Dan bila disapih ia akan melepaskannya. Dalam ajaran pengendalian hawa nafsu, al-Bushiri menganjurkan agar kehendak hawa nafsu dibuang jauh-jauh, jangan dimanjakan dan dipertuankan, karena nafsu itu sesat dan menyesatkan. Keadaan lapar dan kenyang, kedua-duanya dapat merusak, maka hendaknya dijaga secara seimbang. Ajakan dan bujukan nafsu dan setan hendaknya dilawan sekuat tenaga, jangan diperturutkan (bait 19-25). Selanjutnya, ajaran Imam al-Bushiri dalam Burdahnya yang terpenting adalah pujian kepada Nabi Muhammad SAW. la menggambarkan betapa Nabi diutus ke dunia untuk menjadi lampu yang menerangi dua alam : manusia dan Jin, pemimpin dua kaum : Arab dan bukan Arab. Beliau bagaikan permata yang tak ternilai, pribadi yang tertgosok oleh pengalaman kerohanian yang tinggi. Al-Bushiri melukiskan tentang sosok Nabi Muhammad seperti dalam bait 34-59 : Muhammadun sayyidui kaunain wa tsaqaulai Ni wal fariqain min urbln wa min ajami Muhammad adalah raja dua alam : manusia dannjin Pemimpin dua kaum : Arab dan bukan Arab. Pujian al-Bushiri pada Nabi tidak terbatas pada sifat dan kualitas pribadi, tetapi mengungkapkan kelebihan Nabi yang paling utama, yaitu mukjizat paling besar dalam bentuk Al Quran, mukjizat yang abadi. Al Quran adalah kitab yang tidak mengandung keraguan, pun tidak lapuk oleh perubahan zaman, apalagi ditafsirkan dan dipahami secara arif dengan berbekal pengetahuan dan makrifat. Hikmah dan kandungan Al Quran memiliki relevansi yang abadi sepanjang masa dan selalu memiliki konteks yang luas dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat temporal. Kitab Al Quran solamanya hidup dalam ingatan dan jiwa umat Islam. Selain Kasidah Burdah, al-Bushiri juga menulis beberapa kasidah lain di antaranya a!-Qashidah al-Mudhariyah dan al-Qashldah al-Hamziyah. Sisi lain dari profil al-Bushiri ditandai oleh kehidupannya yang sufistik, tercermin dari kezuhudannya, tekun beribadah, tidak menyukai kemewahan dan kemegahan duniawi. Di kalangan para sufi, ia termasuk dalam deretan sufi-sufi besar. Sayyid Mahmud Faidh al-Manufi menulis di dalam bukunya, Jamharat al-Aulia. bahwa al-Bushiri tetap konsisten dalam hidupnya sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya. Makamnya yang terletak di Iskandaria, Mesir, sampai sekarang masih dijadikan tempat ziarah. Makam itu berdampingan dengan makam gurunya, Abu Abbas al-Mursi. *Penulis adalah anggota Forum Mubahasah Seni dan Budaya LEMKA, Jakarta. Air Mata sang Hamba air mata sungai mengalir sejuk di antara bebatuan dan hijau dedaunan sebagian lembut merembes ke dalam coklatnya tanah dan sebagian melanjutkan perjalanan isra'nya menuruni perbukitan dan pegunungan, berkelok-kelok indah mengukir untaian mutiara Tuhan sementara kepak lembut burung-burung di antara dedahanan pinus dan cemara bernyanyi bersahutan di bawah canda mentari dan kapas-kapas awan di kanvas cakrawala senandung tasbih alam yang begitu indah, mendamaikan setiap lara jiwa yang gundah dan titik air mata itu bagai butiran mutiara yang menghias jiwa sang hamba bdg, 28 mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 3:41 PM 0 COMMENTS Lalu... dalam gulita langit dari cinta rembulan dalam heningnya malam dari desiran bayu kulihat Wajah-Mu hingga tergetar hebat tubuhku... lalu, gelaplah pandanganku ! bdg, 26 april '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 9:25 AM 1 COMMENTS MONDAY, MAY 30, 2005 tak kulihat aku di sana dalam fana ku pandangi cermin jiwa namun tak kulihat aku di sana hanya Cinta bdg, 22 april '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 4:14 PM 0 COMMENTS memetik al-buruj biarkan aku memetik bintang itu, Tuhan agar lembar demi lembar hijab-Mu dapat Kau angkat untukku... biarkan aku mengais Cinta di lumpur kehinaanku ini, Tuhan agar dapat ku tenggelam dalam Lautan Kerinduan-Mu... bdg, 26 mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 10:08 AM 0 COMMENTS WEDNESDAY, MAY 25, 2005 Kemarin aku masih melihatmu di situ kemarin aku masih melihatmu di situ... baju kumal dengan wajah lusuh kehitaman terkadang suling tuamu kau senandungkan hingga bulu tengkukku kau buat meremang kemarin aku masih melihatmu di situ... duduk lemah dengan tangan sedikit menengadah mengharap belas kasih setiap yang lewat meski kadang hujan deras menerpamu, mengguyurmu membuat tubuh rentamu menggigil, hingga bibirmu keriput membiru kemarin aku masih melihatmu di situ... dengan kopiah tua yang sudah nampak usang namun, pagi ini ketika ku lewati tempatmu... kau sudah tak nampak lagi di situ beberapa orang berkata semalam kau telah berlalu tergolek meringkuk dalam pagut bisu basah kuyup hujan melekat membalut tubuh rentamu menemanimu menyambut senyum al-maut di malam beku... ah, kek kemarin aku masih melihatmu di situ... bandung, medio mei '05 - untukmu kakek peniup seruling bambu - DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 8:20 AM 0 COMMENTS TUESDAY, MAY 24, 2005 untuk Sahabatku wahai dedahanan dan dedaunan yang asyik bercanda di bawah cahya rembulan wahai angin laut yang mengangguk-anggukkan setiap deburan bawalah pesan hatiku untuk sahabatku yang tengah setia menanti, menanti, dan menanti di kanvas cakrawala itu ah, sahabatku senyum hambarmu begitu menyentuh hatiku kepasrahanmu menemani hanyutnya biduk kecilku tatap matamu seakan hampa dan memenjaraku dan... ah, telaga itu mulai menggenang lagi di sudut matamu... duhai, sahabatku marilah genggam erat jari-jemariku hapuskan air matamu dengan air mata Cinta-Nya dan... ah, ku hanya mampu menatap bening matamu lekat dalam bisu sebab, tiada lagi yang mampu kuurai dalam diamku... bdg, 22 april '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 3:59 PM 0 COMMENTS FRIDAY, MAY 13, 2005 kau tak tahu... kau tak tahu, jiwaku terluka... ketika kau injak-injak sawah mungilku yang tlah kurawat hati-hati separuh masaku kau tak tahu, jiwaku terluka... ketika kau hancurkan benih-benih padiku yang mulai menghijau satu-satu kau tak tahu, jiwaku terluka... ketika kau bakar padi-padi suburku yang hanya sepetak itu kau tak tahu, jiwaku terluka... ketika kumohon setetes air pelepas dahaga tapi kau balas dengan ini semua... kini, kucoba punguti satu... satu... bulir padi yang mungkin masih bisa kutemu benih padi yang mungkin masih bisa tumbuh kini, kucoba lagi semua tetes keringat payahku tuk kutanam dan kurawat sawahku lagi, di sisa-sisa masaku kuharap masih ada waktuku... bdg, 13 mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 2:07 PM 0 COMMENTS THURSDAY, MAY 05, 2005 Huwa 7 getar dawai biola berenang di laut jemari tetabuhan sholawat alam bagai seruling denyut nadi menghantar canda pipit-pipit mungil di reranting menari-nari bersahutan di antara nafas Rahman Rahimnya mentari melati, mawar, tulip dan sakura saling berucap janji kan mengukir setia tetes Cinta sang Camar Hati menautkan jemari lentik dan kekar di Pelaminan Sejati hingga Alif - Lam - Lam - Ha terlukis manis oleh Pelangi mari bernyanyi Rahman, rupawan mari menari Rahim, cantik diiringi desah Nafas ahmad tanpa mim muhammad berhias pekik Cinta ana al-haq mansur hallaj tenggelam dalam lautan Cinta rabi'ah perindu Kekasih Hati masyuq ditelan lengking seruling Sangsay rumi : muutu qabla an tamuutu, dan air matapun bersembunyi... hingga tergetar Arsy Kasih dan Sayang, di Putik Amma' hingga terukir nada Cinta sang Pecinta, di Taman Raja dan akhirnya lenyap semua dalam satu Samudera : " Lahu l-Mulku wa lahu l-Hamdu... Allah... Allah... Allah... " bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 3:07 PM 0 COMMENTS Huwa 6 pekatnya malam, semut-semut hitam berjalan di atas batu hitam, tak ternampakkan musafir isra' dalam keheningan tenggelam dibelai tasbih malam jiwa mabuk menuju Kampung Perindu mi'raj mengembara di kanvas Lauhul Mahfuz mengais Cinta di depan Pintu merintih... menangis pilu menggetarkan Arsy-Mu dan semesta raya pun memuji berseru : " Allaahu laa ilaaha illa Huwa l-Hayyu l-Qayyumu... " bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 2:55 PM 0 COMMENTS Huwa 5 setiap nafas naik dan turun mengagungkan-Nya tetes air naik menguap dan turun menjadi hujan pun karena memuji-Nya gemericik cantik air sungai bertasbih merdu diiringi petik dawai desiran angin menggelepar bertahlil Rindu berputar, melompat, melangkah kanan dan kiri, asyik menari dengan Sang Kekasih di Istana Qalbu dan, mangkuk nun pun berseru : " Huwa l-Awwalu wal-Akhiru, Huwa dz-Dzohiru wa-l Bathinu... " bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 1:52 PM 0 COMMENTS Huwa 4 jauh tak berjarak, dekat tak berhingga bahkan lebih dekat dari urat nadi kudekati Ia dengan tertatih, Ia mendekat dengan berlari bumi, rembulan, matahari mabuk dalam tari Anggur Cinta Sejati diiringi nyanyian indah evolusi semesta rindu dalam Diri bahkan ukiran garis dan huruf kejadian pun tak pernah berhenti me-Muji : " liLlaahi Mulkus-samaawaati wa l-ardhi... " bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 1:01 PM 0 COMMENTS Huwa 3 aku jauh mencari arti, rupanya ada di dalam hati aku mulai mendekati, rupanya Ia tiada terperi aku mulai mengagumi, ternyata yang lainnya menangisi detik, menit, hari bergulir membasahi sajadah Diri bahkan bintang-bintang asyik menari di Taman Istana Hati oh, Pelabuhan Rindu Sejati oh, Samudera Cinta Tak Bertepi tujuh puluh ribu hijab membatasi ternyata Kau ada di hati berdiri - ruku' - sujud - duduk - berdiri dan Dia bertajalli... bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 11:01 AM 0 COMMENTS Huwa 2 dekat tidak tersentuh dan jauh tiada perantara tak terjelaskan dengan kata namun sangatlah sederhana indah tak terlukiskan dan rupawan menggetarkan bahkan atom-atom pun berthawaf mengagungkan Cinta-Nya... bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 10:16 AM 0 COMMENTS Huwa I Huwa l-Awwalu wa l-Akhiru Huwa dz-Dzohiru wa l-Bathinu apa yang aku lihat, Engkaulah yang aku lihat apa yang aku punya, Engkaulah yang punya apa yang aku kehendaki, Engkaulah yang berkehendak sungguh, tiada kuasa aku untuk berbuat, bila Engkau tiada memberikanku kuasa tolonglah aku, agar aku senantiasa berada dalam kebaikan... tolonglah aku, agar aku Engkau pelihara dari keburukan... aku hanyalah bayang-bayang, tiada hidup aku bila tiada Engkau Sang Empunya bayang-bayang... bdg, mei '05 DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 9:00 AM 0 COMMENTS demi kemuliaan-Mu, o Tuhan, sekiranya Engkau mengusirku, maka aku akan tetap berdiri di depan gerbang-Mu, dan aku tidak akan berhenti untuk memohon kepada-Mu, karena ma'rifatku tentang kebaikan-Mu dan kemuliaan-Mu, serta lapangnya rahmat dari-Mu. kepada siapa lagi seorang hamba datang, kecuali kepada Tuannya ? kepada siapa lagi seorang hamba bersandar, kecuali kepada Empunyanya ?... Tuhanku, seandainya Engkau mengikatku dengan belenggu, dan menahan pemberian-Mu kepadaku di antara para saksi, seandainya Engkau campakkan aibku di depan mata hamba-hamba-Mu, dan menyuruhku memasuki neraka, dan seandainya Engkau pisahkan aku dari orang-orang yang berbakti kepada-Mu, maka tak kan kuputuskan harapanku dari-Mu, dan tak kan kupalingkan angan-anganku tuk harapkan maaf dari-Mu... Cinta-Mu tak kan pernah lari dari hatiku. - munajat dinihari Ali Zainal Abidin a.s - mengukir pelangi di Lembah Sunyi, melukis malam di langit kelam, kuarungi Samudera Cinta-Mu, Tuhan, yang menyimpan Lautan Misteri... di tengah heningnya malam di semilirnya bayu nan tersulam di bawah lampu nan temaram di kaki langit nan kelam getar bibirku lemah bergumam... duhai Tuhanku... terasa sepi menggigit qalbuku dalam gelap asa nan pilu kutersungkur di hadapan-Mu duhai Tuhanku... mengapakah dengan diriku yang terasa begitu sendu dalam gelak tawa nan semu dalam senyum canda nan bisu saat sebuah nyawa meregang kaku di sini... di sudut qalbuku pedih... bagai disayat sembilu duhai Tuhanku... masihkah ada detikku detik 'tuk meraih Cinta-Mu masihkah ada waktuku waktu 'tuk menggapai Asa-Mu masihkah ada harapku harap 'tuk bisa selalu mendampingi-Mu... duhai Tuhanku... betapa kusendiri di malam ini betapa kusepi di senyap ini betapa kuresah di kabut ini betapa kugelisah di gelap ini duhai Tuhanku... betapa kurindu Rengkuh Tangan-Mu betapa kuingin Belai Lembut Jemari-Mu di sela-sela helai rambutku di antara derai tetes air mataku di kisi-kisi relung hatiku betapa kuimpikan Diri-Mu 'kan selalu bersanding di sini, di sisiku... duhai Tuhanku... masihkah terbuka Pintu-Pintu-Mu untuk diri yang tiada malu masihkah 'kan Kau Dekap aku tatkala qalbu masih menduakan-Mu duhai Tuhanku... hapuslah tetes-tetes air di pipiku usaplah mata dan wajahku karena hanya Kau-lah yang mampu untuk melakukan semua itu karena hanya Kau-lah yang tahu segala debur di dadaku dan, hanya Kau-lah, Tuhanku tujuan segala Damba dan Rindu... bdg, 17 Maret 2000 Oktober 02, 2002 - Oktober 12, 2002 Dimuat hari Sabtu, Oktober 12, 2002 Kuukir Senja Sajak Novy Noorhayati Syahfida : R. Hadi Wijaya kuukir senja di hatimu kuberi pelangi pada kerling senyummu sambil kulukis pantai, ombak dan perahu di matamu kubungkus secarik sutra ungu dan kusimpan diam-diam dalam mimpiku Jakarta, 22 Agustus 2002 <<< kembali Saat Malam Tiba Sajak Novy Noorhayati Syahfida bulan dibuai dalam kidung anak pantai kupu-kupu hitam tertidur mendengkur Jakarta, 27 Agustus 2002 <<< kembali Kalau Boleh Sajak Novy Noorhayati Syahfida : R. Hadi Wijaya kalau boleh kucuri hatimu sedikit saja, tanpa kautahu lalu akupun tersipu malu sesungguhnya rinduku padamu mungkin hanya bulan yang setuju Jakarta, 17 Agustus 2002 <<< kembali Kuhampiri Engkau Sajak Arwan kuhampiri engkau yang terduduk di taman hatiku dengan tangan menyangga dagu dengan kulitku yang dilumuri embun kubiarkan tubuhku tanpa selembar benang sekilas terlihat kau mengintip dari sudut matamu, hanya sekilas engkau kembali menusuk rumput hijau dengan sinar matamu, redup kulihat rumput-rumput menengadah menatap ngangah mungkin mengagumi sayu wajahmu yang ayu Wajah sayu ayu lekat ke wajahku mata indah tiada berkedip, menyelidik aku biarkan mata hatimu masuk lewat lorong hitam mataku agar engkau tahu, hatiku telanjang untukmu dan kubiarkan, kuresapi kecup bibir matamu dikening hatiku senyummu mulai beranjak bangkit kurasakan tangan berkulit bangsawan memagut bibir pori-pori bungkam terpana kulit seindah putri raja menyentuhnya dengan rasa percaya daun-daun mengangguk tanah tersenyum bijak daun-daun yang rela menyerahkan embun paginya untuk jiwaku yang tengkurap saat pagi tanah yang ikhlas memberikan sapa sejuk embun yang meresapi untuk jiwaku yang meminta pada fajar Sept. 10 <<< kembali Aku Bertanya Tentang Kekasihku Sajak Arwan Aku bertanya pada malam dimana kau sembunyikan wajah kasihku ? malam menjawab; 'kekasihmu akan datang setelah kau serahkan jiwamu padaku' Aku bertanya pada bintang dimana bisa kujumpai kasihku malam ini ? bintang menjawab; 'kau akan jumpai dalam teropongku saat bermimpi' Lalu aku bertanya pada peraduanku apakah kau siap mengantarku berjumpa dengan kekasihku ? peraduan menjawab; 'setiap nafasku adalah pengabdian untukmu' Aku terlelap mimpi memuai rinduku terbengkelai Sept. 05 <<< kembali Diriku Pucat Layu Sajak Arwan angin berhembus tanpa menyentuhku hingga kabar dari kutub tak kudengar ombak laut enggan membelai kaki telanjangku walau kumerangsek maju, dia mundur kuciptakan cermin dari langit biru kulihat diriku bercat putih pucat layu Setp. 04 <<< kembali Seberapa Lama Lagi Sajak Arwan seberapa lama lagi kau perlu waktu untuk mengukir namaku dalam hatimu seberapa banyak pahatan kau perlu untuk membuat bingkai lukisan wajahku bila saatnya sampai kuingin pahatanmu tak tinggalkan luka Sept. 04 <<< kembali Rindu Berkalang Pilu Sajak Nurani Pratiwi Kala kelam menjaring hari ‘ku duduk disini serupa bintang di langit sendiri Dupa sepi menyeruak kamar penuhi alam sekitar Selalukah rindu berkalang pilu Atau cuma khayalan semu …….bayang pengantar tidur ? Surabaya,27 Sept 2002 <<< kembali Sungai Tjampuhan Sajak Toni AL gemuruh airmu ditelan kebisuan batu tjampuhan,selepas maghrib <<< kembali Bila… Sajak Guntur Dewantara Dua pupil mungil menerawang Didalam redup gelas panjang putih Delapan jari lengket menempel di langit Menunggu si kecil penyambung hidup Belukar khayal dihempas sepoinya topan mimpi Menyisir menggapai sosok bayang Mencari potongan potongan renik Jadikan puzzle puzzle tak berpola Perihnya indera pengecap warna Tak terasa terbius kosongnya jiwa Kurva tonjolan biru berdenyut keras Mencoba salurkan ingatan ingatan lama Menggali memori Mencakar cakar akal Membuka halaman binder binder tua Mengurai gumpalan gumpalan Mencairkan kentalnya lupa Waktu tak lagi menjadi penganggu Karena kalbu menjajah tabu Tirai tirai beruntai seribu Berjalan merangkak meraba merasa Temukan sesungging senyuman dara Lama… Hanya lama…. Harap asa meminta Bilakah lukisan semu ayu Sang Pencipta Menjadi penghias lena…. Bila ?…. <<< kembali Taubat Sajak M. Imam Ghozali Duh Gusti Pangeran Penguasaku Maafkan hamba yang berhati hitam Yang kadang terlupa dan sering sengaja Mengaburkan nurani tuk menikmati dunia Duh Pencipta segala rupa dan semesta Jangan buat ini takdir abadi Yang membuatku tak lagi mengenali-Mu Hingga aku tak bisa memilih surga dan neraka Duh Sesembahan abdi Maha Dewa Terangkan mata ini dari kegelapan Pisahkan jiwa dari keangkaraan murka Bangkitkkan lagi birahi suci untuk memuja Duh Sang Pengasih tiada kenal pilih kasih Anugerahkan sedikit ketakutan Karena aku terlalu berani untuk lupa Bahwa alam-Mu bukan hanya dunia Duh Raja Diraja Maha Perkasa Hilangkan segala ragu dalam akal matiku Penuh kebimbangan dan berselimut tanya Adakah kebenaran dirimu berada Duh lelabuhan akhir segenap asa Mundurkan sejenak saat maut untukku Sempatkan aku tahu apa yang Jibril bawa Mungkin hati kecilku akan mampu terjaga <<< kembali Terkutuklah Aku Sajak M. Imam Ghozali Terkutuklah aku mencintaimu Karna aku bukanlah yang terpilih Sedang aku menghinakan diri padamu Malaikat pun tak mampu menulis Dalam garis takdir yang ada Karna ia akan dicambuk bila mendustai tuannya Engkau seperti bintang di langit Aku selalu melemparimu untuk jatuh Tapi batu itu kembali memukulku Aku menangis kau hanya membisu Kau tertawa aku terpaksa mendengar Benar-benar terkutuk aku! kalau tak mau bercinta denganku Tak perlu kau meludah sampai aku tenggelam Bunuh saja aku! Bagiku cinta adalah engkau Dan bagimu cinta adalah kepuasan Sedang aku selalu lemah di depanmu Andai saja ada dunia Dimanapun... Dan dirimu tiada... <<< kembali Aku dan Tengah Malam Sajak Cecil Mariani ini waktu yang sempurna bulan meninggi dan kelamnya biru tak sehitam tirai temaram jam yang lalu mendadak sepi jadi pasar malam meriuh riweh dalam sunyi berlaksa benak di semburat remang ini waktu yang sempurna, kukatakan padamu waktu antara bayang lenyap dalam hitungan menit dan gelisah malam kawin dengan remuk membisu dini hari waktu yang sempurna untuk mendengar celoteh celoteh bisu di kota kesunyian sapa dan dakwa memilah rasa di balai balai sanubari menyusur dinding dinding yang kabur di terang hari mengenali wajah anak anak sendiri mengantri membacakan isi hati di bawah selimut aksara ini adalah waktu waktu yang sempurna dimana hanya impian yang luncurkan makna dan aku bebas berkelana di pesisir kuantum awan awan waktu sempurna bumi dan aku berdenting resonan <<< kembali Musisi Hujan Sajak Cecil Mariani tiada rintik hujan terdengar berlalu seperti mimpi patahan demi patahan sedu yang jadi partikelnya di tiap butiran hujan melerai angan sebegitukah serentetan sunyi yang telah tertata? bermakna dalam nomenklaturnya yang rahasia Waktu bertabrakan ya, dan detik berhamburan jadi ombak yang pecah waktu kita melayari kata kata berlagak musisi layari instrumen kecintaan hati tak lagi dengan jemari bermetronom jantung sendiri moderato cantabile cressendo cressendo.. dan rinai hujan pun bernyanyi di langit cerah tanpa hujan sama sekali <<< kembali Ketika Kutemani Dirimu Sajak Wirda Nadya Faizzaty Dari retakan retakan pada dinding pembatas di sinilah akhir sang waktu yang perkasa memunaikan tugasnya Ialah tanah merah yang menjadi singgasana nisan terpahat, seperti sebait puisi perjalanan kehidupan Di sinilah terbingkai ribuan tangis dan bahagia dari peristiwa dalam hidupnya, hidupmu mungkin jua kehidupanku kelak Di sini sebait doa mengalir ketika kutemani kau menundukkan kepala. Tak sanggup rasanya bumi menahan sesak pedih walaupun airmata hanya semburat luka lama Sungguh mas, lewat hembusan angin dan gemerisik gesekan batang bambu Beliau tahu anaknya telah datang dengan sekeranjang cinta kasih dan doa Di hadapan pusara hitam ini, aku juga turut menundukkan kepala ku, ... Ibu perkenankan aku mencintai putramu.... <<< kembali Dimuat hari Jumat, Oktober 11, 2002 Hari Semakin Menua Sajak Aya Fikri Sebuah gigi rontok hari semakin menua Sebuah dinding roboh hari semakin menua Gigi hari runtuh hari semakin menua juli 1995 <<< kembali Ketika Kutemani Dirimu Sajak Wirda Nadya Faizzaty Dari retakan retakan pada dinding pembatas disinilah akhir sang waktu yang perkasa memunaikan tugasnya Ialah tanah merah yang menjadi singgasana nisan terpahat, seperti sebait puisi perjalanan kehidupan Disinilah terbingkai ribuan tangis dan bahagia dari peristiwa dalam hidupnya, hidupmu mungkin jua kehidupanku kelak Disini sebait doa mengalir ketika kutemani kau menundukkan kepala. Tak sanggup rasanya bumi menahan sesak pedih walaupun airmata hanya semburat luka lama Sungguh mas, lewat hembusan angin dan gemerisik gesekan batang bambu Beliau tahu anaknya telah datang dengan sekeranjang cinta kasih dan doa Dihadapan pusara hitam ini, aku juga turut menundukkan kepala ku, ... Ibu perkenankan aku mencintai putramu.... <<< kembali Pergi Sajak Heriansyah Latief aku musti pergi mengikuti jalannya dunia misteri, oya? mungkin dongeng ini datangnya kepagian andaikan ada mimpi di langit sunyi nyanyian suci cincang impian palsu swaranya suling si tukang sihir nyatanya berisi mantra-mantra sepi tanpa api, tanpa gemuruh nafsu suram masa depan yang sembunyi dibalik harapan yang sia-sia aku musti pergi hl apeldoorn, 24/09/02 <<< kembali Diri Sajak Aya Fikri Keakuanku, adalah seribu tanya yang terucap lewat bibir-bibir mungil di antara taburan senyum Keakuanku, adalah jiwa-jiwa terkapar aku, tahu, ada dan akan datang sekarang, besok atau kapanpun. 21 juni 1993 <<< kembali ".........." Sajak Thrio A Tayib di pasir putih pantai yang lengang aku berdiri telanjang, menatap lunglai hamparan samudera tanpa ombak, pun tak lagi biru, karena langit telah merah. semesta telah menyusut, waktu telah berbalik arah, bumi telah dikosongkan oleh gempa terakhir : gravitas telah berbalik. sepi, tanpa suara kesunyian kosong, tanpa pantulan suara. dari lautan yang bisu, tiba-tiba melesat sepasukan kuda putih bersayap, menyambar tubuh telanjangku, membawaku terbang melingkar-lingkar, melemparku dalam ruang vakum yang hitam, jauh, jauh teramat dalam, hingga ketakterhinggaan, aku jatuh dipelukan hawa “Adam, saatnya telah tiba. Masuklah dalam rahimku!” Jakarta:21/9/02 <<< kembali Catatan Perempuan Sajak Dewa Agung Perempuan bukanlah mutiara hati Perempuan bukanlah udara yang aku Hirup setiap hari Perempuan bukan pula jiwa di tubuhku Perempuan bukan makanan Yang tiap hari aku makan Perempuan adalah baying baying Yang membawa warna dalam hatiku Perempuan adalah rasa sakit yang tak pernah Lepas dari rasaku Perempuan adalah penyakit yang mengendap Di otak dan hatiku Bagiku , Perempuan adalah … <<< kembali Selilit Sajak Dewa Agung Kuharap masih ada hari hari esok Untuk kukenali siapa pemilik pelangi ini Kuharap malam tak menutupi bumi Dalam perjalananku Selama ada disini Biarlah kurawat mimpi ini <<< kembali Watu Item Sajak Dewa Agung : Watu item :: Ada sebongkah batu di hatimu Hitam … Terjal nampak mengkilau Selipkan mata … Ataukah memang aku Telah rabun Atau buta Entahlah … Aku rasa ada sebongkah hati Hitam … Di hatimu … <<< kembali Tangis sang pembebas Sajak Dewa Agung Langit bicara tak terdengar Hati tak terjamah sayap malaikat Mata enggan bersinar Menelungkup dirawa rawa kegelapan Aku telah lama berkabung Atas kematianku sendiri <<< kembali Bunga Sajak Indah IP kau bicara tentang mawar batang-batang cantik berduri yang lukai jemari dia bicara tentang melati lembar-lembar ranum yang tak henti mengharum dan aku bicara tentang kemboja kelopak-kelopak lebar beludru tanpa wewangi tanpa kecantikan terlalu berani bagaimana jika kita biarkan saja pekarangan itu penuh tanpa disengaja oleh pilihan-pilihan tak adil yang memaksa biar akar-akar mencari sendiri unsur haranya membumikan pijaknya menemukan tempatnya karena belum tentu kuntum-kuntum itu bahagia kita dampingkan dalam taman seindah nirwana namun tak pernah dikenal dan dicintainya indah ip 5 oktober 2002 11:55 am <<< kembali Fragmen Tanah Liat Sajak Indah IP kusudahi tanpa gurat disengaja tanpa bentuk sejalur pola pagi ini tiba-tiba saja tergambar ia lebih sahaja dengan lekuk-lekuk tak sempurna yang lekat di tiap sisinya indah ip 27 sept 2002 00.26 am <<< kembali Senja di Matanya Sajak Indah IP senja di matanya adalah butir purnama tak bercela, ternoda oleh gulung prasangka tak berguna, tiupan ke dada bara, mercon yang pecah sebelum aba-aba sang sutradara senja di matanya adalah skenario kematian teramat muda yang tak beroleh kesempatan tunjukkan adanya indah ip 4 oktober 2002 12.29 pm <<< kembali Kasidah Cinta I Sajak Ningrum Dewajati lelehkan saja aku dengan magma sajakmu saat butir salju tak mampu lagi bekukan mimpimimpi yang kian berbuih dalam ombakperihku jangan pernah berkata hanya jika sepi senyummu sembunyikan riuh nyanyian purba yang terus kau kumandangkan dalam tatapan ngilu matahatimu <<< kembali Deportasi (1) Sajak Muhammad Badri DEPORTASI (1) Makkk….. Aku tak bisa mengirimimu uang Untuk menebus tanah yang tergadaikan Lima hari aku menginjak negri ini Polis memborgol tanganku Makkk… Jangan pikirkan aku Aku sehat-sehat saja Sepatu bot dan popor bedil Tak cukup membuatku sakit Makkk… Jangan menagis Kalau aku pulang tinggal katepe Dan fotoku setengah badan Dalam selembar amplop deportasi Pekanbaru, 2002 <<< kembali Deportasi (2) Sajak Muhammad Badri Ma’af istriku aku pulang agak terlambat karena harus dirawat sesaat Tolong tetap susui anak kita dan katakan bapak pulang menjelang bedug maghrib Bersama senja merah darah di pelabuhan luka Saat nyanyian mendung menghiasi selat Malaka Karena pompong yang aku tumpangi memenggal harapan Yang selama ini terpendam dalam tumpukan ringgit Do’akan supaya almari dan seikat hati yang tergadai dapat kembali Pekanbaru, 2002 <<< kembali Bush Sajak Muhammad Badri Kau torehkan luka diatas padang pasir Hanya untuk mengejar sebidang fatamorgana Diatas cermin retak penderitaan Tanah yang baru bangkit dari mimpi kelabu Mortir engkau jual eceran Hanya untuk meminum seteguk darah Dari bocah dan janda yang merindukan damai Sia-sia di tanah mereka Engkau meracuni oase yang mereka dambakan Teluk kau sulap menjadi lautan merah Ratusan ton mesiu menyumbat nadi Kata mereka: “engkau pengecut” Pekanbaru, 2002 (menjelang agresi AS ke Irak) <<< kembali Laut 1 Sajak Qizink La Aziva Kulihat laut lirih membaca silsilah ombak dan buih mereka terhempas pada tepi batas sebelum mataharai terbenam jingga Anyer, 4 Okt 02 <<< kembali Laut 2 Sajak Qizink La Aziva Inilah pelataran luas tempat aku berdansa mencumbu semesta lambai-lambai daun kelapa, bisik-bisik kerisik debur ombak, hembus angin menafsir arus menyimpan musim pada lipatan kain. inilah altar tempat aku dipersembahkan menjadi karang, nelayan menerka letak bintang nyanyian burung, ikan-ikan, lakon lokan bermutiara Anyer, 05 Okt 02 <<< kembali Laut 3 Sajak Qizink La Aziva Telah kurupa dirimu pada percumbuan ombak di bibir pantai biar lebur deburnya pada sketsa malam kau-lah lautku yang mempesonakan. Anyer, 09,09,02 <<< kembali Dimuat hari Kamis, Oktober 10, 2002 Pada Suatu Malam Sajak Arie Ishami Ia mengawasi langit yang saat itu kelam bagaikan juntaian jubah lebar hitam yang menyita kata-kata pada malam itu Sekian jam terbuang Namun dengan setia Ia tengadahkan kepala sambil tetap mengawasi, kalau-kalau ada sesuatu yang berubah “ Barangkali bukan malam ini,” tuturnya lirih sementara itu satu bintang susut dan pudar…mengasing dari konstelasinya 18 Mei 2000 <<< kembali Sajak Terakhir Sajak Qizink La Aziva : i-i Ini sajak terakhir, yang kutulis dengan air darahku. sebab luka telah lama menganga. sungguh, butuh banyak tenaga untuk mengajakmu memaknai warna telaga. <<< kembali Tarian Peri Sajak Lestari Puspita (SMU 6) Pasir putih di tepi pantai seperti ada yang menaburnya tak kuasa ku lihat seorang peri menari di atasnya 6_mhk <<< kembali Inikah Hatiku ? Sajak Arwan Hatiku bagai pasar lalu-lalang sosok tak ada yang kukenal bicara dengan bahasa yang tak dapat kuterjemahkan menyapaku asing seolah aku adalah pendatang baru bagi hatiku aku asing disini Hatiku bagai pelabuhan tempat turun dan naik barang, bukan milikku kapal bergantian datang, bukan kapalku ratusan sosok manusia berbicara kasar, bukan kebiasaanku Hatiku bagai malam yang keseluruhannya adalah kelam tanpa celah untuk sinar tanpa jendela untuk melihat rembulan hanya sepetak kotak tanpa lobang gelap inikah hatiku ? Hatiku bagai gurun siang panas dan terik tanpa ada rindang pepohonan debu-debu menebal menjadi menutupi keasrian derap kaki-kaki kuda mengentak-hentak jalan gembel-gembel berkeliaran mengundang kepenatan penat inikah hatiku ? Hatiku mengundang bidadari turun lewat pelangi dan mewarnai dengan warnanya Aug. 19 <<< kembali Seperti Elang Sajak Arwan aku bertengger diatas awan seperti elang merindukan jelang kutatap seberang yang kosong ku kepakkan sayapku mengundang buluh perindu aku adalah elang yang rindu pada betinaku yang jauh di ujung senja Aug.21 <<< kembali Rindu itu Aku Simpan di Laci Meja Kesunyian Sajak Sefi Indra.G sebilah jarum waktu sepertinya tak lagi menggangguku sayatan air mata telah terkubur kejenuhan yang membatu mungkin aku lupa, ada sesuatu yang menghilang entah kapan dan dimana segalanya menguap ditembok waktu dan ranjang malam jendela jendela cahaya pun kubiarkan tetap terbuka sebuah keanehan yang tiba tiba tumpukan kenangan menjamur disudut kamar lalu kurasakan labirin otakku berdengung sebuah teriakan meledakan kamarku yang tersisa hanya seonggok laci meja berhias kesunyian ah, aku ingat sekarang ! sebongkah rindu tersimpan rapi disana Cirebon , 22 agust 2002 <<< kembali Rindu Sajak JK Dua bola mata dua ekor ikan luwes berenang di lautan antara benua benua Mengenai mulutmu buih di ujung bibirmu keping keping embun tipis di akhir musim dingin tidak menyayat sedikit menggigit sebagian lembutnya mengigilkan Yang mau kutaklukkan tungkaimu dan seonggok daging itu <<< kembali Threesome Sajak Cecil Mariani selamat malam, penyenggama mengapakah belum tidur malam ini? padahal hari ini kegiatanmu libur dan semalaman kasurmu akan menganggur sia-siakan lagi kesempatan tidur awal atau sedang tanganmu bermain? karena tak ada tubuh menghangati kasurmu? letih? bagaimana kau bisa? merasa dan tidak merasa dalam hidupmu yang begitu sempurna lengkap dengan kasih ibunda dan aku cipratan bukan siapa-siapa diinjak bayang bayang bidadari khayalmu yang menemani imajinasimu waktu onani sekarang siapa yang sungguh kau cumbu? aku dan tubuhku? atau dia dan tubuhku? mari sini dekat wajahku sia-sia membohongi aku perempuan tak bisa ditipu lenguh orgasme itu tipuan kami lihatlah dalam dalam kepada mata ini dijaga rapat harga diri yang tinggi menjulang ke awan yang kau penggal dengan siapa pun disitu yang di kepalamu disini bukan hanya ada liang feromon yang tak punya nama atau kepala, lalu diganti seenaknya selamat malam, penyenggama hari ini tak ada tubuh siapa-siapa cuma ada dia khayalan dalam kepalamu dan jari jari tanganmu malam ini hujan, dingin, manis sekali kalian bertiga nikmatilah malam ini permisi saya punya pribadi <<< kembali Kepada Neni Sajak Endah Lelakimu ada padaku Nen, Setiap malam tiba, lelakimu duduk disebelahku Berbicara tentang hidupnya padaku Dia pernah mencintaiku Nen, Tiga belas tahun yang silam Saat celana pendeknya berwarna biru Aku tidak mengenalmu Nen, Apakah rambutmu hitam atau pirang Apakah kulitmu hitam atau putih Apakah tubuhmu tinggi atau pendek Aku Cuma tahu bahwa kau akan cemburu kalau kau tahu Hanya itu kata lelakimu tentangmu Dia lebih banyak bercerita tentang dirinya Tidak tentang dirimu, maaf. Kami pernah saling mencintai Nen, Tanpa pernah saling mengetahui Ruang, jarak, serta waktu menentang kami Jadi kami tidak pernah tahu rasa itu Tigabelas tahun Nen, kami tetap berhubungan Sekedar surat dan kartu ucapan yang hambar Lelakimu kadang muncul kadang hilang Kami tetap mempunyai hidup sendiri-sendiri Aku menyebut hubungan ini pertemanan. Aku menduga Nen, Dia mencintaimu, sangat Dia takut kehilanganmu, sangat Aku hanya seorang perempuan dari masalalunya Yang tetap dihidupkannya dalam bayangan yang pudar dikunyah waktu Setiap malam tiba lelakimu duduk disebelahku Berbicara tentang hidupnya padaku Tidak tentang dirimu, maaf Mungkin karena kau berada di suatu tempat Yang berjarak tujuh malam pelayaran Saat dia menghamburkan kata-kata Yang seharusnya dihamburkan tigabelas tahun silam Aku bertanya pada diriku sendiri Nen, Apakah aku masih menginginkannya Jarak, ruang dan waktu dapat merubah kita, Nen Tapi kadang emosi terdalam kita hanya sekedar terkubur Serabut-serabut tipis di otak belakang Memberi impuls balik ke dalam bilik hati kami berdua Setiap malam tiba, Nen. Lelakimu duduk disebelahku Berbicara tentang hidupnya padaku Tidak tentang dirimu, maaf Dan hanya empat malam tentang aku Impuls balik itu Cuma eforia Selebihnya Nen, Lelakimu bergumul dengan dirinya yang lain Yang berkelana bersama tubuhnya keujung-ujung pulau Mencari jawaban untuk suatu pertanyaan tentang dirinya sendiri Ditengah-tengah perdebatan kami, dilembar-lembar buku Pramoedya dan sitok di antara teman-teman revolusi-nya diantara kita bertiga. Lelakimu berusaha mencari jawabannya. Dia mencintaimu Nen, sangat Dia takut kehilanganmu, sangat Aku hanya seorang perempuan dari masalalunya Yang pernah dicintai dan mencintainya Jawaban lelakimu tidak padamu, tidak padaku juga Entah ditempat lain, Jangan cemburu padaku Nen Karena aku Cuma bayangan pudar yang semu berumur tigabelas tahun Dan kamu bayangan dengan rekam jernih dari setiap harinya selama 5 tahun terakhir Atas nama perempuan, kau dapat mempercayaiku, Nen aku bersedia mengorbankan keinginanku memilikinya lagi karena aku bukan jawaban yang dicarinya meski kau pun bukan jawabannya kau lebih dicintainya dari pada aku yang hanya seorang perempuan dari masalalu yang berbentuk bayangan pudar semu berumur tigabelas tahun e.n.d.a.h Sandcity, 23 agustus 2002 “waktu malam susah tidur” <<< kembali Dan Ketika... Sajak Kosri dan ketika burung mulai bernyanyi bunga pun mekar berseri para gembala tiup suling meriakan hati maka kenapa kau tetap bersedih hati dan ketika tanah hidup kembali setelah derita panjang membuncah pedih pun silir angin sejuk buai nurani kenapa hatimu masih terpaku mati? tidakkah kau kan menjadi orang yang merugi <<< kembali Love Thee Sajak Oniq kehidupan telah menempaku dengan tangan besarnya hinga aku tak lagi merasa takut. kehidupan telah menyiramku dengan kesejukkan mata air yang mengalir dari dalamnya hingga aku tak lagi merasa kehauasan kehangatan yang diberikannya tak lagi membuatku merasa sendiri kehidupan telah memberiku dirimu dengan cinta sepenuh hati hingga aku merasa bahagia. aku mencinta karenamu dan aku merindu kehangatanmu disetiap hariku dedicated to andre <<< kembali Hujan Sajak Ratna Ningsih SMU 6 Aku ini rajutan mutiara yang di layangkan para malaikat dari surga Bumi menangkap ku dengan tangannya Aku ini percikan emas raja agung yang bertahta di atas kepalanya kemudian jatuh ke tanah Apabila aku sedih dan menangis gunung-gunung tertawa gembira Apabila nafas ku rente bunga-bunga tersenyum Dan apabila aku tertidur segalanya cerah kembali Ladang dan cakrawala memadu kasih dan aku tersenyum melihatnya Dahaganya telah ku lepas dan lukanya telah kusembuhkan Petir menandakan kehadiranku Pelangi mengantarkan kepergian ku Jantung samudera melepaskan ku Membumbung tinggi aku bersama panas Dalam berjuta cara aku turun tuk membelai sang bunga dan berjabat tangan dengan sang pohon Aku tertawa bersama kaca jendela dan semua orang dapat mendengarku Semua orang dapat melihatku Namun hanya yang peka yang dapat memahamiku <<< kembali Paya Sengketa Sajak Idan Radzi masih ingat lagi kan? lintukan pepohon remenia di padang sekolah alur lorong ke rumahmu di cakaran rumput alor kiteh mat jadi sepat, puyu & pilai lawan parit teh benon belut, keli & ular air cintaku dingin & jernih di sini paya asap kiambang, teratai & kalui menyelam di sungai nin titian kasihmu amat kukuh puncak rambung bukit senyum & pucuk mutaling senduduk rindumu menyelimutiku orkid liar di bakung telah menyesatkan kita tentang nilai kejujuran & ketulusan lalu kini kita sama-sama tercampak di hutan batu nan amat lugu buntu meluru kematu batiniku aku jadi samseng dalam palinganmu aku jadi tamak dalam tudinganmu aku maumu tapi kita tidak mungkin bersatu aku maumu tapi kita tidak mungkin ketemu jauh sekali bersapa atau bercanda seperti di zaman tualang kita lantaran keluarga kita telah pun keliru dengan harta cela paksa & melimpah airmata di paya sengketa. - kekasih aku masih merinduimu! 60an Desa Tualang Kota Bharu Perak http://idanradzi.tripod.com <<< kembali Pengkhianatan Sajak FR. Susanti Tikamkan belati itu tepat di jantung, hingga rasa sakit meloncati saraf kerna kutahu kau sungguh ingin melakukannya menikamku, tepat di jantung, berkali-kali hingga tak ada lagi darah hingga tak tersisa cinta di padang golgota itu, di akhir September 1965, di jalan diponegoro no. 58, di reruntuhan bulan Mei dari Aceh hingga Papua Tikamkan belati itu tepat di jantungku, agar kekal pengkhianatanmu. Jakarta, 17 Agustus 2002 <<< kembali Pilihan Sajak FR. Susanti Jalan ini bukan mistar, sayang lurus dan tanpa jeda hingga kau tak perlu berpikir mesti kemana Jalan ini berkelok, sayang dengan sejuta persimpangan tibatiba membuatmu berhenti sementara menekan detak jantung tak tahu harus apa Jalan ini bukan permainan, sayang bisa ditentukan acak semenamena sembari mempermainkan logika berharap keajaiban menyelesaikan segala Jalan ini semesta, sayang dan kau pengambil keputusan Jakarta, 17 Agustus 2002 <<< kembali Kau Tuhan Siapa? Sajak FR.Susanti kau tuhan siapa? saat penindasan tak tertahankan, kau hanya melafalkan mazmur penghiburan kau tuhan siapa? saat kami berniat melawan, kau malah bikin kompromi dengan kekuasaan. kau tuhan siapa? saat darah menetes di jalanan, kau justru menonton dari atas jembatan kau tuhan siapa? saat jiwa melayang di udara, kau tak bisa bikin apa-apa kau tuhan siapa? saat jantung berhenti berdetak, kau sibuk menjanjikan surga yang kelak kau tuhan siapa? Jakarta, 9 Juni 2001 <<< kembali Gadis Gunung Sajak Ditha Pradnya Bremantie SMUN 6 JAKARTA Burung pipit berkicau di atas pepohonan Padi menguning di lembah gunung Angin gemulai membelai rambut sang gadis Yang berdiri di tepi jalan Seakan memberitahunya untuk kembali Dari penantian yang sangat lama akan seorang gerilyawan muda Jaman tlah merdeka Perang tlah usai Pengungsi kembali ke kota Berduyun duyun cari kehidupan baru Yang lama tlah ditinggalkan Sang gerilyawanpun meninggalkan desa Meninggalkan cerita Meninggalkan cinta Dengan gagah kembali ke kota Dia kembali ke sekolah Melanjutkan cita cita Membangun bangsa dan negara Jaman tlah merdeka Perang tlah usai Udara kebebasan mulai terhirup Pembangunan mulai menggeliat Bunga bunga kehidupan mulai mengembang Tapi hanya di kota Yang di desa terlupakan Gadis gunung berdiri menanti suatu yang tak kunjung datang Sudah lupakah dikau Padi yang menguning Kicau burung pipit Sudah lupakah dikau <<< kembali Langit di Atas Langit Sajak Ditha Pradnya Bremantie SMUN 6 JAKARTA anak muda pergi ke medan perang dengan lantang mengangkat dagunya dengan yakin dia yang terhebat, terkuat sang ayah mengingatkan jangan kau lantang jangan kau yakin ada langit di atas langit anak muda pergi ke medan perang dengan lantang mengangkat senapan dengan yakin ia menembak sang ayah mengingatkan jangan kau lantang jangan kau yakin ada langit di atas langit anak muda pergi ke medan perang dengan lantang ia tertembak dengan yakin ia mati sang ayah mengingatkan jangan kau lantang jangan kau yakin ada langit di atas langit <<< kembali Saat Merindu 7 Sajak SN. Mayasari H banyak kata yang kubunuh dalam menanti kembalimu di sisiku : bosan, letih, jenuh, lelah, hampa, sepi, sunyi, kosong, bisu, jarak, waktu, duka, tangis, sedih, air mata, putus asa, lara, takut, pisah, ragu, jauh, hilang lama lama aku mulai mengutuki kata rindu, bayangmu, mimpi, angan, bahkan namamu cintaku tak tahu malu! nyemburat gusar sekujur jiwaku mengacaukan pikiranku, rusak tak tentu sayang, tetaplah di situ dulu! aku mau menyisir kalimat hatiku. (kuharap kau tak tahu yang terjadi padaku) Yogyakarta, 210802 <<< kembali Tangis Tuhan Sajak SN. Mayasari H Setiap aku lupa tunaikan shalat yang lima Setiap rak bukuku berdebu dan Quran terselip di antaranya Setiap aku makin jauh berjalan tanpa cahaya Setiap tubuhku menggemuk akan nafsu dunia Dan aku masih nyaring tertawa Kurasa ada isak tangis di dada, Nyesak Bahkan dalam pergulatan semburat dosa-dosa Tuhanku, Kaukah yang menangis? Jawablah! Aku sudah buta mata telinga. yang ada: Dadaku banjir air mata Yogyakarta, 13 Agustus 2002 <<< kembali Impian Sajak SN. Mayasari H seperti kapar pesiar yang gemerlap di tengah malam gelap lampaulah waktu di perjalanan tapi aku ingin bersandar kali ini hentikan gerakan lincah renang dan loncatanku dari laut satu ke satu bersandar untuk rasakan kerling tulus cintamu di pelabuhan hatimu di lautmu beri aku waktu! yogyakarta, 27 juli 2002 <<< kembali Demi Sajak SN. Mayasari H demi matamu yang bicarakan rahasia, demi satuan jumlah tiupan angan darimu kukejar semua kota yang kau datangi sebelum ini. untuk kupelajari tualangan cintamu. demi pantai malang dan air terjun yang menunggu, kubuang segala pesona wajah manca negara. untuk kuhampiri janjimu bersatu denganku. demi diammu, kuhargai bisumu mengatakan cinta padaku. demi kedekatan lalu, demi terjemahan kenangan asmara dulu, kurelakan hatiku lantak menanti nanti kepastian darimu. demi indah matamu pun santun lakumu, sumpahku ngalir akan kesetiaanku. demi jarak pisahan kita, makin misteri dirimu kurasakan. demi aku (katamu), kau harus berlalu. demi cinta, selalu kuminta alasanmu yang tak sekali kau beritahu. lalu kau bilang aku masih anak anak. demi kedewasaan usia milikmu, kuhaturkan terima kasihku yang kecut. demi anggapanmu atas cinta kanak kanakku kubunuh dirimu dalam kalbuku dengan panah tajam rusukku. (terakhir kudengar kau menghilang dariku demi keinginan ibumu) Yogyakarta, 27 juli 2002 <<< kembali Dimuat hari Rabu, Oktober 09, 2002 Aku Rindu Sajak SN. Mayasari H aku rindu jalanan riuh surabaya yang meras peluh ayahku megah supermarket membocorkan tabungan ibuku dan teman kecilku yang ditenggelamkan waktu Yogyakarta, 29 juli 2002 <<< kembali Gelisah Sajak SN. Mayasari H dengan pakaian asap kendaraan yang menjadi udara nafasku hari hari ini lebih terasa berat mengadu ke langit pun tak mungkin sebab bumi pada kita dititipkan tinggal kusut dan pucatlah wajah wajah insan burung burung penerbang meniupkan sejuknya awan nukik jatuh kelelahan tersedak kepulan pabrik pekat dimana lagi pengharapan melekat dan penghuni laut ukurlah kedalaman rumahmu katanya di dasaran kasih Tuhan bersemayam temui dan adukan tiap keluhku kutunggu tunggu kabarnya kau tersesat di licinnya zat kimia peradaban dengan pakaian guruh mesin yang menjadi penggerak kaki tanganku dunia kian jauh dari arti hidup teroboslah tanah hai akar akar tumbuhan hampiri malaikat dan catat pertanyaan mereka yang kelak harus kujawab kunanti nanti hingga datang suara: "kenapa kau tak merunduk saja. dengan pakaian religi ngejar Ilahi" malang 24 juni 2002 <<< kembali Melihat, Menatap Negeri Ini Sajak Insanam Arzust Melihat carut marutnya negeri ini Menatap perihnya hidup di negeri ini Melihat segala ketidakadilan di negeri ini Menatap wajah-wajah lusuh tak bersemangat Menatap wajah-wajah pongah dengan segala keserakahannya Menatap anak-anak kecil berlarian di perempatan jalan Bernyanyi riang dalam kepedihan, untuk kemudian Menadahkan botol plastik bekas minuman Berharap pada belas kasihan Walau sekedar untuk uang recehan Melihat dan menatap negeri ini Terasa ada sesuatu yang hilang Melihat dan menatap negeri ini Terasa ada sesuatu yang sumbang Melihat betapa kayanya negeri ini Menatap betapa Tuhan telah bermurah hati pada negeri ini Melihat betapa alam telah menyediakan semuanya bagi negeri Terlihat jelas ada ketidakdilan dan keserakahan pada negeri ini Menatap anak-anak negeri ini Menjadi pengemis di negerinya sendiri Menatap pemuda-pemudi negeri ini Menjadi buruh-buruh miskin di negeri ini Menatap petani-petani negeri Menjadi sapi perah cukong-cukong asing dan pribumi Melihat 200 juta lebih penduduk negeri ini Berlumur peluh untuk sepiring nasi Menatap negeri ini semakin hari semakin terasa Betapa banyak yang harus kita benahi Melihat pemimpin negeri ini Berkotbah di depan televisi Tapi jelas bukan untuk rakyat negeri ini Melihat wakil-wakil rakyat di negeri ini Saling hantam saling caci Tapi jelas bukan untuk 200 juta penduduk negeri ini Menatap orang-orang kaya di negeri ini Berlomba unjuk kekayaannya Dan sangat jelas itu ditujukan bagi rakyat negeri ini Agar semakin terasa perih hidup di negeri ini <<< kembali Riuh dalam Diam Sajak Insanam Arzust Bogor, 16 April ‘02 Dalam diam, Aku bergemuruh, Riuh, seriuh-riuhnya Mari , Mari , Riuh, dan riuhlah bersamaku, Mari, Mari, Bernyanyi, bernyanyi bersamaku, Nyanyian jiwa yang merindu, Merindu akan – Mu Mari , Mari, Berdzikirlah bersamaku <<< kembali Bogor, 21/04/02 Sajak Insanam Arzust karena dosa, hidupku kini menjelma menjadi do’a dan air mata berharap pada rahmat & ampunan-Nya <<< kembali Pada mu Sajak Insanam Arzust Bogor, 14 April 02 pada rajukmu, aku merindu pada senyummu, aku menunggu pada sapamu , aku gagu, pada tangismu, aku termangu pada tawamu, aku saru pada dustamu, aku pura-pura tak tahu pada marahmu, aku menyerah kalah pada genitmu, aku gundah pada kecupmu, aku kehilangan nafas pada kelembutan hatimu, aku jatuh cinta <<< kembali Kucari Kamu Sajak Insanam Arzust 14 April 2002 Kucari, dan Kucari kamu, Di sepanjang jalan yang pernah Bahkan terlalu sering kita lalui bersama Kucari, dan Kucari kamu, Di tanjakan jalan depan kostmu. Kucari, dan Kucari kamu Pada pagar besi , Pada kursi teras dan tangga kostmu dulu, Kucari, dan Kucari kamu, Pada bangu-bangku beton Di pelataran kampus kita dulu Kucari, dan Kucari kamu, Siapa tahu tengah duduk Di bawah pohon randu Di taman depan kampus kita dulu Kucari, dan Kucari kamu, Disetiap kelokan, persimpangan, dan tikungan jalan yang pernah kita lalui dulu Berharap muncul seraut gambaran wajah itu Kucari, dan Kucari kamu, Di dinding, tembok, bahkan balik pintu kamarku Kucari, dan Kucari kamu Bahkan di kost-mu yang baru Tapi yang kutemui hanyalah potongan-potongan kenangan Yang semakin membelenggu ....................................................................... <<< kembali Aku Dan Kau Sajak Ratna Ningsih (SMU 6) Derita adalah ibuku Bahagia adalah ibumu Ibuku adalah pemberian Tuhan Yang terpendam bersama rasa iri dengki Aku ini jiwa sang derita Bila kau tertawa jiwaku meratap Dapatkah kau memahamiku ? Tidak... Kau berenang dalam arus kehidupan Lurus terus tanpa menoleh Aku terus mengamati mu Dalam hatiku yang asing dengan mu Bising...! Aku teriak Tidakkah kau mendengar jeritanku? Kebisingan membutakan telingamu dan mengeraskan hatimu Hati yang tak pernah peduli. <<< kembali Aku Dan Kau (II) Sajak Ratna Ningsih (SMU 6) Kau tinggal dalam kepalsuan Tiada cermin untuk berjaga Namun kau tetap tertawa Mengeluarkan racun berbisa Diantara kemilauan harta tiada tara Aku menangis karena aku terpisah dari intisari kehidupan Dan kau tertawa karena terikat erat pada sebongkah tanah penuh kepalsuan <<< kembali Seperempat Abad Sajak Ratna Ningsih (SMU 6) Ibuku melahirkan ku seperempat abad yang lau Dua puluh lima kali aku putari matahari Dan entah berapa kali bulan mengelilingiku Namun belum ku pahami arti cahaya itu Seperempat abad ini aku berlayar dengan kehidupan Namun dahaga masih menyelimuti ku Seperempat abad lalu aku halaman kosong yang bernyawa Sekarang diisi kata kabur jauh dari makna Mulai seperempat abad lalu roh kosong membentuk jiwaku Mengunjungiku menyanyikan gita sendu nan hampa Bukan itu yang ku harap <<< kembali Bunda Papa Sajak Ratna Ningsih (SMU 6) Mengapa kau tinggalkan alam abadimu Mengapa datang kemari tuk membagi duka denganku, anakku Kau pergi dari alam malaikat Dari kebahagiaan abadi Turun ke dalam penderitaan Apa yang dapat ku beri kecuali air mata Yang tak dapat membesarkan mu Tak ada sutera, Tak ada susu Hanya ada sekerat daging Yang ku harap dapat menghangatkanmu <<< kembali Doa Sajak Mangathur (SMU 6) Doa ialah suatu panggilan Doa ialah suatu pendengaran Doa ialah suatu pelabuhan Doa ialah suatu lampu Bersinarkan Allah.. <<< kembali Menatap Ke Atas Membuat Leherku Sakit Sajak Sananti (SMU 6) Kadang tak sengaja kumelihatnya Senang rasanya berada disana Selalau tertawa, gembira Tidak ada kekhawatiran Tapi sakit rasanya kepala ini Jika selalu melihat kearah sana Kepalaku harus menatap keatas Membuat tulang-tulang leherku sakit Tapi jika aku melihat sebaliknya Sedih aku melihatnya Mungkin bisa menitikkan air mata Tapi….. Aku tidak boleh melihat ke arah itu Lebih baik jalani hidup ini Dengan penuh usaha Dan penuh harapan… <<< kembali Bulan dan Bintang Sajak Pusvyta telah ku tunjuk diriku menjadi bulan di hari malammu telah kupilih diriku menjadi mentari pagimu namun rela ku jemput nyataku ada bintang yang lebih mempesonakanmu buat hari-hari bersamaku bersamamu jangan tutup diarinya dengan kunci mati yang tak bisa lagi dibuka, karna rela ku telah harus terjadi, walau asa masih saja datang melukis dirimu dalam kanvas retinaku... Vytz <<< kembali Matahari Sajak Gilang SMU 6, Jakarta Tuhan, Dapatkah kau miringkan sedikit, Mataharimu, Hingga teriknya tak membakar keningku Dan silaunya tak menembus mataku Aku hanya ingin Mencapai sekolah Lewat pematang sawah Milik pak tani Tuhan, Dapatkah kau condongkan sedikit Mataharimu, Hingga silaunya tak menembus mata, Sopir mercy temanku yang dikota Mengantar tuannya ke sekolah Lewat jalan Sudirman Milik kota metropolitan <<< kembali Melankoli Dua Jendela Sajak Feri Suranta Ginting kau berdiri di seberang jalan menatapku dari balik jendela aku berdiri di seberang yang lain menatap anak matamu, juga dari balik jendela kosen-kosen kayu kaca-kaca berdebu menjelma harmony gemuruh dua hati jadi satu kau berdiri di seberang jalan menatapku dari balik jendela aku berdiri di seberang yang lain menyelami kedalaman hatimu, dari balik jendelaku "mari kita terbang mencari taman," ajakku "aku ingin tapi di luar banyak serigala." jawabmu <<< kembali Melepas Sajak Abustomih (SMU 6) Ia tersenyum di dekapku matanya yang sayu mulai meredup nadinya kian lelah berdetak hangatnya pun kian merendah tak pernah ku lepas jemarinya yang halus yang selama ini memelukku hingga aku terlelap di pangkuannya senyum itu pun mulai memudar matanya yang sayu kini telah tertutup nadinya telah tertidur detak itupun tidak kurasakan lagi ia pergi bersama kasih sayang ia pergi bersama cinta ia ibuku... <<< kembali Semoga Mereka Tahu Sajak Abustomih (smu 6) Aku berdiri tanpa tulang di kerapuhan malam di pinggir terminal mencari ubin yang belum di tempati untuk ku sapih lalu kutiduri teman setiaku malam ini datang lebih banyak seperti biasa ku hilangkan dahaga mereka dengan darahku Andai saja mereka tahu darahku sudah tak bersih lagi mungkin malam ini aku akan sendiri tanpa mereka kulepaskan lelahku di helaian kardus serupa sutera goni walau dingin terus mengusikku aku tak peduli aku ingin melepaskan semua sekarang... <<< kembali Selagi Uring Uringan Sajak A. Kohar Ibrahim selagi uring uringan tertunda nyanyian irama asmara untuk menghalau suasana pengap galau pengacau terkutuk kaum pendusta perompak perampok nusantara para pangeran penguasa lautan daratan belantara gedung gedung megah indah sarang laba-laba 24 agustus 2002 <<< kembali Untuk Saudara Saudari Sajak A. Kohar Ibrahim untuk saudari saudara tercinta jangan kaget, gusar apalagi kecewa ini hanya sekedar sewarna suara dari sekian ragam pernyataan tentu ringan bernas senantiasa seperti melodi cinta kasih nan indah atau pun drama asmara menggelora ouah, ouah! bukankah kalian tau dalam bercinta pun terkandung rejaman perasaan yang sering tak tertanggung? rasa sendu kecewa curiga dan cemburu? apalah bedanya ketika manusia direjam atau pun dimamah cinta bunda pertiwi hanya mengeluh merengek merindu atau muntahlah seribu busah kata sahaja? janji janji mengabdi nan setia? berteriak serak "sekali merdeka tetap merdeka" "viva o muerte" ? ah, ah! kiranya tidak cuma janji janji penuh mesra lagi sumpah cinta kasih sesekali juga boleh sih membludak urah murah dalam menyaksikan perilaku yang kebangetan dari kaum durjana dan setan siluman sesungguhnyalah saudari saudara siapa pun juga boleh menyatakan segala perasaan senang atau pun uring-uringan kalian selayaknya berlapang dada mendengar segala ragam nyanyian hati sanubari manusia zaman ini sekedar tanda syukur menghirup udara m e r d e k a ! (awal 2001) <<< kembali Di Atas Atap Sajak Cecil Mariani di atas atap, malam kuajak bercakap desir angin dan kedip bintangnya tak sisakan jemu mengenangkan kisah timurnya barat dan setetes harap pecahkan sihir yang beku hingga bermil mil jauhnya di atas atap telanjang menentang malam desau lafal suaranya begitu riuh, tak sabar aku akan keterbatasan fana seandainya inderaku semua juga yang uraikan bahasa nya ah, malam, yang ada padaku kesesakan cinta kuperdengarkan di juntai pesisir gelap telinga telingamu karena tak ada lagi manusia yang mau mendengarnya tak ada padamnya ketika semua mengeluh untuk kulupakan saja di atas atap sepi yang amatlah tidak sunyi di kerajaan bayang-bayangmu aku berdiri membusung tetapi bersembunyi, supaya tak satupun telinga manusia mendengar keluh itu atau justru biar terkumandang mengendarai luasnya angin anginmu di atas sini hanya antara ruang dan waktu lalu kau dan aku mungkin kupikir dahsyatmu kan berbuat sesuatu untukku atau barang setitik bijak kerentaanmu turunkan embun teduh melabuhkan sedikit tenang buatku "tidurlah, katakanlah esok pada siang..", desis malam padaku <<< kembali Pengakuan Sajak Cecil Mariani membisikkan derai jemu kemarin hari dalam panas yang terlupa dalam hujan deras hari ini satu perih telah menyembunyikannya di balik layar optis karakter-karakter bahasa program phyton dan firebird, menyangkali lagi dan lagi dalam nyinyir sakit hati maafku tak akan sembuhkan sakit di penghujung tahun ia tenggelam dan menghilang setahun lalu kita bermesraan setahun lalu nanar kata-kata tanpa kejujuran telah kutuang dan nafsu itu adalah korek api yang terlanjur terbakar dalam abu padamnya telah mati semua bara dan percikan telah kukembalikan kejujuran, walau seperti tak berperasaan dan tak akan kukembali kepada kegelisahan yang sama yang telah membawaku kesini cerita itu dihentikan oleh menyangkalan hati yang kecut karena dilukai cinta sakit tak terperi semua orang pernah patah hati ada yang marah ada yang pecundang tetapi ia lenyap, dan aku tak peduli lagi <<< kembali Dimuat hari Selasa, Oktober 08, 2002 Akhirnya Sajak Rommy Arella Akhirnya pintu itu terbuka ..... setelah sekian lama . Jarum jam tak tertarik untuk berputar dan jendela tak bosan memerangkap pengap , ......... Ia ingin keluar , ia sungguh ingin Perempuan itu ingin melihat matahari, bunga , pohon - pohon Ia ingin berteriak lepas setelah ribuan tahun gramafon tua di sudut kamarnya berdenging memainkan lagu yang sama di kedua telinganya . Tak memberi kesempatan untuknya berbicara Ia bahkan ingin tahu seperti apa makhluk yang dinamai lelaki itu . Pangeran dalam buku - buku cerita kuno berdebu mendekam selama ini di bisu rak pikirannya ( - Mungkin saja nanti, ia ingin kegadisannya direnggut , Sekedar ingin tahu rasanya menangisi kesedihan yang sunguh terjadi Bukan kesedihan yang cuma bersembunyi di alam pikirannya.............- ) Akhirnya pintu itu benar - benar terbuka . ( Cat mengelupas , bau kayu lapuk terbatuk -batuk Derit engsel tua, berkarat menyanyikan sebait lagu . Entah apa ...) Ia ingin lepas keluar. Sekarang ini yang perlu dipikirkannya hanyalah cara memutus rantai yang mengikatkan pergelangan kakinya pada ranjang tua yang pucat ini.............. Surabaya , September 2002, Rommy Arella <<< kembali Kisi-Kisi Sajak Rommy Arella Kisi - kisi di depan jendela mengingatkan pada putri lagi malu - malu tersipu -sipu saat sinar pagi menghampiri Celah - celahnya seolah enggan kala matahari menelusup menembus ke dalam, sambil sebentar -sebentar jemari mencolek - colek tubuh Namun ketika malam begitu tega . Remang - remang, kering tanpa sinar , sedikit -sedikit mulai ia resah tergopoh - gopoh merindu mencari - cari............. Surabaya , September 2002 , Rommy Arella senjajingga@yahoo.com <<< kembali Kukurung angin Sajak Hayat Kukurung angin Yang membawa cinta darimu Sebagai teman paru-paruku <<< kembali Pygmalion Sajak Hayat Mengumpatmengejekmencercamemakimenghinamengutukmerendahkanmenjelekjelekkansinisiridengkimengolokoloksombongsokpintar. Tidak kutemukan Dalam kamus pygmalion <<< kembali Ibu Sajak Toni AL bumi telah begitu renta selagi anakmu belajar mengeja ubud, 2002 <<< kembali Aku dan Bayang Bayang Sajak Cecil Mariani aku dan bayang bayangku bersisian bergantian memimpin jalan bayang bayangku selalu tahu dimana matahariku sementara aku mengerti kan absen cahayanya aku melangkah di depan sesekali, di belakang sesekali tak terpisahkan kami kecuali di kegelapan atau kulminasi tengah hari dimana satu dari kami mati dan sebuah rentang kala tiba ketika cahaya bersinar jauh di belakang membeku pendarnya tak lagi terbenam atau bergeser di sudut tumit ku tempat bertemu kutelusuri bayang bayangku jauh mendahului dalam figur jenjang meraksasa gagah menyapu jalan jalanku saat itu kutahu bayang bayangku memeluk hidup yang sekonyong dinyalakan untuknya menjadi semakin indah dan indah dan indah.. mengalahkan bahkan aku yang nyata menjadi bias temaram tertakluk nirmana berbeda dan aku memandanginya tanpa makna mengurai rasa sekarang siapakah yang bayang bayang? aku atau bayang bayangku? karena terlanjur kumembenak seandainya aku bisa seindah bayang bayang <<< kembali Jiwa Tanpa Usia Sajak Cecil Mariani usia tak menjamah jiwa lekang hanya meremuk tubuh tubuh sebelum ranumnya melimpah dalam maut jiwa tak kenal waktu dan tempat kemana ia berkelana hanya pintu pintu sukma berjajar yang berjaga dan benak mengekang tali temali kendali akan jalan jalannya jiwa adalah langit jiwa adalah hujan jiwa adalah pelangi tak terpenjara waktu di rahimnya lah skema semesta besar, kecil menunggu setiap denyutnya melahirkan anak anak kekal dari setiap kecipak hidup kepada genapnya tubuh dan daging terhenti langkah tersurut di kapiler kala jiwa sewaktu bagai cair korosif yang bergolak rusakkan wadah daging tanpa sanggup tubuh menahan limpah langlangnya ke segala <<< kembali Barangkali begitulah aku... Sajak Pulung Amoria Kencana Terdampar Sepi Sendirian Mencoba melongok keluar jendela Menghirup udara yang berbeda... Tapi berangkali begitulah aku Selalu kembali pada guaku (LeBul: 18.09.02) <<< kembali Permintaan Sajak Fandra Febriand tolong jauhkan aku darinya ! yang telah menanam benihnya di dadaku menghidupkan getar jantungku lalu mengeleparkannya pedang ditanganmu tak berarti apa-apa dibanding tatap juta makna di matanya menawarkan dua sisi berlawanan tolong aku... jika benih itu menjalar bisa kaku kakiku tak berdarahkah kau lihat ini wajah ya karena itu kuminta jauhkan yang memendamku terpidana olehnya <<< kembali Satu Malam di Bulan November Sajak Fandra Febriand merampungkan kegelisahan takkan pernah usai. ini pun bagian dalam merentang jarak. memastikan setiap langkah adalah keangkuhan yang memakukan setiap detak tanpa keraguan. adakah bias yang menapak bila terhenti di tengah jalan? takkan ada. terus mengoyak hari menyeruduk memaki setiap detak ini biar tak padam. tergerak dalam pusaran masa dan kita terus melangkah kedepan. tak pernah mundur. lalu buat apa memuja masa lalu? hanya romantisme picisan yang memaksa untuk mengulang, sedang keadan jauh berubah. bukan, sekali lagi bukan hendak meremehkan sejarah, hanya detak jarum maju yang terus berputaran. masihkah terpaku dalam lamunan dulu. wahai malam... aku mulai muak denganmu yang menerka setiap peluk untaian menikam satu cerita. tak kunjung meraih malah menerka setiap pojok yang aku jabarkan merangsang maju untuk melengkungkan ia punya lalu seseorang merengkuh bayang yang menciptakan siluet. memancarkan bayang indah di balik kelambu dan taukah kau siapa yang bersembunyi dan me-reka semua ini .."aku". perputaran yang mendadak itu jujur mengagetkanku, perputaran yang mendadak itu jujur bikin aku limbung sadarkan fluktuasiku. angin lalu pun bersimpuh mungkin beri restu. dan kau lihat aku di sini terbatuk dalam tawaku... irisan silet mentasbih wangikan musim olesan pengkait detak penuhi janji, kelokkan untaian garis itu terjelas dimana ujung dimana pangkal. putaran yang tertingal basi perikan asamnya, meretas matahari mengutuk malam yang esok akan tentu hadir lagi. bandung, 2002 <<< kembali Sketsa Satu Waktu Sajak Fandra Febriand potret yang mengantung terbayang-bayang oleh muka ratusan detak meredup dalam cahaya petromak sisakan abu semalam pernah pula jalan berdua saja tanpa lilin hanya matamu hiasan pengabar kilau dan merepih aku tapi tidak siang ini aku nyeri di hadapmu.. pergilah dengan cakarmu aku berhutang banyak padamu <<< kembali Titik Nadir 2 Sajak Fandra Febriand pori-pori menutup keringat terkatup tinggi meraup melayang kantuk petikan surgana memaki mengundang ribuan hamba menadah ke atas bagai muntahan buluk ya terbang aku tinggalkan dinginnya tanah mengangkasa dalam bayang putih mengaduk sisi terdalam lalu kuakkan biar bersih dalam perandaian yang maya pula bandung, 2002 <<< kembali Titik Nadir Sajak Fandra Febriand saatnya tiba sudah setelah musim yang tercuri terrelakan angin pembawa musim beranjak perlahan sisakan lubang menganga angkuh merubuh peluh saatnya tiba sudah mengeruk dalam lipatan lumpur lumuri sekujur raga telan impian rembulan biar tak berwujud menapak jengkal demi jengkal saatnya tiba sudah labirin yang kemaren tak terkuak sedang yang esok terlingkup batas pandang bahtera berlayar kembali berpagut ombak bergulir dalam angin lalu pada sebuah senja di pelabuhan renta terbahak tertawai karang tak ada jikalaupun ada terhempas dalam tepian hari Jatinangor,09 okt 2001 <<< kembali Noktah yang Tersisa Sajak Fandra Febriand peluh yang merembes itu sendiri saja. tiada kawan menetes merambah kata. tiada cawan lumut yang menghitam angkuh menawan tetesan penghijau biar tak rawan ini cerita tentang orang asing merengkuh detak membasuh lembaran lalu jerat perih. biar lega dengan selembar kartu dalam dekap usai matahari. jaga berkaca di atas kata tak ada.. ia tetap mengangkasa Bandung, awal Januari 2002 <<< kembali Rindu yang berahi Sajak Thrio A Tayib derumu, duhai rindu yang berahi! bikin aku tersudut di kesendirian jakarta:21/8/02 <<< kembali Partitur Rasi Bintang Sajak Cecil Mariani di beludru kelam langit kemarauku ku tahu tak sendirian menjala kerlip bisu lihat titik titik cahaya bintang tegar bertahta walau mungkin hanya butiran embun atau tetes air mata dan atasnya kita menghitung geometri hati tiap jeda jaraknya yang jadi komposisi lihatlah langit kemarauku tengadah di bentangnya berdentum ritmis melelehkan kata dan jiwa kita adalah instrumen musik di langit bentang partitur cahaya dari kerlip ke kerlip dari aku ke langit inilah lagu hayat yang barulah nyaring terkumandang titi nada yang selamanya terbentang dituliskan bintang di kesunyian yang paling sunyi lihatlah musik terjaga tiada surut di langit malam semata hakekat yang dengan rendah hati diam diam telah membebaskan <<< kembali Ibarat Bunga Sajak Maggie Liando kaulah akar dan ranting pohon dan akulah bunga yang tumbuh di atasmu menghias dirimu hingga kau tampak cerah corak warnaku adalah kebanggaanmu dan hidupku adalah separuh nyawamu saat kau mati akupun layu tapi saat kau hidup aku bercahaya meski aku telah dipetik sejuta kali aku akan tumbuh dua juta kali bagimu tak akan ada makhluk yang dapat memisahkan aku darimu mereka tak akan dapat membuatku tumbuh dari tanah meski sejuta abad mereka berusaha aku tetap mati terkulai tanpa dirimu dan aku sangat bersyukur karena aku telah mati sebab tanpa dirimu.... aku kesepian buat: yang tercinta, Dian Wirawan K <<< kembali Gadis Hitam Keriting Sajak Rani Ditya Amelia Gadis hitam keriting itu sedang berdiri di bawah kamboja Gadis hitam keriting itu sedang menangis hampa Gadis hitam keriting itu meratap kepergian kakeknya Gadis hitam keriting itu kini, sedang berdoa Gadis hitam keriting itu adalah..... aku <<< kembali Tidurlah Kekasih Sajak Fidal Tigan Tidurlah kekasih Janji kita meminang senjakala. Tarikan nafas kita menyatu di pangkuan malam sunyi. Angin berhembus menderu Tidur-tidurlah kekasih, jaga jagalah kesadaranku" Lalu kita menari, diiringi musik malam yang berbunyi. <<< kembali Ningrum Sajak Surya Darma Kembang-kembang pagi harpita kembang antara marmer kaca-kaca bukan di taman bunga orang ilalang lalu pandang sapa merta kadang bicara bisu jawabku tebar senyum tanpa tawa entah berapa lontaran kata serupa hingga jelang senja biaskan saja senyum buat semua <<< kembali Sebuah dongeng tentangmu, Fanny! Sajak Pulung Amoria Kencana Kemudian engkau mencoba melongok kebelakang Kembali Kepada waktu yang telah membesarkanmu : “Dulu, saat-saat murni dan lugu” Tapi waktu terus berjalan Seiring dengan langkahmu yang kian panjang mengejar impian : ”Inilah aku di dunia kedewasaan” Seperti Hansel dan Gretel kau coba menelusuri lagi jejak-jejak remah roti Masa-masa indah yang masih selalu ingin kau nikmati : “Pada mata-mata lugu bocah-bocah pecinta itu” Hingga kau lahirkan sendiri malaikat-malaikat kecil itu dan sampailah engkau pada surga pertamamu... : “Terima kasih Tuhan, atas dia yang telah engkau pilihkan” (Dan inilah doa sahabatmu) Lebul, 18.09.02 <<< kembali Dimuat hari Senin, Oktober 07, 2002 Sajak Kirmizi Membatu Sajak Sihar Ramses Simatupang altar-altar memporak-porandakan ribuan kirmiziku tercungkillah segala kerak batu di atas kaok nazar, terkais ketak terhinggaan : mengenang nama Mu langit hitam termamah kerak terbiak malam : ada teduh Mu dunia melesat tanpa kendali puting-beliung beralih rupa jelmaan gerimis jelmaan bintang dosa mekar jadi luka (huruf pengeja nama Mu : menyembul satu demi satu). ada matahari ada garis semesta termuntahkanlah lautan terpilinlah tubuh berkeriap jadi nafas Mu jadi nafasku itulah hari pertama sampai pada tangisku (waktu terus mempermainkan tubuh tangan-tangannya lunglai merangkai doa tentang Mu) 2002 <<< kembali Suatu hari saat sakit aku bersama-Nya Sajak Diana Gustinawati Seperti seorang anak yang manja, aku bayangkan wajah Emak menatapku dengan cemas sambil mengelus anak-anak rambutku yang berpeluh seperti seorang anak yang rindu, sekelebat senyum Aba merangkul wajahku yang panas sementara sejuta duri seperti menancap dikepalaku Seperti seorang yang mencari perhatian, sekelilingku terbayang wajah-wajah teman-temanku menatap penuh iba Seperti Seorang istri, serasa angin membawa selaksa perhatian suamiku tepat disisi kamar yang berdebu hari ini, aku manja dalam khayalku yang sebentar-sebentar menguap, lalu sebentar lagi tertulis diawang-awangku yang sendiri "Kau sendiri sayang, Aku tau itu" Dia menyapaku saat tahajud lemahku "Aku tau Allah,tapi aku tak ingin sendiri, aku rasa aku boleh berkhayal semauku khan?" "Berkatalah dari jiwamu bahwa Aku bersamamu" "Aku ingin, tapi tidakkah itu semu?" "Sayang, bila kau yakin aku ada maka Aku tak pernah semu. Karena semua bayanganmu dalam kuasa-Ku" Dini hari ini,khayalku mendadak pergi Seperti seorang anak yang manja, Dia bersamaku saat ini membelaiku, menatapku dan memperhatikanku dalam hitungan detik demi detik hembusan nafasku yang panas merasakan itu walau lelahnya mataku tak mampu menembus rahasia mayapada Betapa rinduku dalam sisa-sisa tenaga "Allahumma 'afini fi badanii,Allahumma 'afini sam'i,Allahumma 'afini bashari..Laa ila hailla anta" bandung saat isra'mi'raj 1423H "hanya pada ALLAH kita berharap" diana <<< kembali Kacamata Sajak Heriansyah Latief katanya ke jakarta tujuan kita aaah, tanyalah pada hujan musim gugur kemana mustinya kita pergi? setelah puluhan tahun berkelana nasib ini seperti ditiup angin bulan november terbang melayang kesana-kemari akhirnya pulang lagi ke jakarta, oya? o sahabat, dimanakah kita bisa berjumpa? padahal hati sudah tak sabar lagi ingin cerita dongengnya si pengembara rabalah, rahasia hidupnya yang berlapis-lapis ternyata seperti topeng kertas menutupi sukmanya katanya ke jakarta kita mencari inspirasi, sunyi diantara keramaian urbanisasi siapkanlah 'kacamata' asli buatan tanah air kita salam, heri latief apeldoorn, 06/10/2002 <<< kembali Di antara mimpi dan realitas Sajak Heriansyah Latief untukmu sajak ini kutulis karena rindu durinya tajam menikam tepat di ulu hati tiada obat bisa mengobati rasa kangen yang meluap-luap! api nafsu ingin mencumbumu mutiaranya sang dewi malam terselip diantara indahnya hayalan mungkinkah harapan ini bisa terjadi? diantara mimpi dan realitas ada sirkus kehidupan panas, membara, membakar ambisi sifatnya manusia suka memuja ilusi silaunya rayuanmu membelit perasaan andaikan dongengnya sia-sia abadilah kisah percintaannya nyanyikanlah balada sunyi-kesepian anjing liar-rakus melolong kepada bulan langit muram tapi hatinya percaya yang ditunggu pasti datang sayangku untukmu sajak ini kutulis heri latief apeldoorn, 07/10/2002 <<< kembali Sembahyang Waktu 1 Sajak Qizink La Aziva Nyanyian jasad kaku terkubur mengoyak-oyak detak jantung ialah rima abadi yang menyusup kedalam seluruh nadi dan pada titik akhir takdir: kita sadar telah usai menyembahyangi waktu. Anyer 280902 <<< kembali Sembahyang Waktu 2 Sajak Qizink La Aziva Adakah yang lebih abadi dari masa lalu? jika daun-daun pun akan mengembalikan waktu yang dihirupnya kepada tanah "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un" sebelum pertemuan perpisahan adalah yang paling pasti terjadi dan mimpi kita tentang embun yang meretas menggenangi tapak kaki hanya sebagai bisikan angin menyapu musim. Anyaer 280902 <<< kembali Untuk Perempuan Cerdas Sajak Uswah Habibah perempuan, kau adalah lipstik kau adalah bedak kau adalah maskara kau adalah blush-on kau pun rok mini kau pun kutang kau pun bikini kau pun tank top kau juga pembalut kau juga panty-liner kau juga pil kb kau juga tampon kau: komoditi! maka pasanglah bandrol di kepalamu! Depok, Okt. 1 2002 <<< kembali Terkekang Sajak Santi api tak pernah padam di rumah kami menjilati apa pun di dalamnya menari tarian yang tak dimengerti mengecap ngecap mata nanar menelanjangi diri dari kehidupan abadi ------ 16 feb 02, mlg <<< kembali Mencari yang Perlu Dicari Sajak Santi ada pohon di depan pagar menaungi rumah kami dari matahari sinarnya tak terlalu menyilaukan tapi kenapa masih saja mata kami buta semalam daun dan buah jatuh menimpa genting suaranya nyaring segera buat kami terjaga dari tidur yang lelap kami meraba dan merapatkan diri ke dinding bagai cicak merayap merayap dan merayap mencari dimana letak pintu setengah jam akhirnya kami berjumpa pintu berderit sakit di telinga tanda tak pernah dibuka seakan menyayat hati sejam kemudian di pagar melihat ke atas ke bawah kiri kanan mencari yang jatuh dengan mata hati malang, 28/03/02 <<< kembali Sebab Engkau Sajak Zainal Arifin Maka larilah aku pada sepi sebab yang kumiliki satu persatu jatuh luruh Sunyi selalu mengutuk membawaku pada satu tikaman belati tepat dijantung ini. Dan kesenyapan selalu mengatakan, mampuslah kau! Akan kukenakan selempang kekalahan itu sebab untuk bergerak, aku sudah tiada mampu <<< kembali Perempuan di tepi dunia Sajak Alina Kinanti Perempuan di tepi dunia Sendiri menyulam angan Kekasih tak hendak menyapa Perempuan di tepi dunia Sendiri merajut malam Kekasih tak mau mencinta Perempuan di tepi dunia Sendiri menenun asa Kekasih tak kunjung tiba Perempuan di tepi dunia Menangis sepanjang masa Kekasih dambaan hampa tiada Persada tercinta, 150902 [10.00 wib, MSB] <<< kembali Pencarian Kupu-kupu Sajak Alina Kinanti Tak kutemukan jua Bunga-bunga indah itu tlah kucari sepenjuru dunia lelah...tapi ku takkan pernah menyerah sampai takdir menghentikannya kepakku kian lemah :dimanakah kau bunga? Persada tercinta, 180902 [18:55 wib, MSB] <<< kembali Jimmy Pramoedya Sakti Sajak Heriansyah Latief proses kelahiran anakku yang satu ini memang kejadian yang luar biasa séh! setelah puluhan jam menanti-nanti bayi itu akhirnya menyembul, bleb! kepala yang berambut hitam berhidung pesek berkulit putih uuuh lehernya dililit tali pusar syukur alhamdullilah edith sang bidan sangat cekatan melepaskan 'kalungnya' jps dan sang bayi menjerit! setinggi langit mengabarkan kedatangannya! bayi itu tumbuh terus seperti bloemkool sehat wal afiat banyak ketawa dan juga menangis jps, jadilah anak yang baik yang dicintai handai dan taulan demikian doa orang tuanya semoga Tuhan ikut mengasuhnya, amin salam, heri latief apeldoorn, 2000-2002 <<< kembali Aku Bukan Apa-Apa Sajak Indy Risakottta aku bukan matahari yang dapat memberi kehangatan ketika dingin memelukmu aku bukan rembulan yang dapat memberi penerangan ketika gelap mengurungmu aku bukan angin yang dapat menghembuskan kesejukan ketika gerah merengkuhmu aku bukan air yang dapat membasuh dahagamu dam membersihkanmu dari debu dunia aku bukan tanah yang dapat menopang tubuhmu ketika kau goyah untuk melangkah aku hanya manusia biasa dengan segala kelemahan & kehinaan mengajakmu memulai cerita <<< kembali Mata Kekasih Sajak Bayu Indrawan Di matamu kulihat cakrawala Yang indah mempesonaku Di matamu kulihat sebusur panah Yang melesat terbang menusuk jantung hatiku Di matamu kulihat bulan purnama Yang tidak panas namun menerangi Di matamu kulihat penantian panjang menyapa dan memanggilku "segeralah kamu ke aku" <<< kembali Sore Dalam Sebuah Drama Sajak Rommy Arella Titik - titik air tertawa - tawa di awan Titik - titik air melompat ke atap. Bermain - main di bubungan rumah kita Meluncuri tebing curam genting . Jatuh tercebur di ombak yang riuh bersorak : "Sakitkah engkau ? Sisi sebelah mana yang sakit ...?" Titik - titik air meluncur di kelokan talang Titik - titik air berenang - renang di talang . Sembari bercanda merambat di dinding rumah kita , merambat di kaca , sebagian memercikkan dingin jatuh ke lantai sebagian lagi jatuh ke tanah . Hilang dan kita tak bisa melihatnya lagi Sore itu , -seusai gerimis reda- , sadarlah kita : Titik - titik air telah membasahi pipi kita Surabaya ( yang sedang gerimis ) , Rommy Arella , Awal september 2002 senjajingga@yahoo.com <<< kembali Malam Sajak Darma Mohammad Malam bagai sehelai daun terhampar di ruang kamar lalu aku baring di atasnya kedinginan. -Darma Mohammad (Kelantan,Malaysia) <<< kembali Hati Hujan Sajak Cecil Mariani di hati sebuah hujan hidup rintiknya denyutan mengalir deras doa-doa buat luruhkan tiap kotoran di hati sebuah hujan cipratan dingin embun selubung kelana daun dan rerumputan.. melarutkan beku keresahan ke setiap butiran tanah dalam dengkuran letih roh rohnya yang tertidur di hati sebuah hujan ada kenangan-kenangan kemegahan yang rawan luncuran tetes air, lembab ke atap atap kegerahan di jendela jendela berjalan bercumbu pada jalan-jalan tergenang riuh festival emosi manusia saling bersilang di perjalanan berpapasan cerita dari siklus pelukan ke dekapan bertabrakan sekilas, sekejap, mengalir berjuta-juta serpihan ada kasih tanpa jeda deras keras mengumbar diri pada tanah setia menerima hujan, terik, kelabu badai dalam cinta di hati teduhnya sebuah hujan ada kerinduan untuk pulang kepada tepian langit dan awan-awan.. hari ini Jakarta hujan <<< kembali Malam Ini Langit Bersih di Pelataranmu Sajak Cecil Mariani malam ini langit bersih di pelataranmu bintang raya menjamu slimut kelam hingga ujung-ujung hamparannya selamat malam, lama sekali aku tak lagi pulang hari ini kuketuk lagi pintumu berjongkok lagi di ambang sunyimu aku tak rindu hanya menjemput lambaian tanganmu dari surat yang kau titipkan kepada seorang asing yang sekali pernah menjabat tanganku menganguk sebutkan nama, dan muntahkan getaranmu kita berdua selalu memeras intisari hatiku hingga aku dan aku saling mengerti aku pulang, sarat beku yang menghantu kembali berlari padamu kita selami lagi makna, kita selami kita <<< kembali (belum bisa kujuduli) Sajak Agustinus Wahyono kucium aroma sunyi menyelimuti ruang kita yang mematung mati rasa diri kita terbekap prasangka percuma dalam sua jejak sajak kucium gelora sepi menepis sisik-sisik kata yang menikam punggung kita dalam sua jejak sajak kucium sayap senyap meresapi dinding ruang antara kita yang terjerat paranoia sia-sia dalam sua jejak sajak ******* babarsari yogyakarta, 25 agustus 2002 <<< kembali Di Negeri Kawasan Pesakitan Sajak A. Kohar Ibrahim di negara kawasan pesakitan bukan hanya jutaan insan manusiawi kesakitan bahkan hutan belukar juga terbakar kemarahan berkobar kobar 24.08.02 <<< kembali Bocah-bocah Mati Kelelahan Sajak A. Kohar Ibrahim bocah bocah mati lapar kelelahan menangis dalam pangkuan bunda terpenjara di alam kegelapan dunia kehidupan kuli kuli pengemis kapitalis 24.08.02 <<< kembali Selagi Saudara Saudari Dicambuki Sajak A. Kohar Ibrahim selagi saudara saudari kuli kuli dicambuki negeri tetangga sendiri kaliah malah tawa gelak terbahak-bahak bersama pelawak menari dan makan-makan dalam pesta tujuhbelasan ah, tahukah di mana kalian letakkan perasaan aspirasi kemerdekaan? 17.08.02 <<< kembali (tanpa judul) Sajak Mumba Suatu hari aku akan menuliskanmu puisi atau syair atau apa saja Yang bicara tentang cinta, mu padaku, aku padamu Yang akan membuat semua orang terkagum, terharu, dan segera akan meraih kertas, tisu atau apa saja yang ada di sebelahnya Untuk kemudian dikirimkan kepada orang lain, tempat mereka merasa seperti aku padamu Puisi itu akan bercerita tentang kita, ada gunung, karang, malam gelap, sebagai perlambangnya Tapi ada juga embun, bunga, kabut pagi hari di dalamnya Ruang tamuku, teras rumahmu, gang sempit, Jakarta sialan, stasiun kereta, lampu jalanan akan mewadahi itu semua Mungkin dengan begitu kau akan dapat memaknai perasaanku padamu Tapi itu nanti…bukan sekarang Sebab sekarang kau belum ada <<< kembali Titik Jenuh Sajak SN. Mayasari H Terlalu banyak hujan menciptakan tangisan, laut menenggelamkan harapan, langit menyembunyikan jawaban, tanah menelan jiwa jiwa kesayangan, kota menebarkan kenangan, hari melahirkan kesedihan, cinta menikam hati insan Dan hujan badai, laut cabuh, langit retak, tanah pecah, kota merah darah, hari mati, cinta menggila Biar aku hentikan hujan, kugulung lautan, kuturunkan langit, kupendam tanah, kuhancurkan kota, kububarkan hari, kubunuh cinta Tuhan, maafkan aku menjenuhi bumi-Mu maka kuserahkan nyawaku! Yogyakarta, 200802 <<< kembali From Matahari with love Sajak Hayat Terimakasih Bulanku Tlah menemaniku berkelana Menjelajahi hitam kelamnya semesta raya. Lenggak-lenggok, lemah-gemulai, rancak tarianmu Tlah memaku mataku Untuk tak acuhkan kerlingan bintang-bintang. Keringat yang menetes dari wangi tubuhmu Menggelincirkan debu-debu komet Yang berlari berhamburan ingin memelukku Abaikan lelah kau terus mengikuti langkahku Menari-nari dan menikmati rutinitas yang membosankan « mencoba mengakrabi takdir « Itu katamu, sambil tersenyum Hanya kamu yang bisa mengubah garang sinarku menjadi teduh Dan selalu menebarkan Cinta ke seluruh Jagad Bulanku Aku menangis terharu atas kesetiaanmu Meski hanya awan yg tahu Terima kasih bulanku !!! <<< kembali Hilang Sajak Ario Santoso (SMU6) Hati terbakar api Saat jiwaku hinggap di jiwanya Terlintas merobek hasrat Teracuni kata-kata cinta Terapung badai menghempas mimpi Terasa goyah sangkar kebimbangan Rasa jantung berdetak saling menghentak Tak jiwa juga merayu Teriak hati menggenggam keributan Terkuak riwayat jiwa hempisan gelombang hidup Terlempar dasar samudra bentangan alam tersayang Terduduk api dunia Menangis… Saat dia meresap ke kulit budakku Terasa fajar mendekati Merayap di kekal bulan Terasa sepi… Jakarta, 18 Agustus 2002 <<< kembali Jangan Redam Rindu Sajak Cecil Mariani Jangan pernah redam rindu walau ia tertelan kekosongan dan tak setitik pun gema rindu itu kembali rindu berpadan jarak hati tak pernah sia sia ia meletup sendiri tanpa gaung pun ia mengkristal jadi untai mutiara mendirikan istana berhias cinta yang berkuasa dalam kerajaan kesunyiannya mengusap kening menggenggam tangan melukis senyum mengebaskan hampa yang jadi ngarai ngarainya bentangkan jembatan untuk hati terus mengembara dalam embun embun keindahannya tak perlu redam rindu <<< kembali Caci Sajak Rizki Biarkanlah caci maki itu mengalir masuki telinga. dan jangan kau tahan. hati-hati menyangkut di kalbu biarkan mengalir keluar dari telinga yang satu. 10/8 '02 pasir Muncang <<< kembali Pengakuan Sajak Cecil Mariani membisikkan derai jemu kemarin hari dalam panas yang terlupa dalam hujan deras hari ini satu perih telah menyembunyikannya di balik layar optis karakter-karakter bahasa program phyton dan firebird, menyangkali lagi dan lagi dalam nyinyir sakit hati maafku tak akan sembuhkan sakit di penghujung tahun ia tenggelam dan menghilang setahun lalu kita bermesraan setahun lalu nanar kata-kata tanpa kejujuran telah kutuang dan nafsu itu adalah korek api yang terlanjur terbakar dalam abu padamnya telah mati semua bara dan percikan telah kukembalikan kejujuran, walau seperti tak berperasaan dan tak akan kukembali kepada kegelisahan yang sama yang telah membawaku kesini cerita itu dihentikan oleh menyangkalan hati yang kecut karena dilukai cinta sakit tak terperi semua orang pernah patah hati ada yang marah ada yang pecundang tetapi ia lenyap, dan aku tak peduli lagi <<< kembali Dimuat hari Rabu, Oktober 02, 2002 Persaudaraan dalam cambuk Sajak Syed Asad Abbas Pabila kebun-kebun kekeringan Pabila gembala tak lagi bisa mendapatkan air Pabila tanah-tanah dikuasai Tuan Tanah Lalu para gembala pun pergi ke tanah sebelah Mencari air sekadar kehausan Demi menyuapi mulut kelaparan Dalam cambuk, aku berjuang Dalam cambuk, aku harus tersenyum walau, walau pahit Setelah cambukan itu, Masihkah kita bersaudara? <<< kembali Terjaga dari Mimpi Tanpa Warna Sajak Ramli Abdul Rahim hidup ini adalah kongregasi sebuah keberadaan terjaga dari mimpi tanpa warna ia semakin membikin banyak tanda tanya Ramli Abdul Rahim Malaysia 3 Sep 2002 <<< kembali Renungan Fajar Sajak Ramli Abdul Rahim tafakarru fi khlaqillah wa la tafakarru fi zattilah dalam fajar begini renunganku ke langit tika masa belum tersebut tiada bulan dan matahari tiada adam dan hawwa tiada jibril dan sahabat-sahabatnya tiada iblis dan tenteranya kullu man alaiha fan RAMLI ABDUL RAHIM MALAYSIA 12 SEP 2002 <<< kembali Syurga di Bawah Telapak Kaki Ibu Sajak Ramli Abdul Rahim seorang ibu sebuah anugerah kasih tertumpah dalam pasrah sakitnya terubat melihat sebuah cahaya baru dalam kelahiran zuriat pewaris di padang komedi keberadaan yang nisbi Ramli Abdul Rahim Malaysia 11 Sep 2002 <<< kembali Dia, Puteri dan Dot Dot Dot Sajak Zizie Ali dia menawarkan diri untuk menjadi kepala kepada segala puteri. setelah kecundang dia lantas ditabalkan sebagai kepala segala jalang. ZIZIE ALI 01.10.02 <<< kembali Mencari Kekasihku Sajak Tangkisan Letug Dari Sunda Kelapa aku datang membawa cinta di tengah hiruk pikuk pedagang sepanjang jalan aku mencari kemana engkau bersembunyi, Pertiwi, hanya tangis anak-anak ditinggal ibunya pergi teriakan pemuda memanggil-manggil kekasih gertak sambal nyonya-nyonya pada para kuli kakiku terus melangkah di tengah becek sana-sini di mana engkau, Pertiwi, tengah bersembunyi? Di depan Katedral aku lalu berhenti mencarimu di relung-relung menaranya yang tinggi di dalam Masjid Istiqlal aku pun mencari wajahmu di setiap pilarnya yang tak cukup dipeluki aku hanya bisa berkaca di sana melihat diri tanpa wajah sempurna bopeng penuh kebimbangan yang makin terasa di mana engkau, Pertiwi, tengah bersembunyi? Lalu aku berjalan menuju jalan Cendana menatap istana yang kehilangan warna tapi kaki emoh berhenti lama-lama bau anyir darah manusia masih tajam terasa. Tak mungkin Pertiwi bersembunyi di sana! Di depan istana Merdeka pandangku tertancap para serdadu penjaga gardu tampak masih tegap terpaku lalu lalang orang-orang berdasi menghiasi tapi aku tak juga melihat tanda Pertiwi bersembunyi tidak juga menemukan jejaknya di gedung indah begini. Di mana engkau Pertiwi menyembunyikan diri? Aku terus pergi melangkah dan mencari lagi di setiap sudut-sudut ibukota di setiap gedung-gedung megah yang makin meraja di setiap monumen-monumen agung yang masih terpelihara aku bertanya pada setiap orang penting, dari Presiden, menteri dan para dirjen kantor-kantor negeri tak satupun melihat dimana kekasihku Pertiwi bersembunyi, orang-orang berdasi di hotel-hotel tinggi pun tak mengerti apalagi kenal kekasih hatiku Pertiwi tercantik di seluruh bumi. Akhirnya aku bertanya pada orang-orang pinggiran jalan yang tak pernah menginjak lantai licin dari porselin di kantor-kantor birokrasi, seorang pengemis perempuan memberikan jawab: "Nak, dia tidak ada lagi di Jakarta." Pertiwi tidak ada di Jakarta? Pertiwi tidak bersembunyi di ibukota? Ah, aku telah sia-sia mencari dia. Oh, Pertiwi kembalilah segera, betapa rinduku sudah lama tak tertahankan berilah kerling pandangmu sekejap saja menghibur hatiku yang lama dahaga. September 2002 <<< kembali Khotbah di Bukit Senayan Sajak Tangkisan Letug Ada seribu peluang untuk berkelit meski jadi wakil rakyat terus terjepit; ada seribu hutang terus dikempit meski jadi wakil rakyat harus bermuka silit; ada seribu jalan untuk mengumpulkan dhuwit meski jadi wakil rakyat katanya harus hidup ngirit. Jangan tanyakan soal suap menyuap itu memang sudah menjadi lagak lakunya; jangan tanyakan berapa undang-undang sudah didapat itu memang sengaja dibuat lamban demi mencuri waktu; jangan tanyakan kapan membela rakyat yang terus sekarat itu memang bukan urusan yang mendatangkan uang saku. Bila engkau menjadi wakil rakyat, berbahagialah engkau duduk tenang di kamar keramat, sebab besar pahalamu dari para konglomerat; bila engkau menjadi wakil rakyat, berbahagialah engkau berdasi bergaya pakaian barat, sebab besar upahmu dari para sponsor hebat; bila engkau menjadi wakil rakyat, berbahagialah engkau telah tercatat di deretan penjahat, sebab sebesar apa pun kejahatanmu engkau tetap wakil rakyat; bila engkau menjadi wakil rakyat, berbahagialah engkau duduk ongkang-ongkang di kursi kuat, sebab uang, mobil, baju dan gincu pun datang terus melekat. Celakalah kita yang telah diperdayanya, celakalah kita yang telah disuguhi sandiwara dusta, celakalah kita yang terus-menerus dibuat tak berdaya, celakalah kita yang telah dibuatnya mati rasa, celakalah kita yang telah bosan omong kepentingan bangsa, celakalah kita yang telah dijadikan tameng terorisme belaka, celakalah kita yang telah dibuat apatis terhadap negara, celakalah kita ya kita rakyat bangsa Indonesia yang masih memiliki para wakil penjahat maling pendusta! September 2002 <<< kembali Sajak Lalu Sajak Jamal lalu kamu pergi tinggalkan sisamu di sini sisamu lalu jadi seonggok sepi setengah hidup pun pergi denganmu atau hilang sendiri lalu kamu pergi semua hari jadi kemarin hidup seperti usang esok tidak pernah jadi sekarang tapi jadi kemarin semua ruang lengang waktu melayang lalu kamu pergi mencuri semua hari semua menjadi bekasmu J-bdg october 1, 2002 tinggalkan sisamu di sini sisamu lalu jadi seonggok sepi setengah hidup pun pergi denganmu atau hilang sendiri lalu kamu pergi semua hari jadi kemarin hidup seperti usang esok tidak pernah jadi sekarang tapi jadi kemarin semua ruang lengang waktu melayang lalu kamu pergi mencuri semua hari semua menjadi bekasmu J-bdg october 1, 2002 <<< kembali Sebuku Roti, Secawan Teh Sajak Mohd Nazmi Yaakub Menggetis sebuku roti di kaki lima kehidupan mencicip secawan teh dalam resah manusia kutulis dalam diari usang milik sejarah yang tercicir betapa manusia masih sama sejak aku mengetahui sebuku roti dan secawan teh menghidupkanku sepanjang hari. Kaherah 14 Mac 2001 <<< kembali Mengenang Intifadhah Dari Seketul Batu Sajak Mohd Nazmi Yaakub Apakah yang lebih berbisa dari seketul batu dan lastik ini atau teriakan kebebasan dan kebangkitan dari kerongkong si kerdil tapi besar jiwanya. Apakah itu bukan kemanusiaan terisi dalam seketul batu meski menuntut darah atau teriakan Intifadhah menggeletarkan jiwa bangsa tercatat laknat sepanjang sejarah. Apakah batu itu keganasan dilontar anak-anak tanpa tanah atau dunia sudah nyanyuk melindungkan sang perampas membenarkan sang penyamun kerana ditaja negara mawas itu. Meski hari ini kau menggaru-garu mereka dengan kerikil dari tanahmu esok mereka menguburkan kecelakaan dengan kerikil itu. Mohd Nazmi Yaakub Damanhur, Mac 2002 <<< kembali Dunia; Dendam, Api Dan Peluru Sajak Mohd Nazmi Yaakub Kita impikan dunia tanpa dendam tanpa api tanpa peluru tiada sempadan terbakar tiada bumi dihanguskan kita tidak khayalkan langit meruntuhkan bara mengikis daging dari tulang memamah kemanusiaan tidak kita dambakan tanah bakal basah oleh darah kewarasan pun terhanyut yang tersangkut hanya kematian. Dunia ini adalah kawah mengisinya dendam, api dan peluru menggelegakkan kewarasan kemanusiaan telah lama tersejat percikan api itu sudah lama membakar sempadan kemanusiaan menghanguskan bumi kehidupan dari langit bukan lagi rintik bahkan jarum-jarum kegilaan tidak lagi bumi menangkung jernih bahkan darah sudah melimpah manusia pun lemas. Suara ini bukan mahu menghentikan dendam, api dan peluru kerana dendam itu adalah api kerana api itu adalah peluru kerana peluru itu adalah nyawa manusia cuma ketika sempadan itu terbakar jangan hanguskan kewarasan ketika bumi itu bergelegak jangan sejatkan kemanusiaan biar di sebalik jarum-jarum dari langit masih ada waktu redanya biar ketika banjir darah melimpah masih ada waktu surutnya. Mohd Nazmi Yaakub Damanhur, Julai 2002 <<< kembali Melodia Penyair (2) Sajak Muhammad Badri Di bilik sempit ini kemerdekaan berserikan dan berkumpul melahirkan barisan kalimat. Meliuk indah pada untaian rindu dan pujian untuk mengikat sekuntum cacian. Berteriak dan diam kadang mengepalkan tangan dan kepala penuh empati. Menikam matahari untuk mendapatkan setetes sinarnya dan dibuat sebait kata. Setelah menyanyi pada bisunya megaphone tiga dasawarsa. Malam yang gelap, tiba-tiba tetap gelap padahal bintang-bintang berjoget mesra. Merindukan bulan yang tinggal satu dipeluk kabut. Selembar kertas transparan terselip dalam laci benak yang semakin sempit. Seribu judul tidak cukup untuk memadamkan tangisan bocah-bocah. Yang menari seperti para darwis pada dewanya. Namun tariannya adalah duka yang lahir dari sebuah serial televisi. Seribu bait tidak cukup untuk meluruskan sejarah yang buram. Walau berteriak sampai bulan ketika belas tepat jam duapuluh lima. Marpoyan, 2002 BIODATA SINGKAT PENULIS: Nama: Muhammad Badri kadang-kadang memakai nama pena: EMBI Saya lahir di Blitar, 13 Maret 1981 Mulai bergelut dengan tulis-menulis saat bergabung dengan Majalah Siswa "AWALITA" SMUN 1 Talun, Blitar (1995-1998). Saat ini tercatat sebagai mahasiswa tingkat akhir Faperta Universitas Islam Riau, Pekanbaru. Saya termasuk kurang produktif menulis sajak dan sampai saat ini baru 2 buah cerpen yang saya tulis. Di kampus saya aktif di Tabloid Mahasiswa "AKLaMASI" UIR, satu-satunya koran mahasiswa tingkat universitas, dan menjabat sebagai Pemimpin Redaksi (2001 - 2002) kemudian Pemimpin Umum (2002 - 2003). Disamping itu saya termasuk penggagas terbitnya bulletin sastra "KOSA" yang memilih gaya indie, sekaligus sebagai Pemimpin Redaksi. Pernah bekerja sebagai wartawan di media umum dan layouter, namun kini saya lebih memfokuskan pikiran pada kuliah dan media mahasiswa yang saya pimpin. <<< kembali Merangkai Mimpi Sajak Muhammad Badri MERANGKAI MIMPI :buat Ayu Diah Prasetyo Dalam barisan kalimat yang mengalir di sela-sela canda Sekuntum bunga-bunga rindu menghias layar mimpi Sinyal itu mengalunkan dering pada sebait duka Yang membawaku pada siluet musim semi Engkau datang dari lautan yang melahirkan sepenggal harapan Dari kapal-kapal yang berlabuh membawa suka Dan disana engkau menari pada selembar monitor Setelah ku klik dengan ujung kata-kata Wajahmu tidak tergambar disana Senyummu hanya berupa goresan elektron Yang membuka lensa mataku pada sebuah episode Insya Allah bukan serial sinetron Bumi menangis pelan Ketika sinyal SMS menggeliatkan tubuhmu saat tergolek bisu Diatas dipan putih berselimut obat generik Dan bermandikan sepuluh mililiter antibiotik Panas tubuhmu pelan-pelan membakar mimpi Dan engkau tersenyum merangkainya "Tahun depan aku ke Jogja" Katamu menggenggam masa depan Marpoyan, 2002 <<< kembali Melodia Penyair (1) Sajak Muhammad Badri "Aku adalah tuhan" Kata penyair berteriak pada malam "Untuk karyaku" Menunduk bisu "Aku bisa melahirkan mematikan apalagi mengawinkan" Sambil merobek kertas buram stensilan "Aku kadang menjual demi perut" Katanya pelan, pelan sekali "Seperti oknum pejabat menjual moralnya, entah demi apa" Berteriak menunjukkan jari sentralnya "Aku kadang menggerogoti kata-kataku" Bungkam memainkan harmonika yang menyayat hati "Seperti orang-orang menggerogoti aspal, pinjaman dan beras untuk rakyat" Lalu melenggang pergi Dan tertawa Melemparkan kertas buram stensilan..... Pekanbaru, 2002 <<< kembali Sajak Musim Gugur Sajak Muhammad Badri Do'amu belum hilang dari ingatan Salawat yang kau ucapkan belum ada dalam catatan Dzikirmu pun masih terngiang di ruangan Mukamu masih gelap dalam angan Tersangkut pada tiang bintang yang masih kokoh Diam-diam engkau menangis pada sepi Ingin memeluk matahari ketika siang Agar dapat mati dalam buaian awan Dan dosa-dosamu terbawa hujan Yang menangis karena tubuhmu enggan diajak pulang Kuansing, 2002 <<< kembali Tubuhmu Menulis Tubuh Sajak Muhammad Badri :untuk penyair Joko Pinurbo tanganmu menulis tentang tubuh yang telanjang dalam sebuah goresan juga ranjang yang meliuk pelan-pelan matamu memandang pada ketiak malam yang membelah sunyi hutan-hutan yang memutih satu-satu di toilet sempit engkau menyanyi tentang peradaban impor pada burung-burung andong yang engkau tumpangi rodanya terperosok pada lobang kuburan dan engkau berteriak kehujanan hia...hia...hia... Pekanbaru, 2002 <<< kembali Menanti Camar Putih Sajak JJ. Kusni selalu saja aku berjaga memandang gerak daun menyidik saban suara kaukah yang tiba suaramukah itu yang kunanti-nantikan yang mehancur segala kebekuan? selalu saja aku berjaga bertahan di pelampung harapan satu-satunya yang tak kubiarkan tenggelam di deras gelombang pasang sampai matahari mengantarkan ketetapan di sini di pantai ini kau kunanti camar putih perkasa mengajak mengudara kegelisahan memang darah yang mengalir lama sudah di buluh-buluh nadiku tapi beda sungguh dengan yang ini yang kali ini di mana aku jadi penanti dan penanti yang selalu menanyai hari Perjalanan 2002 <<< kembali Pertunjukan Senja Sajak Hasan Aspahani jerit jutaan jengkerik bayang-bayang bakau remang rawa-rawa senja selalu saja sempurna selalu saja tapi malam tiba-tiba menegurku, menghardikku : kau tak pantas menikmati pertunjukan ini, tuan! 2001 <<< kembali Sinopsis Pagi Sajak Hasan Aspahani pagi ini, "akan ada dingin yang menetes ke dalam embun." kau tak keberatan bukan menemaniku menjadi saksi? ya, kataku. Lalu kita menunggu sambil memperbincangkan diam. diam yang diam-diam memanggil matahari matahari yang justru mencemaskan kita: dingin dan embun ini, bakal terlalu lekas melintas lalu, kau bisikkan kata itu "sayang, akulah embun dan kau adalah dingin itu. Apa lagi yang kita tunggu?" <<< kembali Simpul Sudah Sajakku Sajak Hasan Aspahani sampai sudah sekunar setelah sebentang selat: setiang sambutmu setiang sorak-soraiku selang seli selang seli selesai sudah sesalku sungging senyum sesegar seladri silam sudah silapku simpuh serunduk sembahmu simpul sudah sajakku: "saatnyakah sekarang, sayang?" sep, 2002 <<< kembali Di Bawah Payung, Kemana Berlindung Sajak Hasan Aspahani di bawah kembangmu, payungku kudengar suara yang kau bisikkan tak jemu-jemu: "ketika hujan tumpah jangan kau singgah, jika hanya ingin menolak basah, sebab masih jauh langkah masih jauh langkah... di bawah hitammu, payungku gelilsah bergaung, sejarah bernaung tanyapun mengantung-gantung, "sudah berapa badaikah, yang pernah memaksamu menyerah?" di bawah bayangmu, payungku aku teringat awan, terkenang gurun terbayang kafilah lalu, dan pedagang muda yang beruntung, tapi "aku yang kini di bawah bentangmu, payungku, masih juga tak tahu kemana mencari pelindung diri dimana singgah menyudahi langkah? 17 Agt 2002 <<< kembali Dua Pantun Dalam Sekemas Cemas Sajak Hasan Aspahani 1. PANTUN DENGAN PEMBAYANG HUJAN hujan di hulu, hujan di karang menggigil batu, menjerit ungka bukan dahulu, bukan sekarang membilangmu sepanjang usia 2. PANTUN SEBUNGKAL SETENGAH KATI sebungkal padanlah setengah kati semayam emas sayang-sayangkan dikau yang bermastautin di hati tak sampai warkat kualamatkan <<< kembali Teknologi Maklumat Sajak Arisel Ba Menjana Keilmuan Mahasiswa Berinformasi Kerana telah wujud alam ini Adam dan Hawa menenun cinta Hingga lahirlah manusia insani Habil yang berbudi dan setia Qabil yang ganas dan durhaka Generasi demi generasi Empat kitab pmimpin ilmu akhirat dan dunia Dua puluh lima Rasul Allah memimpin manusia Dari generasi ke generasi Alam purba manusia sengketa Hukum rimba, yang gagah berkuasa Alam pra sejarah mengukir komunikasi Komunikasi berkembang membudaya Falsafah berbicara berisi informasi Dari generasi ke generasi Era industri pembudaya kemajuan Pasca industri semakin meruntuh kemanusiaan Dari sempadan geografi antara Negara politik Menjelma globalisasi mencanang informatik Sekian lama kita hidup di atur analogikal Era milinium kita diasuh digital Katanya, dunia tanpa sempadan Teknologi maklumat dalam derasnya komunikasi Menjana ilmu mahasiswa berinformasi Pembelajaran berbantu internet dan data Online sini online sana, kita adalah peneroka Sejak kita mengenal ilmu komunikasi Selepas empat tahun kita akan melangkah pergi Jangan nanti kita tersesat di hujung jari sendiri Kuantan Kuala Lipis, Pahang 26 &27 September 2002 <<< kembali Kala Senja Kala Sajak Rainer Maria Rilke (terjemahan Hasan Aspahani) perlahan, senja bersalin pada jubah-jubah bertahan, pada jajaran pohon-pohon purba kau saksikan, tumbuh-memisah darimu: dua dunia satu moksa ke surga, selainnya gugur jatuh yang berserah padamu, tak pada sesiapa bertuan tak senyap, segelap rumah yang tetap tinggal diam tak senyap, seniscaya janji pada keabadian begitulah, hingga jadi terbit bintang tiap malam dan berserah padamu (tak terucap mengurai) hidupmu dengan segenap keluasan, takut, dan kedewasaan hingga seluruh, kecuali yang terikat-tak-terpahamkan dan tiba gilirannya, membatu-bersinar dalam dirimu <<< kembali Dari Bimbang Ke Duka Yang Teramat Panjang Sajak Hasan Aspahani beranjak dari ruang tamu hatiku aku sebenarnya hanya sedikit beringsut dari bimbang ke duka yang teramat panjang tapi, tidak dari kenangan itu, sayang dalam siulpun kubayangkan lirik yang pernah kau minta kulagukan "adakah yang lebih baik antara tamu yang asing dan kekasih yang hanya mengirim rindu?" dari jendela aku melihat kursi-kursi kosong, dan kau mempersiapkan airmata yang, "nanti pasti kan menggenang, saat sepi bertandang datang." di luar pagar, mungkin tak kau lihat aku mengambang, antara bimbang dan hati yang kosong: tak punya alasan untuk bertamu, pun tak sampai rindu yang kukirim padamu <<< kembali Bujuk Buai Bidadari Sajak Hasan Aspahani aku telah sampai padamu, juwitaku bunga mercapada bertangkai angin perasaan berkelopak langit bangkit beraroma tebar wangi bidadari. aku tak kan pernah memetikmu, juwitaku sebab dalam ingin setubuh angin liput selimut langit sebenarnya, kau jadi milikku dan sebaliknya dan sepenuhnya, dan juwitaku, adakah yang lebih membesarkan hati lelaki, selain dicintai bidadari? dan juwitaku, adakah yang lebih membanggakan hati lelaki, selain dicemburui dewa-dewa yang kau selingkuhi? sep, 2002 <<< kembali Candi Tubuhmu, Prasasti Hatiku Sajak Hasan Aspahani kelam kenang membangun candi-candi di peta tubuhmu, menyusun jalan mendaki setapak-setapak, menyiapkan jejak-jejak yang hendak kutinggalkan di situ aku mengatur semadi di teluk yang paling selatan, selatan yang paling kutub kutub yang paling kabut, menunggu datang dewa yang memahatkan prasasti di batu-batu hatiku <<< kembali Setelah Kau Bakar Kenangan Itu Sajak Hasan Aspahani setelah kau bakar kenangan itu ingatan tentangmu pun jadi piatu jadi anak-anak yang tak tahu kemana lagi menyusu aku pun jadi tak lagi rikuh membunuh tiap rindu yang tumbuh walau luka tak sampai sembuh tak pernah <<< kembali Sebuah Blog Sajak Anggoro Gunawan kulukai kata dengan secarik kertas yang tersobek di bagian pinggirnya kata-kata yang berujung pada kata-kata juga kulukai kalimat dengan selarik kata yang terantuk di bagian tengahnya kalimat yang berujung tanpa kata ----velbag/anggoro gunawan-- <<< kembali Erythrocyt Sajak Qizink La Aziva kutangkap butir-butir oksigen yang beterbangan di sekitarku terasa bau racun serangga! lalu kudengar debar jantung kekasihku rindukan hijau dedaunan berganti musim Oh Erythrocyt kekasih setiaku sebarkanlah kabar kerinduannya. Anyer,300802 <<< kembali Kematian Kata (k) Sajak Qizink La Aziva katakatakatakataka takatakatakatak atakatakata kata ka tak katak kok! mati. dalam tempurung sunyi <<< kembali Trucuk (*) Sajak JJ. Kusni Cerita untuk PB 1. dari desa trucuk ini nampak puncak prambanan bagai jari menuding langit menunjuk jauhnya harapan pernah tiga tahun remaja dahulu bersama penduduk aku jatuh-bangun mengejarnya kulihat benar mimpi dan harapan itu adalah tenaga riam mengalirkan arus dari sumber di hulu putih-putih kilap arusnya di sela batu putih-putih ketulusan hati dan mimpi penduduk trucuk mengalir ia mengalir ke muara di sela batu-batu derita mengabad ketidakacuhan daki-daki jiwa mereka dibasuh pergulatan sampai pada bulan itu september langit hitam kelabu angin amis darah busuk bangkai ketika tiba kawanan serdadu maut dalam satu lobang besar petani-petani penyemai mimpi digiring dan ditimbun di lumpur sungai tertanda masih di hari ini terdiam prambanan di hadapan masakre putra-putrinya terdiam seluruh desa terdiam ayam-ayam piaran anjing-anjing sepi sendiri menunggu tuan tak pulang-pulang pernah di trucuk mimpi pun jadi terlarang 2. ke marin ke trucuk aku datang prambanan memandangku dalam pada mata sungai di kakinya menyapa sendu tanda aku dikenalnya trucuk! kutulis baris-baris ini tanda puisi kehidupan arus terus mengalir 3. trucuk! perempuan sederhana pengasuh remajaku tikaman demi tikaman jangan bayangkan usai di satu bulan cinta dimatang ditanyai waktu apakah kepadamu aku setia baris-baris sederhana ini pandanglah bagai tanda pengenal janji semula 4. trucuk, perempuan pengasuhku dengan cinta tak pernah tua hari ini aku datang dengan putir busu yang mimpi menatah bumi ingin membaca lembaran-lembaran duka penduduk sengaja disobek kalian menyambutku dengan gaya jawa kalian pun menyambutnya kuyakini lalu hidup itu tanahbumi sedangkan cinta mataharinya Perjalanan 2002. Catatan: (*). Trucuk, nama sebuah desa di Jawa Tengah. <<< kembali The Train is Shifting Quickly in The Darkness Sajak JJ. Kusni (Varian puisi Randu) 1. PERKENALAN aku kira sejak lama aku memang dibilang bajingan memang aku tukang protes peraturan demi peraturan ingin bersama sun wu kung mengobrak-abrik kerajaan langit jika kau lihat kereta bergerak dalam kegelapan kencang melaju itulah kereta bajingan itu -- keretaku terusir dari stasiun yang memang kupilih sudah kerna menolak tanahair yatimpiatu 2. PERDEBATAN gelap atau terang kita memang akan lama berdebat dan pilihanmu tetap tak kumaki aku menghargai keberanianmu memilih termasuk kemampuanmu menghalauku dari stasiun yang artinya aku patut mengaku sementara kalah hanya patut juga kepadamu kukatakan aku yang sudah memilih lahir memilih hidup tak pernah gampang-gampang menyerah oleh satu dua bantingan kelak kau kan tahu bajingan sesungguhnya di antara ini semua 3. MEMBAWA PULANG PUTIR BUSU kereta yang menuju kegelapan kencang melaju dalam gelap bukan kereta kegelapan menuju ranjang di mana aku enggan mati bagiku kegelapan karena terhalau dan kalah kernanya aku disebut bajingan dan waktu membawaku bersama sun wu kung menyerbu kerajaan langit pulang bersama putir busu 4. MEMILIH memilih hanya bagi yang bertanya dan bertanya itu mempertimbangkan sedangkan bungkam anak keraguan putra-putri manja kedunguan tak tergembleng topan bermain-main dengan perisai kata keangkuhan tak percaya? lempar saja ia ke laut tak percaya? tumbuk kuat-kuat pada perutnya ia pun meraung dan tenggelam tanpa kata sepatah sempat terucap namanya pun pupus terlupakan nama tanpa makna Perjalanan 2002. <<< kembali Sepatah Kata Sajak JJ. Kusni sepatah kata sudahlah padan dan sepadan dengan bulan dengan bumi tatap-tatapan sepatah kata sudahlah padan dan memadai seperti matahari tatap-tatapan dengan bumi pada kata sepatah jembatan dua camar bertemu sejenak mengurai buhul rindu dari sepatah kata dari bulan dan matahari selaksa keajaiban terjelma Perjalanan 2002 <<< kembali Kepada Penyair Agam Wispi Sajak JJ. Kusni (Sekaligus sebuah tuturan tentang sastra untuk PB) 1. terasa padaku ada kesunyian besar mengisi ruang ketika tidak lagi mendengar langkah dan suaramu dahulu biasa tingkah-meningkah sahut-menyahut dengan badai laut kampung pasir menghampar kerna jiwamu sepeka permukaan sungai gampang beriak disentuh peristiwa demi peristiwa apalagi kesewenang-wenangan pasang merendam negeri 2. aku ingat benar dahulu betapa puisi kau jadikan jari-jari terkepal membentuk kepalan pertarungan menyerukan orang-orang tidak menyerah bertahan dan memenangkan tiap inci kehidupan seperti tanahair dan hiduppun selalu menyeru menuntut kehadiran penyair di jengkal-jengkal pergulatan mandi darah 3. semestinya karena penyair dan kukira itu juga yang kau mau penyair itu manusia yang tak bisa mati sepanjang darah mengaliri nadi maumu memang penyair orang paling terdera sebagai manusia pantang menyerah tapi akupun menundukkan kepala memandangmu mengerdip kepadaku berkata: "bung, aku kalah, dikalahkan waktu yang menohok tenagaku" wispi, masih kudengar suara dan langkah-langkahmu dahulu sambil melangkah aku menyusur jalan sunyi kita bagai sediakala senantiasa siap menghadap apapun yang meneyergap di tikungan sementara kau masih saja mencandaiku dengan pertanyaan hari ini apa siapa lagi yang hilang dari hatiku waktu akhirnya mematangkan kepahitan demi kepahitan bagaikan buah-buah manis ranum ranumnya o ranumnya di pohon kenangan 4. tanahair dan hidup tak kelebihan penyair, bung! sering dihina tapi tetap diserukan dan kau tentu saja masih bersanjak di hati kendati jemarimu sudah tak kuasa menulisnya kerna penyair memang orang yang sanggup meleceh mati Perjalanan 2002 <<< kembali Mimpi Sajak Heriansyah Latief cemburu membakar langit awan merah bergelombang api cinta membara o panasnya kecewa rasanya ngilu! luka yang kita bikin sendiri simpanlah dalam hati tiada obat yang paling sakti kecuali berdamai dengan duri riwayatnya sang kodok dan putri raja janganlah jadi dongengnya malam lambangnya orang yang kalah bersaing adalah kekecewaan pada perbedaan antara waktu, tempat dan kesempatan tanpa itu semua kita hanya menghayal dalam mimpi yang tak pernah terbukti salam, heri latief apeldoorn, 30/09/2002 <<< kembali Hantu Yang Kutemui di Selangkangan Sajak Zelfeni Wimra ingatkah kau ketika jadi roro kidul main-main di pesisir setelah nonton album minggu kita? tak punya apa-apa selain hantu yang menderu di selangkangan yogya, oktober 2002 <<< kembali Sansana Duka Awal Musim Gugur Sajak JJ. Kusni Oleh pada apa saja pernah kutanya dan kuminta menggambarkan dirimu pada tembok-tembok kota yang mencatat kepahlawanan pada dinding-dinding kereta yang berhias lukisan pada apa saja pernah kucoba melukiskan wajahmu pada pada saat pensil di tangan aku pun selalu saja sia-sia sementara akupun tak mau tertipu bayangan kubangun sendiri kendati selalu memang bayang-bayang, mimpi dan kenyataan campur-baur dalam diri -- tapi untuk yang satu ini aku demikian bergegas oleh singkatnya waktu tersedia apalagi mencintai dan mewujudkannya aku ingin hari ini bukan sesudah mati coba, renungkan saja baik-baik bisa apa aku kelak jika nadi tidak lagi mengalir di nadi hasrat dan mimpi yang menggelora akan tinggal di kata-kata kenangan artinya sudah sesuatu itu sudah lampau kesungguhan, ketulusan, impian seindah apapun bagiku semuanya sia-sia sering diam-diam aku menyiapkan diri menyambut kegagalan sering kutafsirkan kelengangan bukan pertanda baik tentu saja bisa bagai seruan untuk kian keras menatah harapan apakah arti segala kasihsayang jika sebatas pernyataan hanya kata bukankah dia terjemahan kandungan jiwa maka tak pernah kujadikan dia gasing permainan masa kanak kasihsayang boleh jadi benar memang samudra lengang di mana kapalku kan terbenam tanpa tanda kasih sayang bukanlah mendapatkan tapi ketulusan dan kesanggupan menulis lalu tulisan itupun buram ketika kertas-kertasnya membubur oleh hujan larut begitu saja dalam arus pasang inikah sebabnya maka aku sampai kini jadi pengembara?! Perjalanan 2002. Catatan: Sansana: bentuk puisi paling populer di kalangan masyarakat Ngaju Dayak Kalimantan Tengah. <<< kembali Daun Kering Dan Deru Ombak Sajak Abhisam DM Jembatan tua panjang melayang-layang di langit tak cuma gelap atau terang dari yang lampau sebenarnya malah terus maju ke depan dengan sejarah Tunas-tunas muda beranjak menggeram sayang waktu masih hanya siang atau malam bianglala tersenyum setengah lingkaran seolah rambu ketinggian angan Tapi sering daun kering takut bercermin meratap di setiap suara angin sementara deru ombak laksana cemara menyerap peluk kenyataan segala Jogja, bulan ketujuh 2002 <<< kembali Misteri Sajak Heriansyah Latief mimpi kita kemarin malam masih tersisa hangatnya, aaah nyanyian nafsu membakar cinta tajam durinya mawar menusuk hati tikamlah! pisau duka merobek layar memori riuh swara gelombang emosi siapakah yang berbisik, merayumu mengisahkan asmara yang terbakar api romantisme para pemuja cinta percintaannya tak kunjung padam walaupun hujan membasahi hayalan matahari pasti datang lagi begitulah alam mengatur hidup ini ada sepi ada sunyi ada pesta ada yang tertawa silih berganti sepanjang kisahnya manusia salam, heri latief apeldoorn, 29/09/2002 <<< kembali Membentak Bumi Sajak JJ.Kusni kebungkaman hari ini tinggal seinci dari langit maka bumi kubentak dan ke segala mata angin kugaungkan teriak menciptakan gemuruh merekapun diam aku tetap berteriak menggugah sunyi Perjalanan 2002. <<< kembali Percakapan Dengan Diri Sendiri Sajak JJ. Kusni akulah orangnya kukira yang memang menggantang asap asap dari mimpi dan bayang-bayang maka hari ini terbanting sendiri di tepi pasir digulung pasang: kesendirian kesunyian kembara pelaut? ya, aku jugalah orangnya yang nekad melaut dengan layar sobek-sobek dan usang nekad mencari tebing cakrawala padahal cakrawala tetap cakrawala tak pernah digapai tangan berdebur ombak di pantai memukul karang kukira aku juga itu orangnya yang bagai karang dalam kebungkaman alam tetap berujar idaman! takkan urung kau kukejar kalah? dari perjalanan panjang dia kukenal kejatuhan dan luka? dari perjalanan panjang dia kuhapal boleh jadi kau saja yang tak kenal boleh jadi kau saja memang padaku belum juga hapal-hapal Perjalanan 2002. <<< kembali Kesimpulan Hidup Sajak Ben Abel adalah kematian seperti tubuhmu membujur kaku berbaring menunggu proses alam deru panas debu, dingin suhu waktu menusuk masuk keseluruhmu dan dagingmu meleleh-leleh bersama kerumunan belatung terbangan lalat ramai meribung pesta raya sementara satu-satu hijir bulu dan rambutmu melepas pula dagingmu sudah jadi lendir menetes basah belatung-belatung menyumet sini sana seperti pekerja sejati melepas semua serat ragamu kulit mulusmu melepus-lepus otot bajamu lepas mencair, lari kembali ke bawah sampai kemudian belulangmu pun gemeretakan lepas mengering putih seperti kapur dan anjing-anjing liar menggigit-gigitnya dan burung-burung bangkai merebutnya tiada kesakitan maupun kepedihan tau-tau kau temukan dirimu menyopir BMW menuju Puncak ah, membayangkan mati sangat menyengsarakan dan kau terus menyopir ke Puncak membelah gelombang isi kepalamu membelah badai deraian airmatamu ingus pun memberanjut kau sebet di kemeja Mahattan ah, sedihnya nanti tubuh molekmu kau pikir menjadi begitu busuk tiada dipeduli, selain memberi hidup pada belatung, lalat, anjing liar, burung bangkai, mungkin cacing juga tau-tau kau parkir di depan kedai satu keluar memesan kopi susu dan mulai bercengkerama lagi ya, semua ini hanya oleh diagnosis kanker hukum mati telah dipalu berapa bulan lagi mungkin semuanya akan kau hendakkan jadi mimpi ketika mati hanyalah perpanjangan tidur abadi putusme bersama sepi dan kopi kau rengguk lagi bukan yang penghabisan kali [ben abel, 7/27/2002] <<< kembali Akulah Debu Sajak Ben Abel akulah raja di atas bukit mengekang kepongahan untuk kejayaan akulah raja menjubah pandang mengekang kejanggalan demi kemuliaan darahku sungai bermeterai kraton jinjingan karat daging pesanan khusus makanku hutanrimba seluruh isi dimana musim adalah api, asap, gundul hatiku adalah tangis pilu nanah mata betangan nafas saluran telepon j j di puncak kemegahan sirna begini mata mencair menyamudera pita-pita hitam menetes tetes tinta pada koran pagimu kebakaran melanda malapetaka biasa dan rohku roboh disana di balik semua bayang tontonan kaca jimat zamanmu wahai menari, melambai menjadi kenangan kau pilah sebagai kau pilih sebagai terserah dan kau pilih akulah debu [ben abel, Juli/Sept.2002] <<< kembali Di Bangku Taman Sajak JJ.Kusni 1. duduk sendiri di bangku taman memandang daun jatuh ditabur matahari ke selatan menjauh akupun melihat sesuatu dariku sedang berserakan seperti dedaunan musim gugur di jalan bertaburan 2. satu dua o, lebih, entah berapa denting piano mallam di tingkat lima menyusup ke ruang-ruang hatiku menabur bisa duka fan kui bilang gunakan kepala, kusni, gunakan kepala aku cuma tersenyum terimakasih pada simpati tanpa minta ditemani kerna sendiri itu hakekat seperti kemestian bertarung kendati terkadang kalah 3. kemarin aku ingat benar ia kami masih bersama hari ini di jalan papasan tanpa tegur sapa aku tersenyum masam cuma garuk-garuk kepala memandang paham perangai kehidupan jawabku? kau lihat saja kaupun segera paham fan kui! kenapa kepalamu kau garuk ketika aku melangkah di tengah kebungkaman? Perjalanan 2002. <<< kembali Menerjang Menara-Menara Gading Sajak Wing Kardjo Aku bersikeras berpikir Bahwa saat ini tempat penyair Ialah jalanan Bahwa kalian mesti menerjang Menara-menara gading. Meratakannya Mengumumkan Keadaan darurat Jika aku membiarkan diri Meratapi keadaan melarat Jika derita itu bukan pula Deritamu Tinju aku kuat-kuat Biar tidak ada lagi Puisi yang absen. PENGANTAR: Untuk mengenangkan segala persahabatan dan kebersamaan kami maka aku kirimkan sanjak Wing Kardjo yang telah tiada ini, agar suaranya bisa terdengar kembali. JJ. Kusni SUMBER: Wing Kardjo, "Sajak-sajak Modern Perancis Dalam Dua Bahasa", Jakarta 1972, hlm. 175. Lihat juga: "Majalah KANCAH", Paris, Oktober 1983, Serie Khusus No.2 TH. Ke II. <<< kembali Lebih Dari Sediakala Sajak JJ.Kusni keluar kereta masuk ke taman abbesses bulan di antara dedaunan musim gugur bertengger bersama merpati-merpati tidur katedral berhenti membunyikan gentanya sudah larut benar malam jalan-jalan paris pun istirah semuanya ini begitu kukenal begitu kuhapal mereka pun kenal merekapun hapal langkah-langakah kembaraku seeperti sediakala malam ini masih pulang bersama bayang-bayang tiba di rumah pintupun kubuka sendiri juga masih seperti sediakala duduk di meja di sampingku cuma secangkir kopi juga masih seperti sediakala bayang-bayang pun tak ada pada halaman-halaman buku seperti sediakala ruangan menggema lirih jazz, verdi atau ebiet yang menjerit sendu apabila semalam kubaca pesan di baris-baris gelombang laut bermatahari merasuk ke seluruh nadi tiba-tiba hari ini kebungkaman membangkitkan badai sepi artinya kekekalan itu fatamorgana kesunyian dan derita maka seperti sediakala sejarah perjalanan sering menghidangkan keserupaan di tengahnya seperti sediakala aku dibanting diangkat dan dibanting kembali malam ini lebih dari sediakala dingin yang sunyi, kerinduan mencari campurbaur apakah maknanya? apakah ini isyarat bakal datangnya satu kehilangan lagi? oleh perjalanan menahun dari sungai ke sungai benua demi benua aku memang diingatkan untuk selalu tak hilang waspada malam yang berbulan hari bermatahari kadang gejala semu semata jebakan langit menyiapkan hujan menabur jaring jalanya lebih dari sediakala hari dan malam ini menjaringku di jala sepi di dalamnya aku ikan mungil menggelepar dan menggelepar sia-sia apakah harapanku adalah ikan itu sendiri?! Perjalanan 2002 <<< kembali Setelah Suaranya Kudengar Sajak JJ.Kusni kudengar juga akhirnya suaranya dari jauh sangat jauh seperti gema dari pantai-pantai seberang akupun kuyup oleh gelombangnya bermatahari kemudian terkapar sendiri di pantai berpasir sunyi hingga saat bulan melintasi subuh berisyarat pada fajar di pasir-pasir sunyi itu aku masih saja di sana sejenak kudengar kuik camar putih di laut mengepak menyambut matahari menguji sayap akulah itu yang menguji kembali ketahanan di laut segala cuaca tanpa lagi pilihan Perjalanan 2002. <<< kembali Menatap Senja Sajak Kunthi Hastorini menatap senja, demikian jingga. seperti kubisikkan di telingamu tentang sebuah cerita di suatu ketika. seorang pecinta mencari cinta, pada sebuah peta. tak ditemu jua, demikian letih berjelaga, demikian sakit berderit- derit. tak ditemu. gelisah meresah, melungkrah darah lelah. tatkala cemburu memburu beradu. tak ditemu. seperti kubisikkan di dadamu. seorang pecinta menyerah pasrah. sebulir bening memapah gerah. pada suatu senja, pada sebuah dekap, pada sebuah senyap. pada. hingga, seusap tangan menyapa. papah resah dari bilik mata. demikian cinta tiba selaksa. tanpa kata. tanpa. di ujung senja, di sebalik tabir terbuka cahaya cinta. duhai! kiranya telah ditemu rindu. cahaya di atas cahaya. demi Allah yang merindu! demi Allah! demi. menatap senja, demikian jingga. seperti lambai tertuju bagimu. <<< kembali Sebuah Keajaiban Sajak Kunthi Hastorini sebuah keajaiban. kita disini. di bumi yang tua dan letih ini. mengapa kita mesti ada? akankah punya arti andai kita tak pernah ada? dari awal kita dipasung dalam rahim bunda. tak berdaya. hanya meminta belas kasih. pada siapa? sebuah keajaiban. kita disini. lahir ke muka bumi dengan derai tangis. mengapa? apakah kita tak bahagia berkenalan dengan dunia? sudah mengertikah kita saat itu bahwa dunia penuh noda? seperti telah di buangnya adam dan siti hawa ke muka bumi karena khianatnya. dibuang jua kah kita kini? sebuah keajaiban. kita disini. tumbuh dan terus tumbuh. dari tak tahu menjadi tahu. semakin tahu, semakin tak tahu. tertawa menangis, seakan hanya tipu. apakah akhirnya mesti bisu? terus bergulir seakan tak kan henti. meski, kita tahu kan henti. terus berpacu seakan tak kan akhir. meski, kita tahu kan berakhir. di sebuah ujung yang sunyi, disitulah. sunyi yang indah. sebuah keajaiban. kita disini. bertemu berpisah. tak, ku kira. andai pisah, mungkin hanya jasad. tapi ruh yang merindu tak kan pernah. tak pernah! selalu bergandeng tangan dalam ketulusan. ach, apakah ada ketulusan di dunia yang munafik ini? adakah kesejatian di dunia yang dusta ini?. adakah bening dalam hening? sebuah keajaiban. ketika, kita pun tinggalkan tempat ini. apakah sama seperti mula kita hadir? menangis? menyesali perpisahan dengan kefanaan ini? bukankah seharusnya kita tersenyum sebab telah akhir segala tipuan? telah temu dengan kesejatian. sebuah keajaiban. ada Dia disini. bersama kita yang percaya. ada Dia disini. bersama kita yang ternyata penuh dosa! bersama kita yang sering lupa! <<< kembali Seperti Ada Yang Hilang Sajak Kunthi Hastorini seperti ada yang hilang dalam ruang berbaris kenang bersama tak tik tak waktu terus berputar liar bersama kenang membayang, sayang <<< kembali Dimanakah Engkau, duhai cintaku Sajak Kunthi Hastorini malam demikian gelap, meratap. ruh-ruh berkeliaran kesana-kemari, gelisah. dan, ada yang teriak dari balik kolong ranjang kerontang, mengerang. "Betapa aku lelah ya Rob, dimanakah Engkau, duhai cintaku. Rindu aku ingin tatap wajah-Mu!" wajah-wajah lantas berbaris, menyelinap diam-diam dari balik dinding pucat. alangkah rupawan, alangkah menggiurkan. ach. betapa bahagia cekikikan. malam tak lagi gelap. cahaya berpendaran, menawan. tak ada ratap, tak. hanya tawa berderaian memabukkan. duhai inilah dunia kenikmatan! arak? mana arak biar terpuas nafsu memburu, ah! tapi, plop! demikian hening mengering, "tidak!, jangan pergi!". demikian teriak memekak. demikian haus tak terpuaskan!. ruh-ruh sesegukan ketakutan. gigil memanggil kerdil. wajah-wajah bergantian, berputaran. haus. haus. haus. wajah kesejatian. dimana duhai kiranya Dia, cinta? <<< kembali Di Sebuah Senja Sajak Kunthi Hastorini cakrawala demikian jingga, merona ketika kutatap, dia tertawa (sayang, gerimis tak hadir menyapa) cakrawala masihlah jingga, cahaya menelusup di antara keping jiwa kita, bahagia di sebuah senja bersama kita puisikan, cinta <<< kembali Seputih Lupa Sebiru Ingatan Sajak Nanang Suryadi Seputih lupa, katamu. Tapi ingatan berwarna-warna. Dengan jemari kulukisi kanvas waktumu. Hingga sorot matamu menerawang menerbang ke masa lalu. Terowongan yang tak habis kau telusuri. Hingga warna segala warna memasuki tidurmu. Mimpimu yang berwarna. Mungkin biru. Ingatan yang biru. Ingatan demikian biru. Seperti langit. Seperti laut. Seperti rindu dari masa lalu. Tapi ada yang ingin menghapus segala kenang. Seputih lupa, katamu. Di sudut mata. Menggenang butir airmata. <<< kembali Kuhadapkan Wajahku Sajak Nanang Suryadi Kuhadapkan wajahku barat timur utara selatan tenggara baratlaut timurlaut baratdaya coklattanah birulangit. Menghadapmu. O wajah yang dirindu. Dalam ingat yang lamat. Sebagai seru: kami bersaksi. O yang satu. O tempat segala mula. O tempat segala kembali. Tapi jarak juga waktu. Membentang. Berliku jalan. Menemu engkau kembali. Menemu senyummu kembali. Kuhadapkan wajahku barat timur utara selatan tenggara baratlaut timurlaut baratdaya coklattanah birulangit. Merindu. Tatapmu. <<< kembali Lengkung Mimpi Sajak Nanang Suryadi Dan kanak-kanak bergelayut di alismu. Lengkung mimpi. Kau dengar kekeh tawa mereka. Beterjunan ke jernih matamu. Telaga rinduku. O kanak-kanak yang riang. Meluncur dengan derai tawa. Dan kanak-kanak menemu senyummu. Lengkung mimpi. Kau dengar kekeh tawa mereka. Meluncur di bibirmu. O kanak-kanak yang riang. Menemu cintamu! <<< kembali Sebagai Kesunyian Sajak Nanang Suryadi sebagai kesunyian. demikian akrab mencintai. di sudut yang tersisa dari segala kenangan. disusun bata demi bata mimpi sendiri. hingga jadi menara. menjulang ke langit sepi. o, bisikmu. di angin lalu. kerinduan diterbangkan. ke angkasa senyap. tiada jawab <<< kembali Huruf Yang Minta Dibunuh Sajak Nanang Suryadi Sehuruf kata meminta penyair Membunuh dirinya sendiri ! Depok, 5 September 2002 <<< kembali Burung Kata-Kata Sajak Nanang Suryadi Jutaan kata melesat ke angkasa Terbang tak tentu sampai ke mana (jutaan burung kata-kata menyerbu langit mencari arah pulang menabrak mega-mega menabrak atmosfir menabrak bulan menabrak bintang menabrak nebula menabrak meteor menabrak asteroid menabrak lubang hitam) --- di mana tahta Sang Raja kata-kata? <<< kembali Batu Hitam Sajak Nanang Suryadi batu hitam. batu hitam. meluncur di malam kelam. dari langit jauh. dari waktu yang entah. batu hitam. batu hitam. mendiam di sudut. seperti kenangan yang melesat. batu hitam melesat dari ruang entah pada saat entah. bintang jatuh katamu. pada malam yang rapuh. menemu gigil lelaki. yang mendirikan kenangan dari sorga yang jauh. <<< kembali Mungkin Aku Mabuk Arak Cintanya Sajak Nanang Suryadi mungkin aku mabuk arak Cintanya menjalarkan rindu menatap wajah Kekasih o engkau: rummi, rabiah, fansuri, arabi, halaz demikiankah merindu Kekasih, hingga mabuk dalam gelora Cintanya <<< kembali Nama Yang Diterbangkan Dari Puncak Menara Sajak Nanang Suryadi kekasih demikian sayup suara, dalam gigil angin senja, namamu diterbangkan dari puncak menara o, engkau yang kian samar, demikian sayup memanggiliku kembali setulus cintamu gemetarkan aku penuh rindu zikir dalam sunyi diri sendiri mampang, agustus 2002 <<< kembali Engkaukah Sajak Nanang Suryadi Engkaukah yang suatu ketika mengajakku. Terbang ke langit. Hingga daging menjerit. Karena ia mencintai dunia. Walau fana. Engkaukah yang suatu ketika mengajakku. Telusuri lorong waktu. Ruang tak terhingga batasnya. Hingga daging tersayat. Melepuh di pucuk api. Engkaukah yang suatu ketika mengajakku. Dalam gigil doa. Menjelang pagi. Melecutku berulangkali. Depok, 11 September 2002 <<< kembali Sketsa Senja Sajak Nanang Suryadi senja, jingga matahari, dan aku demikian sepi gigil sendiri menatap matahari mencorong di gedung kaca senja, jingga matahari, dan aku? menghela nafas sendiri berat sekali mampang, 18 September 2002 <<< kembali Aku Merindu (10) Sajak Nanang Suryadi Ada yang dicemaskan pada debar. Tak sampai kabar. Tak aksara. Tak suara. Ingatan mengejang. Menelusur bayang-bayang. Di mana engkau. Apakabar engkau. Menelusup sepi ke dada sendiri. Jam-jam yang khawatir. Berdetik membisik lirih: inilah rinduku kekasih. Demikian perih. Di mana engkau. Apakabar engkau Aku demikian mengkhawatirkanmu. Cintaku. Depok, 25 September 2002 <<< kembali Aku Merindu (9) Sajak Nanang Suryadi Garis wajah yang lekat dalam ingatan. Engkau dengan senyum mawar. Rembulan membagikan cahayanya. Purnama sempurna. Di langit yang bentang seluas harap. Aku demikian sentimentil. Menulis sajak dengan airmata. Dinihari yang merindu. Adakah deru cemburu di angin lalu. Tertiup ke segala penjuru: inilah cintaku. Mimpi anganku. Menyeru dirimu. Menyeru dirimu. Aku demikian sentimentil. Menulis puisi di senyap begini. Dinihari yang gemetar. Adakah gigilku sendiri. Membaca peta nasib sendiri. Mengeja tanda dari matamu. Cuaca yang mungkin berganti setiap detik. Tak kutahu. Aku demikian sentimentil. Menulis syair. Dinihari yang cemas. Mengingatmu. Setulus doa. Dilafalkan: semoga kau baik-baik saja. Cintaku. Aku demikian merindu. Dirimu. Depok, 25 September 2002 <<< kembali Aku Merindu (8) Sajak Nanang Suryadi Bulan di ubun-ubun Bundar purnama Langit malam menyimpan Rahasia Rinduku yang berdetik melulu Merindu Padamu Bulungan-Depok, 20 September 2002 -- <<< kembali Aku Merindu (6) Sajak Nanang Suryadi senyap menyelinap dalam dada, mengingatmu kekasih, dari sudut mata sebutir bening, merembes basahi pelupuk, sebisik rindu menyapamu, dalam waktu menderu laju, wajah mimpiku depok, september 2002 <<< kembali Aku Merindu (5) Sajak Nanang Suryadi Karena aku merindu, kugantung potretmu di dinding dadaku Udara panas di luar demikian bengis menatapku penuh curiga Namun kujaga senyum embunmu dalam ingatan, agar tak terjamah Tak kan kubiarkan sejuknya menguap dari dalam jantung hatiku Hingga tak kupeduli hiruk pikuk gaduh bising kemarahan, karena Ingatanku menjelma jadi alir sungai demikian jernih mengalir Hari-hari terasa nyaman dengan doa dan cintamu, setulus hati Amboi, inilah mimpi yang menjelma, harap yang menjadi Seperti yang kutulis dalam puisi di suatu hari Ternyata di waktu kini O, kulewati hari-hari menelusuri riwayat alir, hingga Rindu cintaku menyampai takdir Inilah pejalan yang menyimpan beribu luka di dada, sekian waktu Nantikan sampai pada titik menyatu satu padu Inilah sajakku, karena aku merindu dirimu Depok, 27 Agustus 2002 <<< kembali Ada Satu Masa II Sajak Fredy Purnomo pada bintang-bintang di padang, kemanakah sinarmu akan kau berikan, jika bukan kewajah sendu merayu di pelukanku, apakah lagi yang bisa menyirnakan badai, jika bukan senyuman itu, berikan kemanisan embun malam padanya, karena wajahnya bak pancaran permata di kegelapan malam bangunlah, bidadari kekasih hatiku, persembahkan pada malam ini, tarian yang diajarkan pelangi padamu, berikan semarakmu untuk malam yang panjang dan beku, biarkan kaki mungilmu turut membangunkan rerumputan dan jengkerik liar, biarkan kau hempaskan semut dan lebah dari peraduannya, persembahkanlah pada bintang bintang, pada angin malam yang menusuk tulang, biarkan kehangatan gerakmu melukiskan kasih sayang dihatimu lambaikan tanganmu pada dedaunan dan pepohonan, pada awan yang berarak-arak malam ini, ah, mereka akan selalu menjadi penonton setiamu, persembahkan tarian bisu yang kaugemari, tapi melukiskan seribu kata-kata yang tak terucapkan oleh mulut manusia, persembahkan tarian yang adalah doa ucapan syukurmu, pada sang Pencipta bebaskan jemarimu merajut udara malam ini, biarkan kerlingan matamu menjadi siluet indah di udara mencipta nyala percikan percikan seperti bayangan kembang api yang kau tinggalkan pada gemulai di gerakanmu rerumputan akan bersuka cita menjadi panggung yang menopang kaki indahmu persembahkan pada malam momen indah ini, bidadari yang menari, kutahan kenangan ini, pada setiap tetes embun manis yang kutemukan ah, bolehkah jika ingin kulihat wajahmu sekali lagi 22 Agustus 2002 18.30 <<< kembali Ada Satu Masa III Sajak Fredy Purnomo setelah lelah engkau menari, kau tinggalkan aku dan bayangmu, engkau melesat mengunjungi bintang bintang, hanya angin malam yang kau tumpangi, menjadi temen bercengkerama, desiran awan awan beku tak kau hiraukan, nyalakan lilin-lilin diangkasa, engkau tahu, aku takut kegelapan, nyalakan bulan bundar disana, agar tak terlalu menyeramkan bagiku, ah mengapa hari ini bulan nampak redup dan besar sekali, bayangannya hampir menyentuh bukit diujung sana, suara-suara malam telah semakin pudar, jengkerik dan nyamuk-nyamuk liar telah kembali ke sarang menikmati hari mereka, dengan tersenyum hanya angin dingin yang menemaniku ah, engkau datang dengan senyuman, tapi matamu mengatakan kelelahan, kubaringkan kau di bahu lagi, kuusap kening dan rambutmu, kutiupkan kata-kata mesra, nyala dimatamu semakin redup, redup, redup dan akhirnya padam sudah engkau terbuai seperti bayi pada saat ayam telah berkokok menyambut matahari pagi, engkau telah melesat dalam rahim mimpimu, ke negeri yang belum pernah kau kunjungi, entah aku ada di mimpimu atau tidak, tapi engkau tersenyum kunikmati tidurmu, ingin ku melompat masuk dalam mimpimu dan menjadi peri disana, diistana yang kau bangun dalam mimpi menjadi penolong terhadap musuh-musuh yang kau ciptakan kuusap kerut ketakukan di keningmu, kukecup kelembutan semerbakmu dinihari, engkau masih terbuai mimpi 23 Agustus 2002 01.15 <<< kembali Perbedaan Sajak Andrew Manuhutu (SMU 6, Jakarta) Bagai langit menjunjung di atas beda bumi yang menapaki insan dunia Dingin kutub membuat perbedaan panas api turut mendukungnya Perbedaan itu dukung dan lengkap Satu ada karena lainnya hitam diwarnai putih salju baik ditantang jahat Akan ada perbedaan yang terus berbeda Buat perbedaan itu seperti bersatu Agar perbedaan itu indah Perbedaan itu jiwa kita <<< kembali Ada Satu Masa IV Sajak Fredy Purnomo membuka lembaran pagi, pada kabut dan kicauan burung, membunuh selimut malam yang tersisa, memberikan pada kabut matahari keemasan kau buka mata indahmu, "masih ngantuk" katamu, kutepuk pipi manis mu, "bangunlah" kataku, pagi ini milikmu, sambutlah matahari yang masih malu malu mengintip, dibalik kerimbunan hijau dedaun kabut yang mulai terkikis membuyarkan diri, dan memberikan kesejukan untuk pagi yang bening tak ada suara selain suara pagi oh, sungguh inilah rahasia ciptaan Tuhan persembahkanlah embun untuk hari ini, rajutlah dengan jemari mungilmu, tangkaplah kabut yang tersisa, kristalkan dalam wujud embun, bagai semesta semesta kecil ah, engkau melesat lagi, kesana kemari menangkap kabut, kau kumpulkan dibawah dedaunan, di dinding, di dahan, dimanapun engkau ingin berikan kesegaran kicauan burung ramai menyemangati, engkau harus berpacu dengan matahari dengan sisasisa mimpimu, engkau bentuk pagi berembun ini kesegaran yang akhirnya bisa kurasakan, mendiris hati, menggigilkan badan kutahan kenangan ini, engkau menarinari, menikmati pagi, dengan caramu sendiri, kau sentuh setiap daun dan cabang cabang pohon memberikan harapan untuk melewati hari ini 23 Agustus 2002, 10.14 <<< kembali Sesal Sajak Andrew Manuhutu (SMU 6, Jakarta) Itu hanya permainan biasa dan tak berpeluru saat jari menekuk, pelatuk pun terpental pekik tembakan perlahan terdengar Cairan merah pekat memancar darinya Serentak darah turut keluar dari tubuhku Ia pun terlunglai jatuh, tak bernyawa Serasa itu hanya mimpi Kuraba lenganku, bersikeras ini mimpi tanganku membeku kurasakan sesal dalam darah itu darah permainan Sesal itu tak kunjung padam tak ada yang bangun ingin kuulang semua itu seakan tak ingin terjadi <<< kembali Ada Satu Masa Sajak Fredy Purnomo ada satu masa, dalam hidupku, ketika kutemukan bidadari kecil menangis sendirian, kulihat wajahnya sembab oleh air mata, bahunya berguncang menahan derasnya isakkan, nafasnya tersedak oleh udara sore yang lembab suara-suara merdu yang didengarnya, telah menikam hatinya, ah, matahari telah mulai tenggelam oleh badai air matanya, kutahan kenangan ini, pada sore menjelang malam, sayapmu yang kecil berkepak-kepak lemah, pada gaunmu yang seindah sutra, kutemukan kelembutan mendalam juga ketidak berdayaan kulihat matamu, kurasakan kehausan, kurengkuh dalam bahu, reguklah kasih sayangku, bidadari apakah harus kuberikan nyawaku untuk membuatmu bisa tersenyum lagi ? kulihat airmata menetes lagi, dan kali ini jatuhnya ke hatiku ah betapa mengherankan air mata ini, seperti embun manis sejuk tak pernah kuhirup embun semanis ini, padamu kupeluk, dengan bahu, berikan airmatamu padaku, habiskan isakmu, bagikan kesedihan ini matahari diujung horizon malu malu sembunyi, seperti wajahmu yang tenggelam dalam bahuku habiskan lelahmu di bahuku, dan entah kenapa ada airmata yang bukan milikmu menetes di dahimu apakah milikku, ah sudah lama aku tidak menangis lagi, air mata itu meresap ke pori-porimu, menyatu dengan darah dan nadimu ah, kau buka matamu, berikan aku cahaya rembulan yang tak akan pudar kekasih, pada wajahmu yang selembut bayi, pada senyummu sepolos kanak-kanak, pada isakkmu yang mendesak ke dada ini, ku tak bisa tidak tersenyum pada rembulan di pelukan, ketika matahari telah tenggelam, entah cahaya ini berasal dari mana ... dari hatimukah ? pada tatapan mata sahabat sejati, pada hembusan-hembusan dari hidung yang mesra, pada kecupan dari bibir tersenyum, pada pipi semanis susu, dagu yang penuh madu, atau dahi yang memancarkan kesabaran ah, kutak sanggup melukiskan wajahmu pada geraian rambutmu aku sungguh tersesat di dalammu ah, kau buka bibirmu, kau dendangkan nyanyian malam, membuai rumput rumput di padang, membuat bintang-bintang menari riang, suara jengkerik menjadi semangat dalam rayuan merdumu kutarik guratan senyumku untukmu kukecup kening mungilmu, kuhirup wangi semerbak, sungguh aku berada di padang beraneka bunga tak akan kubiarkan wangi parfum menyentuhku lagi, karena sudah kutemukan dahimu, kupeluk engkau malam ini, tak akan kulepaskan lagi, pada angin malam yang menyapa tengkuk, ku... kupeluk rembulan di dada, dalam isakmu yang masih bergema, namun engkau sekarang sudah tersenyum damai sedamai rembulan di atas sana. mimpikan aku, mimpikan aku, kekasih ada satu masa, ingin kulukiskan kembali dirimu, pada embun sejuk di pagi hari masih kucium wewangian itu, kelembutan itu, kehangatan senyummu, ah betapa bodohnya aku, melepaskanmu 22 Agustus 2002, 12.24 <<< kembali Di Sebuah Kebaktian Minggu Sajak Cecil Mariani Terduduk di pelataran rumahMu menunggui kembalinya hati rindu menanti wajahMu sejak jauh kutinggalkan tempatMu dari HadirMU walau lambaian itu membasuh dakwa mendakwa jiwa menyuruhku abaikan sesalku lupakan sayang, lupakan pengkhianatan pulanglah saja.. tak pernah kuperhitungkan khianat dan sakit hati Kasih setiaKu cukup menutup semua hanya kepulanganmu untukKU demikian bisikMu.. lalu aku menangis seraya meninggalkan lagi rumahMu <<< kembali Catatan Pendek Sajak Y. Thendra B P Karena aku mencintaimu maka aku menulis sehati-hatinya Yogyakarta, 2002 <<< kembali Kepada Ranah Minang Sajak Y. Thendra B P bak setinggi buah diayun ranting melambai pada awan berarak suatu ketika jatuh ke tanah jua tempat akar memulai hidup demikianlah. aku akan berlabuh padamu setelah pelayaran usai setelah mimpi terlerai Yogyakarta, 2002 <<< kembali Dongeng Ibu Tua Penjual Gudeg Sajak Y. Thendra B P seorang ibu tua penjual gudeg terkantuk-kantuk menanti pembeli di tepi pagi angin dinihari yang nakal yang jahat perangainya seketika menjelma pangeran penunggang kuda putih yang turun dari pelana menghampiri ibu itu dan berbisik sendu: "tidurlah sayang biar daku menjaga daganganmu" dan ibu pun lelap di pangkuannya bermimpi menjadi cinderela yang di boyong pangeran ke istana Yogyakarta, 2002 <<< kembali Dunia Bikini Sajak Qizink La Aziva pijar-pijar lampu bersinaran di jalanan kembang-kembang bermekaran berselimut angin asap nikotin lagu-lagu dihentakan iringi tarian aroma whisky membunuh malam sunyi lelaki lalu, gairah membuncah lewat geliat hasrat ("jika begini masih adakah yang berani berpaling dari dunia bikini"). Anyer,090802 http://penyair2001.tripod.com <<< kembali Beribu batuku Sajak Agustina/2.5/Smu6 Mahakam Tahukah kau? Hanya dengan sebuah batu Tak dapat kulewati semua lawan Berlari dipanas tuk tandingi siang Berjalan didingin tuk hadapi sang malam Biar putus uratku teriak dalam gemetar Pohon bahkan hewan liarpun Masih tetap mematung dan tak bertindak Biar hikmat kudapat dari luka Biar rahmat kudapat dari derita Hidup dari perjalanan menghasilkan sebuah batu Pelajaran dari hidup menghasilkan beribu batu Maka,selami pelajaran melalui hidup dan temukan beribu batu itu Tuk jalani setiap langkahmu <<< kembali Satu Rindu Sajak Qizink La Aziva kutitipkan salam rinduku lalu sungai lalu laut lalu angin lalu waktu melaju kutitipkan salam rinduku pada daun pada pasir pada karang pada gerak ombak kutitipkan salam rindu lewat nyanyi samudera gemuruh badai gelegar halilintar rinduku hanya satu kepada yang nyata ada. Anyer,100802 <<< kembali Sajak Rabi'ah Sajak Qizink La Aziva kupurnakan tarian cintaku dalam sujud dalam wujud dalam fikir dalam dzikir sedalamnya cinta yang dalam kutuntaskan sajak cintaku sepanjang ma'rifat sepanjang hayat sepanjang iman sepanjang jalan sepanjang cinta yang panjang hingga tak tersisa dalam jiwaku setitik embun duniawi pun lelaki sebab cintaku telah rimba telah purba telah hamba telah damba pada-mu cinta ini kupersembahkan. Anyer,100802 <<< kembali Sebelum Pertemuan Sajak Qizink La Aziva Sucikan dulu dirimu sebelum memasuki ruang ini, katamu kubasuh muka tangan kepala telinga dan kakiku seraya do'a dengan salam kuketuk pintu-mu segeralah buka! wahai kekasihku. jangan terlalu lama kau biarkan aku menggigil di luaran ini. Anyer,120802 <<< kembali Saat Pertemuan Sajak Qizink La Aziva Oh, wajah kurindu! tak habis kata pujiku jatuh dalam simpuhku. dalam harapku sehening malam kurobek kulit dadaku agar cerlang cahayamu segera memenuhi rongga kalbuku dan airmataku adalah syahadat cintaku yang maha dahsyat Anyer,120802 <<< kembali Laba-laba Belang Hitam Sajak Viar MS aku si laba-laba belang hitam berkilat tebarkan jaring di sana anyamkan jaring di sini sedikit.. aku selalu menyeringai puas eh, suatu waktu aku terjatuh dan terjerat... si laba belang putih tersenyum manis dengan jaring-jaringnya yang putih bersih dan selendang sutranya merengkuh buaikan aku tinggalkan taring2ku denpasar <<< kembali Dalam Doa Bunda (1) Sajak SN. Mayasari H kudengar namaku disebut di sana berjumlah tak hingga beserta derai air mata ah, bunda, mengapa menangis untukku? ini bukan yang terhitung lagi entah telah berapa banyak tengadahan tanganmu pada-Nya entah telah berapa banyak pintamu pada-Nya aku cuma bisa turut mendengar lewat batasan gorden kamarmu bergerak gerak dihembus bunyi nafasmu lagi lagi kau sebut namaku dengan nada lebih lembut dari semua permainan biola atau sapaan ayah untukku tiap datang senja :memanggil pulang Yogyakarta, 22-23 agustus 02 <<< kembali Dalam Doa Bunda (2) Sajak SN. Mayasari H kabari aku betapa dekatkah Kau pada bunda, betapa dalamkah kasih Kau untuk bunda, ya Tuhanku, mungkin sama seperti cinta ayah kepadanya selalu menggandeng hati dan menidurkan segala gelisah milik bunda hingga renta usia mereka lalu habis di makan ajal semesta. atau Kau dan bunda saling mencinta? kulihat ia begitu mesra membelai-Mu, sampai kupikir semestinyalah ayah cemburu dan memburu-Mu tapi semua bahagia, yakinlah aku bahwa Kau juga mengenal ayahku. namun seberapakah jarak-Mu pada bunda? seerat urat nadi dan darah, sang mata pada kedipannya, atau apa? hingga tiap doanya Kau nyatakan dalam iya. jawab aku Tuhan, pagi ini, kudengar lagi bunda menyebut namaku dalam sholat subuhnya. Yogyakarta, 22-23 agustus 02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar