Wikipedia
Hasil penelusuran
Senin, 28 Desember 2015
Al-Bushiri dan Kasidah Burdah (1213 - 1296 M)
Laporan: Imam Saiful Mu'minin AR
[Khazanah]
Oleh Imam Saiful Mu'minin AR*
Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam. Isinya, sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad SAW, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan, hingga kini masih sering dibacakan di sebagian pesantren salaf dan pada peringatan Maulid Nabi. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman dan Italia.
Pengarang Kasidah Burdah ialah Al-Bushiri (610-6957 1213-1296 M). Nama lengkapnya, Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Dia keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir, Dia seorang murid Sufi besar, Imam as-Syadzili dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas al-Mursi - anggota Tarekat Syadziliyah. Di bidang ilmu fiqih, Al Bushiri menganut mazhab Syafi'i, yang merupakan mazhab fiqih mayoritas di Mesir.
Di masa kecilnya, ia dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al Quran di samping berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian ia belajar kepada ulama-ulama di zamannya. Untuk memperdalam ilmu agama dan kesusateraan Arab ia pindah ke Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang ulung. Kemahirannya di bidang sastra syair ini melebihi para penyair pada zamannya. Karya-karya kaligrafinya juga terkenal indah.
Sebagian ahli sejarah menyatakan, bahwa ia mulanya bekerja sebagai penyalin naskah-naskah. Louis Ma'luf juga menyatakan demikian di dalam Kamus Munjibnya.
Sajak-sajak pujian untuk Nabi dalam kesusasteraan Arab dimasukkan ke dalam genre al-mada'ih an-nabawiyah, sedangkan dalam kesusasteraan-kesusasteraan Persia dan Urdu dikenal sebagai kesusasteraan na'tiyah (kata jamak dari na't, yang berarti pujian). Sastrawan Mesir terkenal, Zaki Mubarok, telah menulis buku dengan uraian yang panjang lebar mengenai al-mada'ih an-nabawiyah. Menurutnya, syair semacam itu dikembangkan oleh para sufi sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan religius yang Islami.
Kasidah Burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis dengan gaya bahasa (usiub) yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap Al Quran, Isra' Mi'raj, jihad dan tawasul.
Dengan memaparkan kehidupan Nabi secara puitis, AI-Bushiri bukan saja menanamkan kecintaan umat Islam kepada- Nabinya, tetapi juga mengajarkan sastra, sejarah Islam, dan nilai-nilai moral kepada kaum Muslimin. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika kasidah Burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren salaf, dan bahkan diajarkan pada tiap hari Kamis dan Jumat di Universitas AI-Azhar, Kairo.
Al-Bushiri hidup pada suatu masa transisi perpindahan kekuasaan dinasti Ayyubiyah ke tangan dinasri Mamalik Bahriyah. Pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat pemerintahan mengejar kedudukan dan kemewahan. Maka munculnya kasidah Burdah itu merupakan reaksi terhadap situasi politik, sosial, dan kultural pada masa itu, agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi yang bertungsi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), mengendalikan hawa nafsu, kembali kepada ajaran agama yang murni, Al Quran dan Hadis.
Sejarah Ringkas Kasidah Al-Burdah
Al-Burdah menurut etimologi banyak mengandung arti, antara lain :
1. Baju (jubah) kebesaran khalifah yang menjadi salah satu atribut khalifah. Dengan atribut burdah ini, seorang khalifah bias dibedakan dengan pejabat negara lainnya, teman-teman dan rakyatnya.
2. Nama dari kasidah yang dipersembahkan kepada Rasulullah SAW yang digubah oleh Ka'ab bin Zuhair bin Abi Salma.
Pada mulanya, burdah (dalam pengertian jubah) ini adalah milik Nabi Muhammad SAW yang diberikan kepada Ka'ab bin Zuhair bin Abi Salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman: Jahiliyah dan Islam). Burdah yang telah menjadi milik keluarga Ka'ab tersebut akhirnya dibeli oleh Khalifah Mu'awiyah bin Abi Sufyan seharga duapuluh ribu dirham, dan kemudian dibeli lagi. oleh Khalifah Abu Ja'far al-Manshur dari dinasti Abbasiyah dengan harga empat puluh ribu dirham. Oleh khalifah, burdah itu hanya dipakai pada setiap shalat fd dan diteruskan secara turun temurun.
Riwayat pemberian burdah oleh Rasulullah SAW kepada Ka'ab bin Zuhair bermula dari Ka'ab yang menggubah syair yang senantiasa menjelek-jelekkan Nabi dan para sahabat. Karena merasa terancam jiwanya, ia lari bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat. Ketika terjadi penaklukan Kota Makkah, saudara Ka'ab yang bernama Bujair bin Zuhair mengirm surat kcpadanya, yang isinya antara lain anjuran agar Ka'ab pulang dan menghadap Rasulullah, karena Rasulullah tidak akan membunuh orang yang kembali (bertobat). Setelah memahami isi surat itu, ia berniat pulang kembali ke rumahnya dan bertobat.
Kemudian Ka'ab berangkat menuju Madinah. Melalui 'tangan' Abu Bakar Siddiq, di sana ia menyerahkan diri kepada Rasulullah SAW. Ka'ab memperoleh sambutan penghormatan dari Rasulullah. Begitu besarnya rasa hormat yang diberikan kepada Ka'ab, sampai-sampai Rasulullah melepaskan burdahnya dan memberikannya kepada Ka'ab.
Ka'ab kemudian menggubah kasidah yang terkenal dengan sebutan Banat Su'ad (Putri-putri Su'ad), terdiri atas 59 bait (puisi). Kasidah ini disebut pula dengan Kasidah Burdah. la ditulis dengan indahnya oleh kaligrafer Hasyim Muhammad al-Baghdadi di dalam kitab kaligrafi-nya, Qawaid al-Khat al-Arabi.
Di samping itu, ada sebab-sebab khusus dikarangnya Kasidah Burdah itu, yaitu ketika al-Bushiri menderita sakit lumpuh, sehingga ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, maka dibuatnya syair-syair yang berisi pujian kepada Nabi, dengan maksud memohon syafa'afnya. Di dalam tidurnya, ia bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. di mana Nabi mengusap wajah al-Bushiri, kemudian Nabi melepaskan jubahnya dan mengenakannya ke tubuh al-Bushiri, dan saat ia bangun dari mimpinya, seketika itu juga ia sembuh dari penyakitnya.
Pemikiran-Pemikiran Bushiri dalam Al-Burdah Burdah dimulai dengan nasib, yaitu ungkapan rasa pilu atas dukacita yang dialami penyair dan orang yang dekat dengannya, yaitu tetangganya di Dzu Salam, Sudah menjadi kelaziman bagi para penyair Arab klasik dalam mengawali karya syairnya selalu merujuk pada tempat di mana ia memperoleh kenangan mendalam dalam hidupnya, khususnya kampung halamannya. Inilah nasib yang diungkapkan Bushiri pada awal bait :
Amin tadzakurin jiranin bi Dzi Salami
Mazajta dam 'an jara min muqlatin bi dami?
Tidakkah kau ingat tetanggamu di Dzu Salam
Yang air matanya tercucur bercampur darah?
Kemudian ide-ide al-Bushiri yang penting dilanjutkan dengan untaian-untaian yang menggambarkan visi yang bertalian dengan ajaran-ajaran tentang pengendalian hawa nafsu. Menurut dia, nafsu itu bagaikan anak kecil, apabila diteruskan menetek, maka ia akan tetap saja suka menetek. Namun jika ia disapih, ia pun akan berhenti dan tidak suka menetek lagi. Pandangan al-Bushiri tentang nafsu tersebut terdapat pada bait ke-18, yang isinya antara lain :
Wa an-nafsu kattifli in tuhmiihu syabba 'ala
Hubbi ar-radha'i wa in tufhimhu yanfatimi
Nafsu bagaikan anak kecil, yang bila dibiarkan menetek
Ia akan tetap senang menetek. Dan bila disapih ia akan melepaskannya.
Dalam ajaran pengendalian hawa nafsu, al-Bushiri menganjurkan agar kehendak hawa nafsu dibuang jauh-jauh, jangan dimanjakan dan dipertuankan, karena nafsu itu sesat dan menyesatkan. Keadaan lapar dan kenyang, kedua-duanya dapat merusak, maka hendaknya dijaga secara seimbang. Ajakan dan bujukan nafsu dan setan hendaknya dilawan sekuat tenaga, jangan diperturutkan (bait 19-25).
Selanjutnya, ajaran Imam al-Bushiri dalam Burdahnya yang terpenting adalah pujian kepada Nabi Muhammad SAW. la menggambarkan betapa Nabi diutus ke dunia untuk menjadi lampu yang menerangi dua alam : manusia dan Jin, pemimpin dua kaum : Arab dan bukan Arab. Beliau bagaikan permata yang tak ternilai, pribadi yang tertgosok oleh pengalaman kerohanian yang tinggi. Al-Bushiri melukiskan tentang sosok Nabi Muhammad seperti dalam bait 34-59 :
Muhammadun sayyidui kaunain wa tsaqaulai
Ni wal fariqain min urbln wa min ajami
Muhammad adalah raja dua alam : manusia dannjin
Pemimpin dua kaum : Arab dan bukan Arab.
Pujian al-Bushiri pada Nabi tidak terbatas pada sifat dan kualitas pribadi, tetapi mengungkapkan kelebihan Nabi yang paling utama, yaitu mukjizat paling besar dalam bentuk Al Quran, mukjizat yang abadi. Al Quran adalah kitab yang tidak mengandung keraguan, pun tidak lapuk oleh perubahan zaman, apalagi ditafsirkan dan dipahami secara arif dengan berbekal pengetahuan dan makrifat. Hikmah dan kandungan Al Quran memiliki relevansi yang abadi sepanjang masa dan selalu memiliki konteks yang luas dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat temporal. Kitab Al Quran solamanya hidup dalam ingatan dan jiwa umat Islam.
Selain Kasidah Burdah, al-Bushiri juga menulis beberapa kasidah lain di antaranya a!-Qashidah al-Mudhariyah dan al-Qashldah al-Hamziyah. Sisi lain dari profil al-Bushiri ditandai oleh kehidupannya yang sufistik, tercermin dari kezuhudannya, tekun beribadah, tidak menyukai kemewahan dan kemegahan duniawi.
Di kalangan para sufi, ia termasuk dalam deretan sufi-sufi besar. Sayyid Mahmud Faidh al-Manufi menulis di dalam bukunya, Jamharat al-Aulia. bahwa al-Bushiri tetap konsisten dalam hidupnya sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya. Makamnya yang terletak di Iskandaria, Mesir, sampai sekarang masih dijadikan tempat ziarah. Makam itu berdampingan dengan makam gurunya, Abu Abbas al-Mursi.
*Penulis adalah anggota Forum Mubahasah Seni dan Budaya LEMKA,
Jakarta.
Air Mata sang Hamba
air mata sungai mengalir sejuk di antara bebatuan dan hijau dedaunan
sebagian lembut merembes ke dalam coklatnya tanah dan sebagian melanjutkan perjalanan isra'nya
menuruni perbukitan dan pegunungan, berkelok-kelok indah mengukir untaian mutiara Tuhan
sementara kepak lembut burung-burung di antara dedahanan pinus dan cemara
bernyanyi bersahutan di bawah canda mentari dan kapas-kapas awan di kanvas cakrawala
senandung tasbih alam yang begitu indah, mendamaikan setiap lara jiwa yang gundah
dan titik air mata itu bagai butiran mutiara yang menghias jiwa sang hamba
bdg, 28 mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 3:41 PM 0 COMMENTS
Lalu...
dalam gulita langit dari cinta rembulan
dalam heningnya malam dari desiran bayu
kulihat Wajah-Mu
hingga tergetar hebat tubuhku...
lalu,
gelaplah pandanganku !
bdg, 26 april '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 9:25 AM 1 COMMENTS
MONDAY, MAY 30, 2005
tak kulihat aku di sana
dalam fana
ku pandangi cermin jiwa
namun
tak kulihat aku di sana
hanya Cinta
bdg, 22 april '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 4:14 PM 0 COMMENTS
memetik al-buruj
biarkan aku memetik bintang itu, Tuhan
agar lembar demi lembar hijab-Mu dapat Kau angkat untukku...
biarkan aku mengais Cinta di lumpur kehinaanku ini, Tuhan
agar dapat ku tenggelam dalam Lautan Kerinduan-Mu...
bdg, 26 mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 10:08 AM 0 COMMENTS
WEDNESDAY, MAY 25, 2005
Kemarin aku masih melihatmu di situ
kemarin aku masih melihatmu di situ... baju kumal dengan wajah lusuh kehitaman
terkadang suling tuamu kau senandungkan
hingga bulu tengkukku kau buat meremang
kemarin aku masih melihatmu di situ... duduk lemah dengan tangan sedikit menengadah
mengharap belas kasih setiap yang lewat
meski kadang hujan deras menerpamu, mengguyurmu
membuat tubuh rentamu menggigil, hingga bibirmu keriput membiru
kemarin aku masih melihatmu di situ... dengan kopiah tua yang sudah nampak usang
namun, pagi ini ketika ku lewati tempatmu... kau sudah tak nampak lagi di situ
beberapa orang berkata semalam kau telah berlalu
tergolek meringkuk dalam pagut bisu
basah kuyup hujan melekat membalut tubuh rentamu
menemanimu menyambut senyum al-maut di malam beku...
ah, kek
kemarin aku masih melihatmu di situ...
bandung, medio mei '05
- untukmu kakek peniup seruling bambu -
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 8:20 AM 0 COMMENTS
TUESDAY, MAY 24, 2005
untuk Sahabatku
wahai dedahanan dan dedaunan yang asyik bercanda di bawah cahya rembulan
wahai angin laut yang mengangguk-anggukkan setiap deburan
bawalah pesan hatiku untuk sahabatku
yang tengah setia menanti, menanti, dan menanti di kanvas cakrawala itu
ah, sahabatku
senyum hambarmu begitu menyentuh hatiku
kepasrahanmu menemani hanyutnya biduk kecilku
tatap matamu seakan hampa dan memenjaraku
dan... ah, telaga itu mulai menggenang lagi di sudut matamu...
duhai, sahabatku
marilah genggam erat jari-jemariku
hapuskan air matamu dengan air mata Cinta-Nya
dan... ah, ku hanya mampu menatap bening matamu lekat dalam bisu
sebab,
tiada lagi yang mampu kuurai dalam diamku...
bdg, 22 april '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 3:59 PM 0 COMMENTS
FRIDAY, MAY 13, 2005
kau tak tahu...
kau tak tahu, jiwaku terluka...
ketika kau injak-injak sawah mungilku
yang tlah kurawat hati-hati separuh masaku
kau tak tahu, jiwaku terluka...
ketika kau hancurkan benih-benih padiku
yang mulai menghijau satu-satu
kau tak tahu, jiwaku terluka...
ketika kau bakar padi-padi suburku
yang hanya sepetak itu
kau tak tahu, jiwaku terluka...
ketika kumohon setetes air pelepas dahaga
tapi kau balas dengan ini semua...
kini, kucoba punguti satu... satu...
bulir padi yang mungkin masih bisa kutemu
benih padi yang mungkin masih bisa tumbuh
kini, kucoba lagi semua tetes keringat payahku
tuk kutanam dan kurawat sawahku lagi,
di sisa-sisa masaku
kuharap
masih ada waktuku...
bdg, 13 mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 2:07 PM 0 COMMENTS
THURSDAY, MAY 05, 2005
Huwa 7
getar dawai biola berenang di laut jemari
tetabuhan sholawat alam bagai seruling denyut nadi
menghantar canda pipit-pipit mungil di reranting menari-nari
bersahutan di antara nafas Rahman Rahimnya mentari
melati, mawar, tulip dan sakura saling berucap janji
kan mengukir setia tetes Cinta sang Camar Hati
menautkan jemari lentik dan kekar di Pelaminan Sejati
hingga Alif - Lam - Lam - Ha terlukis manis oleh Pelangi
mari bernyanyi Rahman, rupawan
mari menari Rahim, cantik
diiringi desah Nafas ahmad tanpa mim muhammad
berhias pekik Cinta ana al-haq mansur hallaj
tenggelam dalam lautan Cinta rabi'ah perindu Kekasih Hati
masyuq ditelan lengking seruling Sangsay rumi
: muutu qabla an tamuutu, dan air matapun bersembunyi...
hingga tergetar Arsy Kasih dan Sayang, di Putik Amma'
hingga terukir nada Cinta sang Pecinta, di Taman Raja
dan akhirnya lenyap semua dalam satu Samudera :
" Lahu l-Mulku wa lahu l-Hamdu... Allah... Allah... Allah... "
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 3:07 PM 0 COMMENTS
Huwa 6
pekatnya malam, semut-semut hitam berjalan
di atas batu hitam, tak ternampakkan
musafir isra' dalam keheningan
tenggelam dibelai tasbih malam
jiwa mabuk menuju Kampung Perindu
mi'raj mengembara di kanvas Lauhul Mahfuz
mengais Cinta di depan Pintu
merintih... menangis pilu menggetarkan Arsy-Mu
dan semesta raya pun memuji berseru :
" Allaahu laa ilaaha illa Huwa l-Hayyu l-Qayyumu... "
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 2:55 PM 0 COMMENTS
Huwa 5
setiap nafas naik dan turun mengagungkan-Nya
tetes air naik menguap dan turun menjadi hujan pun karena memuji-Nya
gemericik cantik air sungai bertasbih merdu
diiringi petik dawai desiran angin menggelepar bertahlil Rindu
berputar, melompat, melangkah kanan dan kiri, asyik menari dengan Sang Kekasih di Istana Qalbu
dan, mangkuk nun pun berseru :
" Huwa l-Awwalu wal-Akhiru, Huwa dz-Dzohiru wa-l Bathinu... "
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 1:52 PM 0 COMMENTS
Huwa 4
jauh tak berjarak, dekat tak berhingga
bahkan lebih dekat dari urat nadi
kudekati Ia dengan tertatih, Ia mendekat dengan berlari
bumi, rembulan, matahari mabuk dalam tari Anggur Cinta Sejati
diiringi nyanyian indah evolusi semesta rindu dalam Diri
bahkan ukiran garis dan huruf kejadian pun tak pernah berhenti me-Muji
:
" liLlaahi Mulkus-samaawaati wa l-ardhi... "
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 1:01 PM 0 COMMENTS
Huwa 3
aku jauh mencari arti, rupanya ada di dalam hati
aku mulai mendekati, rupanya Ia tiada terperi
aku mulai mengagumi, ternyata yang lainnya menangisi
detik, menit, hari bergulir membasahi sajadah Diri
bahkan bintang-bintang asyik menari di Taman Istana Hati
oh, Pelabuhan Rindu Sejati
oh, Samudera Cinta Tak Bertepi
tujuh puluh ribu hijab membatasi
ternyata Kau ada di hati
berdiri - ruku' - sujud - duduk - berdiri
dan Dia bertajalli...
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 11:01 AM 0 COMMENTS
Huwa 2
dekat tidak tersentuh dan jauh tiada perantara
tak terjelaskan dengan kata namun sangatlah sederhana
indah tak terlukiskan dan rupawan menggetarkan
bahkan atom-atom pun berthawaf mengagungkan Cinta-Nya...
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 10:16 AM 0 COMMENTS
Huwa I
Huwa l-Awwalu wa l-Akhiru
Huwa dz-Dzohiru wa l-Bathinu
apa yang aku lihat, Engkaulah yang aku lihat
apa yang aku punya, Engkaulah yang punya
apa yang aku kehendaki, Engkaulah yang berkehendak
sungguh, tiada kuasa aku untuk berbuat, bila Engkau tiada memberikanku kuasa
tolonglah aku, agar aku senantiasa berada dalam kebaikan...
tolonglah aku, agar aku Engkau pelihara dari keburukan...
aku hanyalah bayang-bayang,
tiada hidup aku bila tiada Engkau Sang Empunya bayang-bayang...
bdg, mei '05
DIUKIR OLEH: KIRANA, PADA 9:00 AM 0 COMMENTS
demi kemuliaan-Mu, o Tuhan, sekiranya Engkau mengusirku, maka aku akan tetap berdiri di depan gerbang-Mu, dan aku tidak akan berhenti untuk memohon kepada-Mu, karena ma'rifatku tentang kebaikan-Mu dan kemuliaan-Mu, serta lapangnya rahmat dari-Mu. kepada siapa lagi seorang hamba datang, kecuali kepada Tuannya ? kepada siapa lagi seorang hamba bersandar, kecuali kepada Empunyanya ?... Tuhanku, seandainya Engkau mengikatku dengan belenggu, dan menahan pemberian-Mu kepadaku di antara para saksi, seandainya Engkau campakkan aibku di depan mata hamba-hamba-Mu, dan menyuruhku memasuki neraka, dan seandainya Engkau pisahkan aku dari orang-orang yang berbakti kepada-Mu, maka tak kan kuputuskan harapanku dari-Mu, dan tak kan kupalingkan angan-anganku tuk harapkan maaf dari-Mu... Cinta-Mu tak kan pernah lari dari hatiku. - munajat dinihari Ali Zainal Abidin a.s -
mengukir pelangi di Lembah Sunyi, melukis malam di langit kelam, kuarungi Samudera Cinta-Mu, Tuhan, yang menyimpan Lautan Misteri...
di tengah heningnya malam
di semilirnya bayu nan tersulam
di bawah lampu nan temaram
di kaki langit nan kelam
getar bibirku lemah bergumam...
duhai Tuhanku...
terasa sepi menggigit qalbuku
dalam gelap asa nan pilu
kutersungkur di hadapan-Mu
duhai Tuhanku...
mengapakah dengan diriku
yang terasa begitu sendu
dalam gelak tawa nan semu
dalam senyum canda nan bisu
saat sebuah nyawa meregang kaku
di sini... di sudut qalbuku
pedih... bagai disayat sembilu
duhai Tuhanku...
masihkah ada detikku
detik 'tuk meraih Cinta-Mu
masihkah ada waktuku
waktu 'tuk menggapai Asa-Mu
masihkah ada harapku
harap 'tuk bisa selalu mendampingi-Mu...
duhai Tuhanku...
betapa kusendiri di malam ini
betapa kusepi di senyap ini
betapa kuresah di kabut ini
betapa kugelisah di gelap ini
duhai Tuhanku...
betapa kurindu Rengkuh Tangan-Mu
betapa kuingin Belai Lembut Jemari-Mu
di sela-sela helai rambutku
di antara derai tetes air mataku
di kisi-kisi relung hatiku
betapa kuimpikan Diri-Mu
'kan selalu bersanding di sini, di sisiku...
duhai Tuhanku...
masihkah terbuka Pintu-Pintu-Mu
untuk diri yang tiada malu
masihkah 'kan Kau Dekap aku
tatkala qalbu masih menduakan-Mu
duhai Tuhanku...
hapuslah tetes-tetes air di pipiku
usaplah mata dan wajahku
karena hanya Kau-lah yang mampu
untuk melakukan semua itu
karena hanya Kau-lah yang tahu
segala debur di dadaku
dan,
hanya Kau-lah, Tuhanku
tujuan segala Damba dan Rindu...
bdg, 17 Maret 2000
Oktober 02, 2002 - Oktober 12, 2002
Dimuat hari Sabtu, Oktober 12, 2002
Kuukir Senja
Sajak Novy Noorhayati Syahfida
: R. Hadi Wijaya
kuukir senja di hatimu
kuberi pelangi pada kerling senyummu
sambil kulukis pantai, ombak dan perahu
di matamu
kubungkus secarik sutra ungu
dan kusimpan diam-diam dalam mimpiku
Jakarta, 22 Agustus 2002
<<< kembali
Saat Malam Tiba
Sajak Novy Noorhayati Syahfida
bulan dibuai
dalam kidung anak pantai
kupu-kupu hitam tertidur
mendengkur
Jakarta, 27 Agustus 2002
<<< kembali
Kalau Boleh
Sajak Novy Noorhayati Syahfida
: R. Hadi Wijaya
kalau boleh kucuri hatimu
sedikit saja, tanpa kautahu
lalu akupun tersipu malu
sesungguhnya rinduku padamu
mungkin hanya bulan yang setuju
Jakarta, 17 Agustus 2002
<<< kembali
Kuhampiri Engkau
Sajak Arwan
kuhampiri engkau
yang terduduk di taman hatiku dengan tangan menyangga dagu
dengan kulitku yang dilumuri embun kubiarkan tubuhku tanpa selembar benang
sekilas terlihat kau mengintip dari sudut matamu, hanya sekilas
engkau kembali menusuk rumput hijau dengan sinar matamu, redup
kulihat rumput-rumput menengadah menatap ngangah
mungkin mengagumi sayu wajahmu yang ayu
Wajah sayu ayu lekat ke wajahku
mata indah tiada berkedip, menyelidik
aku biarkan mata hatimu masuk lewat lorong hitam mataku
agar engkau tahu, hatiku telanjang untukmu dan
kubiarkan, kuresapi kecup bibir matamu dikening hatiku
senyummu mulai beranjak bangkit
kurasakan tangan berkulit bangsawan memagut
bibir pori-pori bungkam terpana
kulit seindah putri raja menyentuhnya dengan rasa percaya
daun-daun mengangguk
tanah tersenyum bijak
daun-daun yang rela menyerahkan embun paginya
untuk jiwaku yang tengkurap saat pagi
tanah yang ikhlas memberikan sapa sejuk embun yang meresapi
untuk jiwaku yang meminta pada fajar
Sept. 10
<<< kembali
Aku Bertanya Tentang Kekasihku
Sajak Arwan
Aku bertanya pada malam
dimana kau sembunyikan wajah kasihku ?
malam menjawab;
'kekasihmu akan datang setelah kau serahkan jiwamu padaku'
Aku bertanya pada bintang
dimana bisa kujumpai kasihku malam ini ?
bintang menjawab;
'kau akan jumpai dalam teropongku saat bermimpi'
Lalu aku bertanya pada peraduanku
apakah kau siap mengantarku berjumpa dengan kekasihku ?
peraduan menjawab;
'setiap nafasku adalah pengabdian untukmu'
Aku terlelap
mimpi memuai rinduku terbengkelai
Sept. 05
<<< kembali
Diriku Pucat Layu
Sajak Arwan
angin berhembus tanpa menyentuhku
hingga kabar dari kutub tak kudengar
ombak laut enggan membelai kaki telanjangku
walau kumerangsek maju, dia mundur
kuciptakan cermin dari langit biru
kulihat diriku bercat putih pucat layu
Setp. 04
<<< kembali
Seberapa Lama Lagi
Sajak Arwan
seberapa lama lagi kau perlu waktu
untuk mengukir namaku dalam hatimu
seberapa banyak pahatan kau perlu
untuk membuat bingkai lukisan wajahku
bila saatnya sampai kuingin pahatanmu tak tinggalkan luka
Sept. 04
<<< kembali
Rindu Berkalang Pilu
Sajak Nurani Pratiwi
Kala kelam menjaring hari
‘ku duduk disini
serupa bintang di langit sendiri
Dupa sepi
menyeruak kamar
penuhi alam sekitar
Selalukah rindu berkalang pilu
Atau cuma khayalan semu
…….bayang pengantar tidur ?
Surabaya,27 Sept 2002
<<< kembali
Sungai Tjampuhan
Sajak Toni AL
gemuruh airmu
ditelan kebisuan batu
tjampuhan,selepas maghrib
<<< kembali
Bila…
Sajak Guntur Dewantara
Dua pupil mungil menerawang
Didalam redup gelas panjang putih
Delapan jari lengket menempel di langit
Menunggu si kecil penyambung hidup
Belukar khayal dihempas sepoinya topan mimpi
Menyisir menggapai sosok bayang
Mencari potongan potongan renik
Jadikan puzzle puzzle tak berpola
Perihnya indera pengecap warna
Tak terasa terbius kosongnya jiwa
Kurva tonjolan biru berdenyut keras
Mencoba salurkan ingatan ingatan lama
Menggali memori
Mencakar cakar akal
Membuka halaman binder binder tua
Mengurai gumpalan gumpalan
Mencairkan kentalnya lupa
Waktu tak lagi menjadi penganggu
Karena kalbu menjajah tabu
Tirai tirai beruntai seribu
Berjalan merangkak meraba merasa
Temukan sesungging senyuman dara
Lama…
Hanya lama….
Harap asa meminta
Bilakah lukisan semu ayu Sang Pencipta
Menjadi penghias lena….
Bila ?….
<<< kembali
Taubat
Sajak M. Imam Ghozali
Duh Gusti Pangeran Penguasaku
Maafkan hamba yang berhati hitam
Yang kadang terlupa dan sering sengaja
Mengaburkan nurani tuk menikmati dunia
Duh Pencipta segala rupa dan semesta
Jangan buat ini takdir abadi
Yang membuatku tak lagi mengenali-Mu
Hingga aku tak bisa memilih surga dan neraka
Duh Sesembahan abdi Maha Dewa
Terangkan mata ini dari kegelapan
Pisahkan jiwa dari keangkaraan murka
Bangkitkkan lagi birahi suci untuk memuja
Duh Sang Pengasih tiada kenal pilih kasih
Anugerahkan sedikit ketakutan
Karena aku terlalu berani untuk lupa
Bahwa alam-Mu bukan hanya dunia
Duh Raja Diraja Maha Perkasa
Hilangkan segala ragu dalam akal matiku
Penuh kebimbangan dan berselimut tanya
Adakah kebenaran dirimu berada
Duh lelabuhan akhir segenap asa
Mundurkan sejenak saat maut untukku
Sempatkan aku tahu apa yang Jibril bawa
Mungkin hati kecilku akan mampu terjaga
<<< kembali
Terkutuklah Aku
Sajak M. Imam Ghozali
Terkutuklah aku mencintaimu
Karna aku bukanlah yang terpilih
Sedang aku menghinakan diri padamu
Malaikat pun tak mampu menulis Dalam garis takdir yang ada
Karna ia akan dicambuk bila mendustai tuannya
Engkau seperti bintang di langit
Aku selalu melemparimu untuk jatuh
Tapi batu itu kembali memukulku
Aku menangis kau hanya membisu
Kau tertawa aku terpaksa mendengar
Benar-benar terkutuk aku!
kalau tak mau bercinta denganku
Tak perlu kau meludah sampai aku tenggelam
Bunuh saja aku!
Bagiku cinta adalah engkau
Dan bagimu cinta adalah kepuasan
Sedang aku selalu lemah di depanmu
Andai saja ada dunia
Dimanapun...
Dan dirimu tiada...
<<< kembali
Aku dan Tengah Malam
Sajak Cecil Mariani
ini waktu yang sempurna
bulan meninggi dan kelamnya biru
tak sehitam tirai temaram jam yang lalu
mendadak sepi jadi pasar malam
meriuh riweh dalam sunyi
berlaksa benak di semburat remang
ini waktu yang sempurna, kukatakan padamu
waktu antara bayang lenyap dalam hitungan menit
dan gelisah malam kawin dengan remuk membisu
dini hari
waktu yang sempurna untuk mendengar
celoteh celoteh bisu di kota kesunyian
sapa dan dakwa memilah rasa di balai balai sanubari
menyusur dinding dinding yang kabur di terang hari
mengenali wajah anak anak sendiri
mengantri membacakan isi hati di bawah selimut
aksara
ini adalah waktu waktu yang sempurna
dimana hanya impian yang luncurkan makna
dan aku bebas berkelana di pesisir kuantum awan awan
waktu sempurna bumi dan aku berdenting resonan
<<< kembali
Musisi Hujan
Sajak Cecil Mariani
tiada rintik hujan terdengar berlalu seperti mimpi
patahan demi patahan sedu yang jadi partikelnya
di tiap butiran hujan melerai angan
sebegitukah serentetan sunyi yang telah tertata?
bermakna dalam nomenklaturnya yang rahasia
Waktu bertabrakan
ya, dan detik berhamburan
jadi ombak yang pecah waktu kita melayari kata kata
berlagak musisi layari instrumen kecintaan hati
tak lagi dengan jemari
bermetronom jantung sendiri
moderato cantabile
cressendo
cressendo..
dan rinai hujan pun bernyanyi
di langit cerah tanpa hujan sama sekali
<<< kembali
Ketika Kutemani Dirimu
Sajak Wirda Nadya Faizzaty
Dari retakan retakan pada dinding pembatas
di sinilah akhir sang waktu yang perkasa
memunaikan tugasnya
Ialah tanah merah yang menjadi singgasana nisan terpahat,
seperti sebait puisi perjalanan kehidupan
Di sinilah terbingkai ribuan tangis dan bahagia dari
peristiwa dalam hidupnya, hidupmu mungkin jua
kehidupanku kelak
Di sini sebait doa mengalir ketika kutemani
kau menundukkan kepala.
Tak sanggup rasanya bumi menahan sesak pedih
walaupun airmata hanya semburat luka lama
Sungguh mas, lewat hembusan angin dan gemerisik
gesekan batang bambu Beliau tahu anaknya telah datang
dengan sekeranjang cinta kasih dan doa
Di hadapan pusara hitam ini, aku juga turut menundukkan
kepala ku, ...
Ibu perkenankan aku mencintai putramu....
<<< kembali
Dimuat hari Jumat, Oktober 11, 2002
Hari Semakin Menua
Sajak Aya Fikri
Sebuah gigi rontok
hari semakin menua
Sebuah dinding roboh
hari semakin menua
Gigi hari runtuh
hari semakin menua
juli 1995
<<< kembali
Ketika Kutemani Dirimu
Sajak Wirda Nadya Faizzaty
Dari retakan retakan pada dinding pembatas
disinilah akhir sang waktu yang perkasa
memunaikan tugasnya
Ialah tanah merah yang menjadi singgasana nisan terpahat,
seperti sebait puisi perjalanan kehidupan
Disinilah terbingkai ribuan tangis dan bahagia dari
peristiwa dalam hidupnya, hidupmu mungkin jua
kehidupanku kelak
Disini sebait doa mengalir ketika kutemani
kau menundukkan kepala.
Tak sanggup rasanya bumi menahan sesak pedih
walaupun airmata hanya semburat luka lama
Sungguh mas, lewat hembusan angin dan gemerisik
gesekan batang bambu Beliau tahu anaknya telah datang
dengan sekeranjang cinta kasih dan doa
Dihadapan pusara hitam ini, aku juga turut menundukkan
kepala ku, ...
Ibu perkenankan aku mencintai putramu....
<<< kembali
Pergi
Sajak Heriansyah Latief
aku musti pergi
mengikuti jalannya dunia misteri, oya?
mungkin dongeng ini datangnya kepagian
andaikan ada mimpi di langit sunyi
nyanyian suci cincang impian palsu
swaranya suling si tukang sihir
nyatanya berisi mantra-mantra sepi
tanpa api, tanpa gemuruh nafsu
suram masa depan yang sembunyi
dibalik harapan yang sia-sia
aku musti pergi
hl
apeldoorn, 24/09/02
<<< kembali
Diri
Sajak Aya Fikri
Keakuanku,
adalah seribu tanya
yang terucap lewat bibir-bibir mungil
di antara taburan senyum
Keakuanku,
adalah jiwa-jiwa terkapar
aku, tahu, ada
dan akan datang
sekarang, besok atau
kapanpun.
21 juni 1993
<<< kembali
".........."
Sajak Thrio A Tayib
di pasir putih pantai yang lengang
aku berdiri telanjang,
menatap lunglai hamparan samudera tanpa ombak,
pun tak lagi biru, karena langit telah merah.
semesta telah menyusut,
waktu telah berbalik arah,
bumi telah dikosongkan oleh gempa terakhir
: gravitas telah berbalik.
sepi, tanpa suara kesunyian
kosong, tanpa pantulan suara.
dari lautan yang bisu, tiba-tiba melesat sepasukan kuda putih bersayap,
menyambar tubuh telanjangku,
membawaku terbang melingkar-lingkar,
melemparku dalam ruang vakum yang hitam,
jauh,
jauh teramat dalam,
hingga ketakterhinggaan, aku jatuh dipelukan hawa
“Adam, saatnya telah tiba. Masuklah dalam rahimku!”
Jakarta:21/9/02
<<< kembali
Catatan Perempuan
Sajak Dewa Agung
Perempuan bukanlah mutiara hati
Perempuan bukanlah udara yang aku
Hirup setiap hari
Perempuan bukan pula jiwa di tubuhku
Perempuan bukan makanan
Yang tiap hari aku makan
Perempuan adalah baying baying
Yang membawa warna dalam hatiku
Perempuan adalah rasa sakit yang tak pernah
Lepas dari rasaku
Perempuan adalah penyakit yang mengendap
Di otak dan hatiku
Bagiku ,
Perempuan adalah …
<<< kembali
Selilit
Sajak Dewa Agung
Kuharap masih ada hari hari esok
Untuk kukenali siapa pemilik pelangi ini
Kuharap malam tak menutupi bumi
Dalam perjalananku
Selama ada disini
Biarlah kurawat mimpi ini
<<< kembali
Watu Item
Sajak Dewa Agung
: Watu item ::
Ada sebongkah batu di hatimu
Hitam …
Terjal nampak mengkilau
Selipkan mata …
Ataukah memang aku
Telah rabun
Atau buta
Entahlah …
Aku rasa ada sebongkah hati
Hitam …
Di hatimu …
<<< kembali
Tangis sang pembebas
Sajak Dewa Agung
Langit bicara tak terdengar
Hati tak terjamah sayap malaikat
Mata enggan bersinar
Menelungkup dirawa rawa kegelapan
Aku telah lama berkabung
Atas kematianku sendiri
<<< kembali
Bunga
Sajak Indah IP
kau bicara tentang mawar
batang-batang cantik berduri yang lukai jemari
dia bicara tentang melati
lembar-lembar ranum yang tak henti mengharum
dan aku bicara tentang kemboja
kelopak-kelopak lebar beludru tanpa wewangi tanpa kecantikan terlalu berani
bagaimana jika kita biarkan saja pekarangan itu penuh tanpa disengaja oleh
pilihan-pilihan tak adil yang
memaksa biar akar-akar mencari sendiri unsur haranya membumikan pijaknya
menemukan tempatnya
karena belum tentu kuntum-kuntum itu bahagia kita dampingkan dalam taman
seindah nirwana namun tak
pernah dikenal dan dicintainya
indah ip
5 oktober 2002
11:55 am
<<< kembali
Fragmen Tanah Liat
Sajak Indah IP
kusudahi tanpa gurat disengaja
tanpa bentuk sejalur pola
pagi ini tiba-tiba saja tergambar
ia lebih sahaja
dengan lekuk-lekuk tak sempurna yang lekat di tiap sisinya
indah ip
27 sept 2002
00.26 am
<<< kembali
Senja di Matanya
Sajak Indah IP
senja di matanya adalah butir purnama tak bercela, ternoda oleh gulung
prasangka tak berguna, tiupan ke dada bara, mercon yang pecah sebelum aba-aba
sang sutradara
senja di matanya adalah skenario kematian teramat muda yang tak beroleh
kesempatan tunjukkan adanya
indah ip
4 oktober 2002
12.29 pm
<<< kembali
Kasidah Cinta I
Sajak Ningrum Dewajati
lelehkan saja aku dengan
magma sajakmu
saat butir salju tak mampu lagi
bekukan mimpimimpi yang kian berbuih
dalam ombakperihku
jangan pernah berkata hanya
jika sepi senyummu sembunyikan riuh
nyanyian purba
yang terus kau kumandangkan
dalam tatapan ngilu
matahatimu
<<< kembali
Deportasi (1)
Sajak Muhammad Badri
DEPORTASI (1)
Makkk…..
Aku tak bisa mengirimimu uang
Untuk menebus tanah yang tergadaikan
Lima hari aku menginjak negri ini
Polis memborgol tanganku
Makkk…
Jangan pikirkan aku
Aku sehat-sehat saja
Sepatu bot dan popor bedil
Tak cukup membuatku sakit
Makkk…
Jangan menagis
Kalau aku pulang tinggal katepe
Dan fotoku setengah badan
Dalam selembar amplop deportasi
Pekanbaru, 2002
<<< kembali
Deportasi (2)
Sajak Muhammad Badri
Ma’af istriku aku pulang agak terlambat karena harus
dirawat sesaat
Tolong tetap susui anak kita dan katakan bapak pulang
menjelang bedug maghrib
Bersama senja merah darah di pelabuhan luka
Saat nyanyian mendung menghiasi selat Malaka
Karena pompong yang aku tumpangi memenggal harapan
Yang selama ini terpendam dalam tumpukan ringgit
Do’akan supaya almari dan seikat hati yang tergadai
dapat kembali
Pekanbaru, 2002
<<< kembali
Bush
Sajak Muhammad Badri
Kau torehkan luka diatas padang pasir
Hanya untuk mengejar sebidang fatamorgana
Diatas cermin retak penderitaan
Tanah yang baru bangkit dari mimpi kelabu
Mortir engkau jual eceran
Hanya untuk meminum seteguk darah
Dari bocah dan janda yang merindukan damai
Sia-sia di tanah mereka
Engkau meracuni oase yang mereka dambakan
Teluk kau sulap menjadi lautan merah
Ratusan ton mesiu menyumbat nadi
Kata mereka: “engkau pengecut”
Pekanbaru, 2002
(menjelang agresi AS ke Irak)
<<< kembali
Laut 1
Sajak Qizink La Aziva
Kulihat laut lirih
membaca silsilah ombak dan buih
mereka terhempas pada tepi batas
sebelum mataharai terbenam jingga
Anyer, 4 Okt 02
<<< kembali
Laut 2
Sajak Qizink La Aziva
Inilah pelataran luas
tempat aku berdansa mencumbu semesta
lambai-lambai daun kelapa, bisik-bisik kerisik
debur ombak, hembus angin
menafsir arus menyimpan musim pada lipatan kain.
inilah altar
tempat aku dipersembahkan
menjadi karang, nelayan
menerka letak bintang
nyanyian burung, ikan-ikan, lakon lokan
bermutiara
Anyer, 05 Okt 02
<<< kembali
Laut 3
Sajak Qizink La Aziva
Telah kurupa dirimu
pada percumbuan ombak di bibir pantai
biar lebur deburnya pada sketsa malam
kau-lah lautku yang mempesonakan.
Anyer, 09,09,02
<<< kembali
Dimuat hari Kamis, Oktober 10, 2002
Pada Suatu Malam
Sajak Arie Ishami
Ia mengawasi langit yang saat itu kelam
bagaikan juntaian jubah lebar hitam yang menyita kata-kata pada malam itu
Sekian jam terbuang
Namun dengan setia Ia tengadahkan kepala sambil tetap mengawasi, kalau-kalau ada sesuatu yang berubah
“ Barangkali bukan malam ini,” tuturnya lirih
sementara itu satu bintang susut dan pudar…mengasing dari konstelasinya
18 Mei 2000
<<< kembali
Sajak Terakhir
Sajak Qizink La Aziva
: i-i
Ini sajak terakhir,
yang kutulis dengan air darahku.
sebab luka telah lama menganga.
sungguh,
butuh banyak tenaga
untuk mengajakmu memaknai warna telaga.
<<< kembali
Tarian Peri
Sajak Lestari Puspita (SMU 6)
Pasir putih di tepi pantai
seperti ada yang menaburnya
tak kuasa ku lihat seorang peri menari di atasnya
6_mhk
<<< kembali
Inikah Hatiku ?
Sajak Arwan
Hatiku bagai pasar
lalu-lalang sosok tak ada yang kukenal
bicara dengan bahasa yang tak dapat kuterjemahkan
menyapaku asing
seolah aku adalah pendatang baru bagi hatiku
aku asing disini
Hatiku bagai pelabuhan
tempat turun dan naik barang, bukan milikku
kapal bergantian datang, bukan kapalku
ratusan sosok manusia berbicara kasar,
bukan kebiasaanku
Hatiku bagai malam
yang keseluruhannya adalah kelam
tanpa celah untuk sinar
tanpa jendela untuk melihat rembulan
hanya sepetak kotak tanpa lobang
gelap
inikah hatiku ?
Hatiku bagai gurun siang
panas dan terik tanpa ada rindang pepohonan
debu-debu menebal menjadi menutupi keasrian
derap kaki-kaki kuda mengentak-hentak jalan
gembel-gembel berkeliaran mengundang kepenatan
penat
inikah hatiku ?
Hatiku mengundang bidadari
turun lewat pelangi dan mewarnai dengan warnanya
Aug. 19
<<< kembali
Seperti Elang
Sajak Arwan
aku bertengger diatas awan
seperti elang merindukan jelang
kutatap seberang yang kosong
ku kepakkan sayapku mengundang buluh perindu
aku adalah elang yang rindu
pada betinaku yang jauh di ujung senja
Aug.21
<<< kembali
Rindu itu Aku Simpan di Laci Meja Kesunyian
Sajak Sefi Indra.G
sebilah jarum waktu sepertinya tak lagi menggangguku
sayatan air mata telah terkubur kejenuhan yang membatu
mungkin aku lupa, ada sesuatu yang menghilang
entah kapan dan dimana
segalanya menguap ditembok waktu dan ranjang malam
jendela jendela cahaya pun kubiarkan tetap terbuka
sebuah keanehan yang tiba tiba
tumpukan kenangan menjamur disudut kamar
lalu kurasakan labirin otakku berdengung
sebuah teriakan meledakan kamarku
yang tersisa hanya seonggok laci meja berhias kesunyian
ah, aku ingat sekarang !
sebongkah rindu tersimpan rapi disana
Cirebon , 22 agust 2002
<<< kembali
Rindu
Sajak JK
Dua bola mata
dua ekor ikan luwes
berenang di lautan antara
benua
benua
Mengenai mulutmu
buih di ujung bibirmu
keping keping embun tipis
di akhir musim dingin
tidak menyayat
sedikit menggigit
sebagian lembutnya
mengigilkan
Yang mau kutaklukkan
tungkaimu
dan seonggok
daging itu
<<< kembali
Threesome
Sajak Cecil Mariani
selamat malam, penyenggama
mengapakah belum tidur malam ini?
padahal hari ini kegiatanmu libur
dan semalaman kasurmu akan menganggur
sia-siakan lagi kesempatan tidur awal
atau sedang tanganmu bermain?
karena tak ada tubuh menghangati kasurmu?
letih?
bagaimana kau bisa?
merasa dan tidak merasa
dalam hidupmu yang begitu sempurna
lengkap dengan kasih ibunda
dan aku cipratan bukan siapa-siapa
diinjak bayang bayang bidadari khayalmu
yang menemani imajinasimu waktu onani
sekarang siapa yang sungguh kau cumbu?
aku dan tubuhku? atau dia dan tubuhku?
mari sini dekat wajahku
sia-sia membohongi aku
perempuan tak bisa ditipu lenguh orgasme
itu tipuan kami
lihatlah dalam dalam kepada mata ini
dijaga rapat harga diri yang tinggi menjulang ke awan
yang kau penggal dengan siapa pun disitu yang di kepalamu
disini bukan hanya ada liang feromon
yang tak punya nama atau kepala, lalu diganti seenaknya
selamat malam, penyenggama
hari ini tak ada tubuh siapa-siapa
cuma ada dia khayalan dalam kepalamu
dan jari jari tanganmu
malam ini hujan, dingin, manis sekali
kalian bertiga nikmatilah malam ini
permisi saya punya pribadi
<<< kembali
Kepada Neni
Sajak Endah
Lelakimu ada padaku Nen,
Setiap malam tiba, lelakimu duduk disebelahku
Berbicara tentang hidupnya padaku
Dia pernah mencintaiku Nen,
Tiga belas tahun yang silam
Saat celana pendeknya berwarna biru
Aku tidak mengenalmu Nen,
Apakah rambutmu hitam atau pirang
Apakah kulitmu hitam atau putih
Apakah tubuhmu tinggi atau pendek
Aku Cuma tahu bahwa kau akan cemburu kalau kau tahu
Hanya itu kata lelakimu tentangmu
Dia lebih banyak bercerita tentang dirinya
Tidak tentang dirimu, maaf.
Kami pernah saling mencintai Nen,
Tanpa pernah saling mengetahui
Ruang, jarak, serta waktu menentang kami
Jadi kami tidak pernah tahu rasa itu
Tigabelas tahun Nen, kami tetap berhubungan
Sekedar surat dan kartu ucapan yang hambar
Lelakimu kadang muncul kadang hilang
Kami tetap mempunyai hidup sendiri-sendiri
Aku menyebut hubungan ini pertemanan.
Aku menduga Nen,
Dia mencintaimu, sangat
Dia takut kehilanganmu, sangat
Aku hanya seorang perempuan dari masalalunya
Yang tetap dihidupkannya dalam bayangan yang pudar dikunyah waktu
Setiap malam tiba lelakimu duduk disebelahku
Berbicara tentang hidupnya padaku
Tidak tentang dirimu, maaf
Mungkin karena kau berada di suatu tempat
Yang berjarak tujuh malam pelayaran
Saat dia menghamburkan kata-kata
Yang seharusnya dihamburkan tigabelas tahun silam
Aku bertanya pada diriku sendiri Nen,
Apakah aku masih menginginkannya
Jarak, ruang dan waktu dapat merubah kita, Nen
Tapi kadang emosi terdalam kita hanya sekedar terkubur
Serabut-serabut tipis di otak belakang
Memberi impuls balik ke dalam bilik hati kami berdua
Setiap malam tiba, Nen.
Lelakimu duduk disebelahku
Berbicara tentang hidupnya padaku
Tidak tentang dirimu, maaf
Dan hanya empat malam tentang aku
Impuls balik itu Cuma eforia
Selebihnya Nen,
Lelakimu bergumul dengan dirinya yang lain
Yang berkelana bersama tubuhnya keujung-ujung pulau
Mencari jawaban untuk suatu pertanyaan tentang dirinya sendiri
Ditengah-tengah perdebatan kami,
dilembar-lembar buku Pramoedya dan sitok
di antara teman-teman revolusi-nya
diantara kita bertiga.
Lelakimu berusaha mencari jawabannya.
Dia mencintaimu Nen, sangat
Dia takut kehilanganmu, sangat
Aku hanya seorang perempuan dari masalalunya
Yang pernah dicintai dan mencintainya
Jawaban lelakimu tidak padamu, tidak padaku juga
Entah ditempat lain,
Jangan cemburu padaku Nen
Karena aku Cuma bayangan pudar yang semu berumur tigabelas tahun
Dan kamu bayangan dengan rekam jernih dari setiap harinya selama 5 tahun terakhir
Atas nama perempuan,
kau dapat mempercayaiku, Nen
aku bersedia mengorbankan keinginanku memilikinya lagi
karena aku bukan jawaban yang dicarinya
meski kau pun bukan jawabannya
kau lebih dicintainya dari pada aku
yang hanya seorang perempuan dari masalalu
yang berbentuk bayangan pudar semu berumur tigabelas tahun
e.n.d.a.h Sandcity, 23 agustus 2002
“waktu malam susah tidur”
<<< kembali
Dan Ketika...
Sajak Kosri
dan ketika burung mulai bernyanyi bunga pun mekar berseri para gembala tiup suling meriakan hati
maka kenapa kau tetap bersedih hati
dan ketika tanah hidup kembali setelah derita panjang membuncah pedih pun silir angin sejuk buai nurani
kenapa hatimu masih terpaku mati?
tidakkah kau kan menjadi orang yang merugi
<<< kembali
Love Thee
Sajak Oniq
kehidupan telah menempaku dengan tangan besarnya hinga aku tak lagi
merasa takut.
kehidupan telah menyiramku dengan kesejukkan mata air yang mengalir dari dalamnya
hingga aku tak lagi merasa kehauasan
kehangatan yang diberikannya tak lagi membuatku merasa sendiri
kehidupan telah memberiku dirimu dengan cinta sepenuh hati
hingga aku merasa bahagia.
aku mencinta karenamu dan aku merindu kehangatanmu disetiap hariku
dedicated to andre
<<< kembali
Hujan
Sajak Ratna Ningsih SMU 6
Aku ini rajutan mutiara yang di layangkan para malaikat dari surga
Bumi menangkap ku dengan tangannya
Aku ini percikan emas raja agung yang bertahta di atas kepalanya kemudian jatuh ke tanah
Apabila aku sedih dan menangis gunung-gunung tertawa gembira
Apabila nafas ku rente bunga-bunga tersenyum
Dan apabila aku tertidur segalanya cerah kembali
Ladang dan cakrawala memadu kasih dan aku tersenyum melihatnya
Dahaganya telah ku lepas dan lukanya telah kusembuhkan
Petir menandakan kehadiranku
Pelangi mengantarkan kepergian ku
Jantung samudera melepaskan ku
Membumbung tinggi aku bersama panas
Dalam berjuta cara aku turun tuk membelai sang bunga dan berjabat tangan dengan sang pohon
Aku tertawa bersama kaca jendela dan semua orang dapat mendengarku
Semua orang dapat melihatku
Namun hanya yang peka yang dapat memahamiku
<<< kembali
Paya Sengketa
Sajak Idan Radzi
masih ingat lagi kan?
lintukan pepohon remenia di padang sekolah
alur lorong ke rumahmu di cakaran rumput
alor kiteh mat jadi
sepat, puyu & pilai lawan
parit teh benon
belut, keli & ular air
cintaku dingin & jernih di sini
paya asap
kiambang, teratai & kalui
menyelam di sungai nin
titian kasihmu amat kukuh
puncak rambung
bukit senyum & pucuk mutaling
senduduk rindumu menyelimutiku
orkid liar di bakung telah menyesatkan kita
tentang nilai kejujuran & ketulusan
lalu kini kita sama-sama tercampak
di hutan batu nan amat lugu
buntu meluru kematu batiniku
aku jadi samseng dalam palinganmu
aku jadi tamak dalam tudinganmu
aku maumu tapi kita tidak mungkin bersatu
aku maumu tapi kita tidak mungkin ketemu
jauh sekali bersapa atau bercanda
seperti di zaman tualang kita
lantaran keluarga kita
telah pun keliru dengan harta
cela paksa & melimpah airmata
di paya sengketa.
- kekasih aku masih merinduimu!
60an
Desa Tualang Kota Bharu Perak
http://idanradzi.tripod.com
<<< kembali
Pengkhianatan
Sajak FR. Susanti
Tikamkan belati itu tepat di jantung,
hingga rasa sakit meloncati saraf
kerna kutahu kau sungguh ingin melakukannya
menikamku, tepat di jantung, berkali-kali
hingga tak ada lagi darah
hingga tak tersisa cinta
di padang golgota itu,
di akhir September 1965,
di jalan diponegoro no. 58,
di reruntuhan bulan Mei
dari Aceh hingga Papua
Tikamkan belati itu tepat di jantungku,
agar kekal pengkhianatanmu.
Jakarta, 17 Agustus 2002
<<< kembali
Pilihan
Sajak FR. Susanti
Jalan ini bukan mistar, sayang
lurus dan tanpa jeda
hingga kau tak perlu berpikir mesti kemana
Jalan ini berkelok, sayang
dengan sejuta persimpangan tibatiba
membuatmu berhenti sementara
menekan detak jantung tak tahu harus apa
Jalan ini bukan permainan, sayang
bisa ditentukan acak semenamena
sembari mempermainkan logika
berharap keajaiban menyelesaikan segala
Jalan ini semesta, sayang
dan kau pengambil keputusan
Jakarta, 17 Agustus 2002
<<< kembali
Kau Tuhan Siapa?
Sajak FR.Susanti
kau tuhan siapa?
saat penindasan tak tertahankan,
kau hanya melafalkan mazmur penghiburan
kau tuhan siapa?
saat kami berniat melawan,
kau malah bikin kompromi dengan kekuasaan.
kau tuhan siapa?
saat darah menetes di jalanan,
kau justru menonton dari atas jembatan
kau tuhan siapa?
saat jiwa melayang di udara,
kau tak bisa bikin apa-apa
kau tuhan siapa?
saat jantung berhenti berdetak,
kau sibuk menjanjikan surga yang kelak
kau tuhan siapa?
Jakarta, 9 Juni 2001
<<< kembali
Gadis Gunung
Sajak Ditha Pradnya Bremantie SMUN 6 JAKARTA
Burung pipit berkicau di atas pepohonan
Padi menguning di lembah gunung
Angin gemulai membelai rambut sang gadis
Yang berdiri di tepi jalan
Seakan memberitahunya untuk kembali
Dari penantian yang sangat lama akan seorang gerilyawan muda
Jaman tlah merdeka
Perang tlah usai
Pengungsi kembali ke kota
Berduyun duyun cari kehidupan baru
Yang lama tlah ditinggalkan
Sang gerilyawanpun meninggalkan desa
Meninggalkan cerita
Meninggalkan cinta
Dengan gagah kembali ke kota
Dia kembali ke sekolah
Melanjutkan cita cita
Membangun bangsa dan negara
Jaman tlah merdeka
Perang tlah usai
Udara kebebasan mulai terhirup
Pembangunan mulai menggeliat
Bunga bunga kehidupan mulai mengembang
Tapi hanya di kota
Yang di desa terlupakan
Gadis gunung berdiri menanti suatu yang tak kunjung datang
Sudah lupakah dikau
Padi yang menguning
Kicau burung pipit
Sudah lupakah dikau
<<< kembali
Langit di Atas Langit
Sajak Ditha Pradnya Bremantie SMUN 6 JAKARTA
anak muda pergi ke medan perang dengan lantang mengangkat dagunya
dengan yakin dia yang terhebat, terkuat
sang ayah mengingatkan
jangan kau lantang
jangan kau yakin
ada langit di atas langit
anak muda pergi ke medan perang dengan lantang mengangkat senapan
dengan yakin ia menembak
sang ayah mengingatkan
jangan kau lantang
jangan kau yakin
ada langit di atas langit
anak muda pergi ke medan perang
dengan lantang ia tertembak
dengan yakin ia mati
sang ayah mengingatkan
jangan kau lantang
jangan kau yakin
ada langit di atas langit
<<< kembali
Saat Merindu 7
Sajak SN. Mayasari H
banyak kata yang kubunuh dalam menanti kembalimu di sisiku :
bosan, letih, jenuh, lelah, hampa, sepi, sunyi, kosong, bisu, jarak, waktu,
duka, tangis, sedih, air mata, putus asa, lara, takut, pisah, ragu, jauh, hilang
lama lama aku mulai mengutuki kata rindu, bayangmu, mimpi, angan, bahkan namamu
cintaku tak tahu malu! nyemburat gusar sekujur jiwaku
mengacaukan pikiranku, rusak tak tentu
sayang, tetaplah di situ dulu! aku mau menyisir kalimat hatiku.
(kuharap kau tak tahu yang terjadi padaku)
Yogyakarta, 210802
<<< kembali
Tangis Tuhan
Sajak SN. Mayasari H
Setiap aku lupa tunaikan shalat yang lima
Setiap rak bukuku berdebu dan Quran terselip di antaranya
Setiap aku makin jauh berjalan tanpa cahaya
Setiap tubuhku menggemuk akan nafsu dunia
Dan aku masih nyaring tertawa
Kurasa ada isak tangis di dada,
Nyesak
Bahkan dalam pergulatan semburat dosa-dosa
Tuhanku, Kaukah yang menangis?
Jawablah!
Aku sudah buta mata telinga. yang ada:
Dadaku banjir air mata
Yogyakarta, 13 Agustus 2002
<<< kembali
Impian
Sajak SN. Mayasari H
seperti kapar pesiar yang gemerlap di tengah malam gelap
lampaulah waktu di perjalanan
tapi aku ingin bersandar kali ini
hentikan gerakan lincah renang dan loncatanku
dari laut satu ke satu
bersandar untuk rasakan kerling tulus cintamu
di pelabuhan hatimu
di lautmu
beri aku waktu!
yogyakarta, 27 juli 2002
<<< kembali
Demi
Sajak SN. Mayasari H
demi matamu yang bicarakan rahasia, demi
satuan jumlah tiupan angan darimu kukejar semua
kota yang kau datangi sebelum ini. untuk kupelajari
tualangan cintamu.
demi pantai malang dan air terjun yang menunggu,
kubuang segala pesona wajah manca negara. untuk
kuhampiri janjimu bersatu denganku.
demi diammu, kuhargai bisumu mengatakan cinta padaku.
demi kedekatan lalu, demi terjemahan kenangan asmara dulu,
kurelakan hatiku lantak menanti nanti kepastian darimu.
demi indah matamu pun santun lakumu, sumpahku ngalir
akan kesetiaanku. demi jarak pisahan kita, makin misteri
dirimu kurasakan.
demi aku (katamu), kau harus berlalu. demi cinta, selalu kuminta
alasanmu yang tak sekali kau beritahu. lalu kau bilang aku masih
anak anak. demi kedewasaan usia milikmu, kuhaturkan
terima kasihku yang kecut. demi anggapanmu atas cinta
kanak kanakku kubunuh dirimu dalam kalbuku dengan panah
tajam rusukku.
(terakhir kudengar kau menghilang dariku demi keinginan ibumu)
Yogyakarta, 27 juli 2002
<<< kembali
Dimuat hari Rabu, Oktober 09, 2002
Aku Rindu
Sajak SN. Mayasari H
aku rindu
jalanan riuh surabaya yang meras peluh ayahku
megah supermarket membocorkan tabungan ibuku
dan teman kecilku yang ditenggelamkan waktu
Yogyakarta, 29 juli 2002
<<< kembali
Gelisah
Sajak SN. Mayasari H
dengan pakaian asap kendaraan yang menjadi udara nafasku
hari hari ini lebih terasa berat
mengadu ke langit pun tak mungkin
sebab bumi pada kita dititipkan
tinggal kusut dan pucatlah wajah wajah insan
burung burung penerbang meniupkan sejuknya awan
nukik jatuh kelelahan tersedak kepulan pabrik pekat
dimana lagi pengharapan melekat
dan penghuni laut ukurlah kedalaman rumahmu
katanya di dasaran kasih Tuhan bersemayam
temui dan adukan tiap keluhku
kutunggu tunggu
kabarnya kau tersesat di licinnya zat kimia peradaban
dengan pakaian guruh mesin yang menjadi penggerak kaki tanganku
dunia kian jauh dari arti hidup
teroboslah tanah hai akar akar tumbuhan
hampiri malaikat dan catat pertanyaan mereka yang kelak harus kujawab
kunanti nanti hingga datang suara:
"kenapa kau tak merunduk saja. dengan pakaian religi ngejar Ilahi"
malang 24 juni 2002
<<< kembali
Melihat, Menatap Negeri Ini
Sajak Insanam Arzust
Melihat carut marutnya negeri ini
Menatap perihnya hidup di negeri ini
Melihat segala ketidakadilan di negeri ini
Menatap wajah-wajah lusuh tak bersemangat
Menatap wajah-wajah pongah dengan segala keserakahannya
Menatap anak-anak kecil berlarian di perempatan jalan
Bernyanyi riang dalam kepedihan, untuk kemudian
Menadahkan botol plastik bekas minuman
Berharap pada belas kasihan
Walau sekedar untuk uang recehan
Melihat dan menatap negeri ini
Terasa ada sesuatu yang hilang
Melihat dan menatap negeri ini
Terasa ada sesuatu yang sumbang
Melihat betapa kayanya negeri ini
Menatap betapa Tuhan telah bermurah hati pada negeri ini
Melihat betapa alam telah menyediakan semuanya bagi negeri
Terlihat jelas ada ketidakdilan dan keserakahan pada negeri ini
Menatap anak-anak negeri ini
Menjadi pengemis di negerinya sendiri
Menatap pemuda-pemudi negeri ini
Menjadi buruh-buruh miskin di negeri ini
Menatap petani-petani negeri
Menjadi sapi perah cukong-cukong asing dan pribumi
Melihat 200 juta lebih penduduk negeri ini
Berlumur peluh untuk sepiring nasi
Menatap negeri ini semakin hari semakin terasa
Betapa banyak yang harus kita benahi
Melihat pemimpin negeri ini
Berkotbah di depan televisi
Tapi jelas bukan untuk rakyat negeri ini
Melihat wakil-wakil rakyat di negeri ini
Saling hantam saling caci
Tapi jelas bukan untuk 200 juta penduduk negeri ini
Menatap orang-orang kaya di negeri ini
Berlomba unjuk kekayaannya
Dan sangat jelas itu ditujukan bagi rakyat negeri ini
Agar semakin terasa perih hidup di negeri ini
<<< kembali
Riuh dalam Diam
Sajak Insanam Arzust
Bogor, 16 April ‘02
Dalam diam,
Aku bergemuruh,
Riuh, seriuh-riuhnya
Mari ,
Mari ,
Riuh, dan riuhlah bersamaku,
Mari,
Mari,
Bernyanyi, bernyanyi bersamaku,
Nyanyian jiwa yang merindu,
Merindu akan – Mu
Mari ,
Mari,
Berdzikirlah bersamaku
<<< kembali
Bogor, 21/04/02
Sajak Insanam Arzust
karena dosa,
hidupku kini menjelma
menjadi do’a dan air mata
berharap pada
rahmat & ampunan-Nya
<<< kembali
Pada mu
Sajak Insanam Arzust
Bogor, 14 April 02
pada rajukmu,
aku merindu
pada senyummu,
aku menunggu
pada sapamu ,
aku gagu,
pada tangismu,
aku termangu
pada tawamu,
aku saru
pada dustamu,
aku pura-pura tak tahu
pada marahmu,
aku menyerah kalah
pada genitmu,
aku gundah
pada kecupmu,
aku kehilangan nafas
pada kelembutan hatimu,
aku jatuh cinta
<<< kembali
Kucari Kamu
Sajak Insanam Arzust
14 April 2002
Kucari, dan
Kucari kamu,
Di sepanjang jalan yang pernah
Bahkan terlalu sering kita lalui bersama
Kucari, dan
Kucari kamu,
Di tanjakan jalan depan kostmu.
Kucari, dan
Kucari kamu
Pada pagar besi ,
Pada kursi teras dan tangga kostmu dulu,
Kucari, dan
Kucari kamu,
Pada bangu-bangku beton
Di pelataran kampus kita dulu
Kucari, dan
Kucari kamu,
Siapa tahu tengah duduk
Di bawah pohon randu
Di taman depan kampus kita dulu
Kucari, dan
Kucari kamu,
Disetiap kelokan, persimpangan, dan tikungan jalan yang pernah kita lalui dulu
Berharap muncul seraut gambaran wajah itu
Kucari, dan
Kucari kamu,
Di dinding, tembok, bahkan balik pintu kamarku
Kucari, dan
Kucari kamu
Bahkan di kost-mu yang baru
Tapi yang kutemui hanyalah potongan-potongan kenangan
Yang semakin membelenggu
.......................................................................
<<< kembali
Aku Dan Kau
Sajak Ratna Ningsih (SMU 6)
Derita adalah ibuku
Bahagia adalah ibumu
Ibuku adalah pemberian Tuhan
Yang terpendam bersama rasa iri dengki
Aku ini jiwa sang derita
Bila kau tertawa jiwaku meratap
Dapatkah kau memahamiku ?
Tidak...
Kau berenang dalam arus kehidupan
Lurus terus tanpa menoleh
Aku terus mengamati mu
Dalam hatiku yang asing dengan mu
Bising...!
Aku teriak
Tidakkah kau mendengar jeritanku?
Kebisingan membutakan telingamu
dan mengeraskan hatimu
Hati yang tak pernah peduli.
<<< kembali
Aku Dan Kau (II)
Sajak Ratna Ningsih (SMU 6)
Kau tinggal dalam kepalsuan
Tiada cermin untuk berjaga
Namun kau tetap tertawa
Mengeluarkan racun berbisa
Diantara kemilauan harta tiada tara
Aku menangis karena aku terpisah dari intisari kehidupan
Dan kau tertawa karena terikat erat pada sebongkah tanah penuh kepalsuan
<<< kembali
Seperempat Abad
Sajak Ratna Ningsih (SMU 6)
Ibuku melahirkan ku seperempat abad yang lau
Dua puluh lima kali aku putari matahari
Dan entah berapa kali bulan mengelilingiku
Namun belum ku pahami arti cahaya itu
Seperempat abad ini aku berlayar
dengan kehidupan
Namun dahaga masih menyelimuti ku
Seperempat abad lalu aku halaman kosong yang bernyawa
Sekarang diisi kata kabur jauh dari makna
Mulai seperempat abad lalu roh kosong membentuk jiwaku
Mengunjungiku menyanyikan gita sendu nan hampa
Bukan itu yang ku harap
<<< kembali
Bunda Papa
Sajak Ratna Ningsih (SMU 6)
Mengapa kau tinggalkan alam abadimu
Mengapa datang kemari tuk membagi duka denganku, anakku
Kau pergi dari alam malaikat
Dari kebahagiaan abadi
Turun ke dalam penderitaan
Apa yang dapat ku beri kecuali air mata
Yang tak dapat membesarkan mu
Tak ada sutera, Tak ada susu
Hanya ada sekerat daging
Yang ku harap dapat menghangatkanmu
<<< kembali
Doa
Sajak Mangathur (SMU 6)
Doa ialah suatu panggilan
Doa ialah suatu pendengaran
Doa ialah suatu pelabuhan
Doa ialah suatu lampu
Bersinarkan Allah..
<<< kembali
Menatap Ke Atas Membuat Leherku Sakit
Sajak Sananti (SMU 6)
Kadang tak sengaja kumelihatnya
Senang rasanya berada disana
Selalau tertawa, gembira
Tidak ada kekhawatiran
Tapi sakit rasanya kepala ini
Jika selalu melihat kearah sana
Kepalaku harus menatap keatas
Membuat tulang-tulang leherku sakit
Tapi jika aku melihat sebaliknya
Sedih aku melihatnya
Mungkin bisa menitikkan air mata
Tapi…..
Aku tidak boleh melihat ke arah itu
Lebih baik jalani hidup ini
Dengan penuh usaha
Dan penuh harapan…
<<< kembali
Bulan dan Bintang
Sajak Pusvyta
telah ku tunjuk diriku menjadi bulan di hari malammu
telah kupilih diriku menjadi mentari pagimu
namun rela ku jemput nyataku
ada bintang yang lebih mempesonakanmu
buat hari-hari bersamaku bersamamu jangan tutup diarinya dengan kunci mati yang tak bisa lagi dibuka, karna rela ku telah harus terjadi, walau asa masih saja datang melukis dirimu dalam kanvas retinaku...
Vytz
<<< kembali
Matahari
Sajak Gilang SMU 6, Jakarta
Tuhan,
Dapatkah kau miringkan sedikit,
Mataharimu,
Hingga teriknya tak membakar keningku
Dan silaunya tak menembus mataku
Aku hanya ingin
Mencapai sekolah
Lewat pematang sawah
Milik pak tani
Tuhan,
Dapatkah kau condongkan sedikit
Mataharimu,
Hingga silaunya tak menembus mata,
Sopir mercy temanku yang dikota
Mengantar tuannya ke sekolah
Lewat jalan Sudirman
Milik kota metropolitan
<<< kembali
Melankoli Dua Jendela
Sajak Feri Suranta Ginting
kau berdiri di seberang jalan
menatapku dari balik jendela
aku berdiri di seberang yang lain
menatap anak matamu, juga dari balik jendela
kosen-kosen kayu
kaca-kaca berdebu
menjelma harmony
gemuruh dua hati jadi satu
kau berdiri di seberang jalan
menatapku dari balik jendela
aku berdiri di seberang yang lain
menyelami kedalaman hatimu, dari balik jendelaku
"mari kita terbang mencari taman," ajakku
"aku ingin tapi di luar banyak serigala." jawabmu
<<< kembali
Melepas
Sajak Abustomih (SMU 6)
Ia tersenyum di dekapku
matanya yang sayu mulai meredup
nadinya kian lelah berdetak
hangatnya pun kian merendah
tak pernah ku lepas jemarinya yang halus
yang selama ini memelukku
hingga aku terlelap di pangkuannya
senyum itu pun mulai memudar
matanya yang sayu kini telah tertutup
nadinya telah tertidur
detak itupun tidak kurasakan lagi
ia pergi bersama kasih sayang
ia pergi bersama cinta
ia ibuku...
<<< kembali
Semoga Mereka Tahu
Sajak Abustomih (smu 6)
Aku berdiri tanpa tulang
di kerapuhan malam
di pinggir terminal
mencari ubin yang belum di tempati
untuk ku sapih lalu kutiduri
teman setiaku malam ini datang lebih banyak
seperti biasa ku hilangkan dahaga mereka
dengan darahku
Andai saja mereka tahu darahku sudah tak bersih lagi
mungkin malam ini aku akan sendiri
tanpa mereka
kulepaskan lelahku di helaian kardus
serupa sutera goni
walau dingin terus mengusikku
aku tak peduli
aku ingin melepaskan semua sekarang...
<<< kembali
Selagi Uring Uringan
Sajak A. Kohar Ibrahim
selagi uring uringan tertunda nyanyian irama asmara
untuk menghalau suasana pengap galau pengacau terkutuk
kaum pendusta perompak perampok nusantara
para pangeran penguasa lautan daratan
belantara gedung gedung megah indah
sarang laba-laba
24 agustus 2002
<<< kembali
Untuk Saudara Saudari
Sajak A. Kohar Ibrahim
untuk saudari saudara tercinta
jangan kaget, gusar apalagi kecewa
ini hanya sekedar sewarna suara
dari sekian ragam pernyataan
tentu ringan bernas senantiasa
seperti melodi cinta kasih nan indah
atau pun drama asmara menggelora
ouah, ouah! bukankah kalian tau
dalam bercinta pun terkandung rejaman
perasaan yang sering tak tertanggung?
rasa sendu kecewa curiga dan cemburu?
apalah bedanya ketika manusia direjam
atau pun dimamah cinta bunda pertiwi
hanya mengeluh merengek merindu
atau muntahlah seribu busah kata sahaja?
janji janji mengabdi nan setia?
berteriak serak "sekali merdeka tetap merdeka"
"viva o muerte" ?
ah, ah! kiranya tidak cuma janji janji
penuh mesra lagi sumpah cinta kasih
sesekali juga boleh sih membludak urah murah
dalam menyaksikan perilaku yang kebangetan
dari kaum durjana dan setan siluman
sesungguhnyalah saudari saudara
siapa pun juga boleh menyatakan segala perasaan
senang atau pun uring-uringan
kalian selayaknya berlapang dada
mendengar segala ragam nyanyian
hati sanubari manusia zaman ini
sekedar tanda syukur menghirup udara
m e r d e k a !
(awal 2001)
<<< kembali
Di Atas Atap
Sajak Cecil Mariani
di atas atap, malam kuajak bercakap
desir angin dan kedip bintangnya tak sisakan jemu
mengenangkan kisah timurnya barat dan setetes harap
pecahkan sihir yang beku hingga bermil mil jauhnya
di atas atap telanjang menentang malam
desau lafal suaranya begitu riuh,
tak sabar aku akan keterbatasan fana
seandainya inderaku semua juga yang uraikan bahasa nya
ah, malam, yang ada padaku kesesakan cinta
kuperdengarkan di juntai pesisir gelap telinga telingamu
karena tak ada lagi manusia yang mau mendengarnya
tak ada padamnya ketika semua mengeluh untuk kulupakan saja
di atas atap sepi yang amatlah tidak sunyi
di kerajaan bayang-bayangmu aku berdiri membusung
tetapi bersembunyi,
supaya tak satupun telinga manusia mendengar keluh itu
atau justru biar terkumandang mengendarai luasnya angin anginmu
di atas sini hanya antara ruang dan waktu lalu kau dan aku
mungkin kupikir dahsyatmu kan berbuat sesuatu untukku
atau barang setitik bijak kerentaanmu turunkan embun
teduh melabuhkan sedikit tenang buatku
"tidurlah, katakanlah esok pada siang..", desis malam padaku
<<< kembali
Pengakuan
Sajak Cecil Mariani
membisikkan derai jemu kemarin hari
dalam panas yang terlupa dalam hujan deras hari ini
satu perih telah menyembunyikannya di balik layar optis
karakter-karakter bahasa program phyton dan firebird, menyangkali lagi dan lagi
dalam nyinyir sakit hati maafku tak akan sembuhkan sakit
di penghujung tahun ia tenggelam dan menghilang
setahun lalu kita bermesraan
setahun lalu nanar kata-kata tanpa kejujuran telah kutuang
dan nafsu itu adalah korek api yang terlanjur terbakar
dalam abu padamnya telah mati semua bara dan percikan
telah kukembalikan kejujuran, walau seperti tak berperasaan
dan tak akan kukembali kepada kegelisahan yang sama yang telah membawaku kesini
cerita itu dihentikan oleh menyangkalan hati yang kecut
karena dilukai cinta sakit tak terperi
semua orang pernah patah hati
ada yang marah ada yang pecundang
tetapi ia lenyap,
dan aku tak peduli lagi
<<< kembali
Dimuat hari Selasa, Oktober 08, 2002
Akhirnya
Sajak Rommy Arella
Akhirnya pintu itu terbuka .....
setelah sekian lama . Jarum jam tak tertarik untuk berputar
dan jendela tak bosan memerangkap pengap ,
......... Ia ingin keluar , ia sungguh ingin
Perempuan itu ingin melihat matahari, bunga , pohon - pohon
Ia ingin berteriak lepas setelah ribuan tahun
gramafon tua di sudut kamarnya berdenging
memainkan lagu yang sama di kedua telinganya . Tak memberi kesempatan
untuknya berbicara
Ia bahkan ingin tahu seperti apa makhluk yang dinamai
lelaki itu . Pangeran dalam buku - buku cerita kuno berdebu
mendekam selama ini di bisu rak pikirannya
( - Mungkin saja nanti, ia ingin kegadisannya direnggut ,
Sekedar ingin tahu rasanya menangisi kesedihan yang sunguh terjadi
Bukan kesedihan yang cuma bersembunyi di alam pikirannya.............- )
Akhirnya pintu itu benar - benar terbuka .
( Cat mengelupas , bau kayu lapuk terbatuk -batuk
Derit engsel tua, berkarat menyanyikan sebait lagu . Entah apa ...)
Ia ingin lepas keluar. Sekarang ini yang
perlu dipikirkannya hanyalah cara memutus rantai
yang mengikatkan pergelangan kakinya
pada ranjang tua yang pucat ini..............
Surabaya , September 2002, Rommy Arella
<<< kembali
Kisi-Kisi
Sajak Rommy Arella
Kisi - kisi di depan jendela mengingatkan pada putri lagi malu - malu
tersipu -sipu saat sinar pagi menghampiri
Celah - celahnya seolah enggan
kala matahari menelusup menembus ke dalam, sambil
sebentar -sebentar jemari mencolek - colek tubuh
Namun ketika malam begitu tega . Remang - remang,
kering tanpa sinar ,
sedikit -sedikit mulai ia resah
tergopoh - gopoh merindu
mencari - cari.............
Surabaya , September 2002 , Rommy Arella
senjajingga@yahoo.com
<<< kembali
Kukurung angin
Sajak Hayat
Kukurung angin
Yang membawa cinta darimu
Sebagai teman paru-paruku
<<< kembali
Pygmalion
Sajak Hayat
Mengumpatmengejekmencercamemakimenghinamengutukmerendahkanmenjelekjelekkansinisiridengkimengolokoloksombongsokpintar.
Tidak kutemukan
Dalam kamus pygmalion
<<< kembali
Ibu
Sajak Toni AL
bumi telah begitu renta
selagi anakmu belajar mengeja
ubud, 2002
<<< kembali
Aku dan Bayang Bayang
Sajak Cecil Mariani
aku dan bayang bayangku bersisian
bergantian memimpin jalan
bayang bayangku selalu tahu dimana matahariku
sementara aku mengerti kan absen cahayanya
aku melangkah di depan sesekali, di belakang sesekali
tak terpisahkan kami
kecuali di kegelapan atau kulminasi tengah hari
dimana satu dari kami mati
dan sebuah rentang kala tiba
ketika cahaya bersinar jauh di belakang
membeku pendarnya tak lagi terbenam atau bergeser
di sudut tumit ku tempat bertemu
kutelusuri bayang bayangku jauh mendahului
dalam figur jenjang meraksasa
gagah menyapu jalan jalanku
saat itu kutahu bayang bayangku memeluk hidup
yang sekonyong dinyalakan untuknya
menjadi semakin indah dan indah dan indah..
mengalahkan bahkan aku yang nyata
menjadi bias temaram
tertakluk nirmana berbeda
dan aku memandanginya tanpa makna mengurai rasa
sekarang siapakah yang bayang bayang?
aku atau bayang bayangku?
karena terlanjur kumembenak
seandainya aku bisa seindah bayang bayang
<<< kembali
Jiwa Tanpa Usia
Sajak Cecil Mariani
usia tak menjamah jiwa
lekang hanya meremuk tubuh tubuh
sebelum ranumnya melimpah dalam maut
jiwa tak kenal waktu
dan tempat kemana ia berkelana
hanya pintu pintu sukma berjajar yang berjaga
dan benak mengekang tali temali kendali
akan jalan jalannya
jiwa adalah langit
jiwa adalah hujan
jiwa adalah pelangi
tak terpenjara waktu
di rahimnya lah skema semesta
besar, kecil
menunggu setiap denyutnya melahirkan anak anak kekal
dari setiap kecipak hidup
kepada genapnya tubuh dan daging terhenti langkah
tersurut di kapiler kala
jiwa
sewaktu bagai cair korosif
yang bergolak rusakkan wadah daging
tanpa sanggup tubuh menahan
limpah langlangnya ke segala
<<< kembali
Barangkali begitulah aku...
Sajak Pulung Amoria Kencana
Terdampar
Sepi
Sendirian
Mencoba melongok keluar jendela
Menghirup udara yang berbeda...
Tapi berangkali begitulah aku
Selalu kembali pada guaku
(LeBul: 18.09.02)
<<< kembali
Permintaan
Sajak Fandra Febriand
tolong jauhkan aku darinya !
yang telah menanam benihnya di dadaku
menghidupkan getar jantungku lalu mengeleparkannya
pedang ditanganmu tak berarti apa-apa
dibanding tatap juta makna di matanya
menawarkan dua sisi berlawanan
tolong aku...
jika benih itu menjalar bisa kaku kakiku
tak berdarahkah kau lihat ini wajah
ya karena itu kuminta jauhkan
yang memendamku terpidana olehnya
<<< kembali
Satu Malam di Bulan November
Sajak Fandra Febriand
merampungkan kegelisahan takkan pernah usai. ini pun bagian
dalam merentang jarak. memastikan setiap langkah adalah
keangkuhan yang memakukan setiap detak tanpa keraguan.
adakah bias yang menapak bila terhenti di tengah jalan?
takkan ada. terus mengoyak hari menyeruduk memaki setiap
detak ini biar tak padam.
tergerak dalam pusaran masa dan kita terus melangkah
kedepan. tak pernah mundur. lalu buat apa memuja masa lalu?
hanya romantisme picisan yang memaksa untuk mengulang,
sedang keadan jauh berubah. bukan, sekali lagi bukan hendak
meremehkan sejarah, hanya detak jarum maju yang terus
berputaran. masihkah terpaku dalam lamunan dulu.
wahai malam... aku mulai muak denganmu yang menerka setiap
peluk untaian menikam satu cerita. tak kunjung meraih malah
menerka setiap pojok yang aku jabarkan merangsang maju
untuk melengkungkan ia punya lalu seseorang merengkuh
bayang yang menciptakan siluet. memancarkan bayang indah di
balik kelambu dan taukah kau siapa yang bersembunyi dan
me-reka semua ini .."aku".
perputaran yang mendadak itu jujur mengagetkanku,
perputaran yang mendadak itu jujur bikin aku limbung
sadarkan fluktuasiku. angin lalu pun bersimpuh mungkin beri
restu. dan kau lihat aku di sini terbatuk dalam tawaku...
irisan silet mentasbih wangikan musim olesan pengkait detak
penuhi janji, kelokkan untaian garis itu terjelas dimana
ujung dimana pangkal. putaran yang tertingal basi perikan
asamnya, meretas matahari mengutuk malam yang esok akan
tentu hadir lagi.
bandung, 2002
<<< kembali
Sketsa Satu Waktu
Sajak Fandra Febriand
potret yang mengantung terbayang-bayang
oleh muka ratusan detak
meredup dalam cahaya petromak
sisakan abu semalam
pernah pula jalan berdua saja
tanpa lilin hanya matamu
hiasan pengabar kilau
dan merepih aku
tapi tidak siang ini
aku nyeri di hadapmu..
pergilah dengan cakarmu
aku berhutang banyak padamu
<<< kembali
Titik Nadir 2
Sajak Fandra Febriand
pori-pori menutup
keringat terkatup
tinggi meraup
melayang kantuk
petikan surgana memaki
mengundang ribuan hamba
menadah ke atas
bagai muntahan buluk
ya terbang aku
tinggalkan dinginnya tanah
mengangkasa dalam bayang putih
mengaduk sisi terdalam
lalu kuakkan biar bersih
dalam perandaian yang maya pula
bandung, 2002
<<< kembali
Titik Nadir
Sajak Fandra Febriand
saatnya tiba sudah
setelah musim yang tercuri terrelakan
angin pembawa musim beranjak perlahan
sisakan lubang menganga angkuh merubuh peluh
saatnya tiba sudah
mengeruk dalam lipatan lumpur
lumuri sekujur raga telan impian rembulan
biar tak berwujud menapak jengkal demi jengkal
saatnya tiba sudah
labirin yang kemaren tak terkuak
sedang yang esok terlingkup batas pandang
bahtera berlayar kembali berpagut ombak
bergulir dalam angin lalu
pada sebuah senja di pelabuhan renta
terbahak tertawai karang
tak ada
jikalaupun ada terhempas dalam tepian hari
Jatinangor,09 okt 2001
<<< kembali
Noktah yang Tersisa
Sajak Fandra Febriand
peluh yang merembes itu sendiri saja. tiada kawan
menetes merambah kata. tiada cawan
lumut yang menghitam angkuh menawan
tetesan penghijau biar tak rawan
ini cerita tentang orang asing
merengkuh detak
membasuh lembaran lalu
jerat perih. biar lega
dengan selembar kartu dalam dekap
usai matahari. jaga
berkaca di atas kata
tak ada..
ia tetap mengangkasa
Bandung, awal Januari 2002
<<< kembali
Rindu yang berahi
Sajak Thrio A Tayib
derumu, duhai rindu yang berahi!
bikin aku tersudut di kesendirian
jakarta:21/8/02
<<< kembali
Partitur Rasi Bintang
Sajak Cecil Mariani
di beludru kelam langit kemarauku
ku tahu tak sendirian menjala kerlip bisu
lihat titik titik cahaya bintang tegar bertahta
walau mungkin hanya butiran embun atau tetes air mata
dan atasnya kita menghitung geometri hati
tiap jeda jaraknya yang jadi komposisi
lihatlah langit kemarauku
tengadah di bentangnya berdentum ritmis melelehkan kata
dan jiwa kita adalah instrumen musik
di langit bentang partitur cahaya
dari kerlip ke kerlip
dari aku ke langit
inilah lagu hayat yang barulah nyaring terkumandang
titi nada yang selamanya terbentang dituliskan bintang
di kesunyian yang paling sunyi
lihatlah musik terjaga tiada surut di langit malam
semata hakekat yang dengan rendah hati diam diam
telah membebaskan
<<< kembali
Ibarat Bunga
Sajak Maggie Liando
kaulah akar dan ranting pohon
dan akulah bunga yang tumbuh di atasmu
menghias dirimu hingga kau tampak cerah
corak warnaku adalah kebanggaanmu
dan hidupku adalah separuh nyawamu
saat kau mati akupun layu
tapi saat kau hidup aku bercahaya
meski aku telah dipetik sejuta kali
aku akan tumbuh dua juta kali bagimu
tak akan ada makhluk yang dapat memisahkan aku darimu
mereka tak akan dapat membuatku tumbuh dari tanah
meski sejuta abad mereka berusaha
aku tetap mati terkulai tanpa dirimu
dan aku sangat bersyukur karena aku telah mati
sebab tanpa dirimu....
aku kesepian
buat: yang tercinta, Dian Wirawan K
<<< kembali
Gadis Hitam Keriting
Sajak Rani Ditya Amelia
Gadis hitam keriting itu
sedang berdiri di bawah kamboja
Gadis hitam keriting itu
sedang menangis hampa
Gadis hitam keriting itu
meratap kepergian kakeknya
Gadis hitam keriting itu
kini, sedang berdoa
Gadis hitam keriting itu
adalah..... aku
<<< kembali
Tidurlah Kekasih
Sajak Fidal Tigan
Tidurlah kekasih
Janji kita meminang senjakala.
Tarikan nafas kita menyatu
di pangkuan malam sunyi.
Angin berhembus menderu
Tidur-tidurlah kekasih, jaga jagalah kesadaranku"
Lalu kita menari, diiringi musik malam yang berbunyi.
<<< kembali
Ningrum
Sajak Surya Darma
Kembang-kembang pagi harpita kembang
antara marmer kaca-kaca
bukan di taman bunga
orang ilalang lalu pandang
sapa merta kadang bicara
bisu jawabku tebar senyum tanpa tawa
entah berapa lontaran kata serupa
hingga jelang senja
biaskan saja senyum buat semua
<<< kembali
Sebuah dongeng tentangmu, Fanny!
Sajak Pulung Amoria Kencana
Kemudian engkau mencoba melongok kebelakang
Kembali
Kepada waktu yang telah membesarkanmu
: “Dulu, saat-saat murni dan lugu”
Tapi waktu terus berjalan
Seiring dengan langkahmu yang kian panjang mengejar impian
: ”Inilah aku di dunia kedewasaan”
Seperti Hansel dan Gretel kau coba menelusuri lagi jejak-jejak remah roti
Masa-masa indah yang masih selalu ingin kau nikmati
: “Pada mata-mata lugu bocah-bocah pecinta itu”
Hingga kau lahirkan sendiri malaikat-malaikat kecil itu dan sampailah engkau pada surga pertamamu...
: “Terima kasih Tuhan, atas dia yang telah engkau pilihkan”
(Dan inilah doa sahabatmu)
Lebul, 18.09.02
<<< kembali
Dimuat hari Senin, Oktober 07, 2002
Sajak Kirmizi Membatu
Sajak Sihar Ramses Simatupang
altar-altar memporak-porandakan
ribuan kirmiziku
tercungkillah segala kerak batu
di atas kaok nazar,
terkais ketak terhinggaan
: mengenang nama Mu
langit hitam
termamah kerak
terbiak malam
: ada teduh Mu
dunia
melesat tanpa kendali
puting-beliung
beralih rupa
jelmaan gerimis
jelmaan bintang
dosa mekar jadi luka
(huruf
pengeja nama Mu
: menyembul satu demi satu).
ada matahari
ada garis semesta
termuntahkanlah lautan
terpilinlah tubuh
berkeriap
jadi nafas Mu
jadi nafasku
itulah hari pertama
sampai pada tangisku
(waktu terus mempermainkan tubuh
tangan-tangannya
lunglai merangkai doa
tentang Mu)
2002
<<< kembali
Suatu hari saat sakit aku bersama-Nya
Sajak Diana Gustinawati
Seperti seorang anak yang manja, aku bayangkan wajah Emak menatapku dengan
cemas sambil mengelus anak-anak rambutku yang berpeluh
seperti seorang anak yang rindu, sekelebat senyum Aba merangkul wajahku yang
panas sementara sejuta duri seperti menancap dikepalaku
Seperti seorang yang mencari perhatian, sekelilingku terbayang wajah-wajah
teman-temanku menatap penuh iba
Seperti Seorang istri, serasa angin membawa selaksa perhatian suamiku tepat
disisi kamar yang berdebu
hari ini, aku manja dalam khayalku yang sebentar-sebentar menguap, lalu
sebentar lagi tertulis diawang-awangku yang sendiri
"Kau sendiri sayang, Aku tau itu" Dia menyapaku saat tahajud lemahku
"Aku tau Allah,tapi aku tak ingin sendiri, aku rasa aku boleh berkhayal semauku
khan?"
"Berkatalah dari jiwamu bahwa Aku bersamamu"
"Aku ingin, tapi tidakkah itu semu?"
"Sayang, bila kau yakin aku ada maka Aku tak pernah semu. Karena semua
bayanganmu dalam kuasa-Ku"
Dini hari ini,khayalku mendadak pergi
Seperti seorang anak yang manja, Dia bersamaku saat ini
membelaiku, menatapku dan memperhatikanku dalam hitungan detik demi detik
hembusan nafasku yang panas merasakan itu walau lelahnya mataku tak mampu
menembus rahasia mayapada
Betapa rinduku dalam sisa-sisa tenaga
"Allahumma 'afini fi badanii,Allahumma 'afini sam'i,Allahumma 'afini
bashari..Laa ila hailla anta"
bandung
saat isra'mi'raj 1423H
"hanya pada ALLAH kita berharap"
diana
<<< kembali
Kacamata
Sajak Heriansyah Latief
katanya
ke jakarta tujuan kita
aaah, tanyalah pada hujan musim gugur
kemana mustinya kita pergi?
setelah puluhan tahun berkelana
nasib ini seperti ditiup angin bulan november
terbang melayang kesana-kemari
akhirnya pulang lagi ke jakarta, oya?
o sahabat, dimanakah kita bisa berjumpa?
padahal hati sudah tak sabar lagi
ingin cerita dongengnya si pengembara
rabalah, rahasia hidupnya yang berlapis-lapis
ternyata seperti topeng kertas menutupi sukmanya
katanya
ke jakarta kita mencari inspirasi, sunyi
diantara keramaian urbanisasi
siapkanlah 'kacamata'
asli buatan tanah air kita
salam, heri latief
apeldoorn, 06/10/2002
<<< kembali
Di antara mimpi dan realitas
Sajak Heriansyah Latief
untukmu sajak ini kutulis
karena rindu durinya tajam
menikam tepat di ulu hati
tiada obat bisa mengobati
rasa kangen yang meluap-luap!
api nafsu ingin mencumbumu
mutiaranya sang dewi malam
terselip diantara indahnya hayalan
mungkinkah harapan ini bisa terjadi?
diantara mimpi dan realitas
ada sirkus kehidupan
panas, membara, membakar ambisi
sifatnya manusia suka memuja ilusi
silaunya rayuanmu membelit perasaan
andaikan dongengnya sia-sia
abadilah kisah percintaannya
nyanyikanlah balada sunyi-kesepian
anjing liar-rakus melolong kepada bulan
langit muram tapi hatinya percaya
yang ditunggu pasti datang
sayangku
untukmu sajak ini kutulis
heri latief
apeldoorn, 07/10/2002
<<< kembali
Sembahyang Waktu 1
Sajak Qizink La Aziva
Nyanyian jasad kaku terkubur
mengoyak-oyak detak jantung
ialah rima abadi
yang menyusup kedalam seluruh nadi
dan pada titik akhir takdir:
kita sadar telah usai menyembahyangi waktu.
Anyer 280902
<<< kembali
Sembahyang Waktu 2
Sajak Qizink La Aziva
Adakah yang lebih abadi dari masa lalu?
jika daun-daun pun
akan mengembalikan waktu yang
dihirupnya kepada tanah
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un"
sebelum pertemuan
perpisahan adalah yang paling pasti terjadi
dan mimpi kita tentang embun
yang meretas menggenangi tapak kaki
hanya sebagai bisikan angin menyapu musim.
Anyaer 280902
<<< kembali
Untuk Perempuan Cerdas
Sajak Uswah Habibah
perempuan,
kau adalah lipstik
kau adalah bedak
kau adalah maskara
kau adalah blush-on
kau pun rok mini
kau pun kutang
kau pun bikini
kau pun tank top
kau juga pembalut
kau juga panty-liner
kau juga pil kb
kau juga tampon
kau:
komoditi!
maka pasanglah
bandrol
di kepalamu!
Depok, Okt. 1 2002
<<< kembali
Terkekang
Sajak Santi
api tak pernah padam di rumah kami
menjilati apa pun di dalamnya
menari tarian yang tak dimengerti
mengecap ngecap
mata nanar
menelanjangi diri dari kehidupan abadi
------
16 feb 02, mlg
<<< kembali
Mencari yang Perlu Dicari
Sajak Santi
ada pohon di depan pagar menaungi rumah kami dari matahari
sinarnya tak terlalu menyilaukan tapi kenapa
masih saja mata kami buta
semalam daun dan buah jatuh
menimpa genting suaranya nyaring
segera buat kami terjaga
dari tidur yang lelap
kami meraba dan merapatkan diri ke dinding
bagai cicak
merayap merayap dan merayap
mencari dimana letak pintu
setengah jam akhirnya kami berjumpa pintu
berderit sakit di telinga
tanda tak pernah dibuka
seakan menyayat hati
sejam kemudian di pagar
melihat ke atas
ke bawah
kiri kanan
mencari yang jatuh dengan mata hati
malang, 28/03/02
<<< kembali
Sebab Engkau
Sajak Zainal Arifin
Maka larilah aku pada sepi
sebab yang kumiliki satu persatu jatuh luruh
Sunyi selalu mengutuk
membawaku pada satu tikaman belati
tepat dijantung ini.
Dan kesenyapan selalu mengatakan,
mampuslah kau!
Akan kukenakan selempang kekalahan itu
sebab untuk bergerak, aku sudah tiada mampu
<<< kembali
Perempuan di tepi dunia
Sajak Alina Kinanti
Perempuan di tepi dunia
Sendiri menyulam angan
Kekasih tak hendak menyapa
Perempuan di tepi dunia
Sendiri merajut malam
Kekasih tak mau mencinta
Perempuan di tepi dunia
Sendiri menenun asa
Kekasih tak kunjung tiba
Perempuan di tepi dunia
Menangis sepanjang masa
Kekasih dambaan hampa tiada
Persada tercinta, 150902
[10.00 wib, MSB]
<<< kembali
Pencarian Kupu-kupu
Sajak Alina Kinanti
Tak kutemukan jua
Bunga-bunga indah itu
tlah kucari sepenjuru dunia
lelah...tapi ku takkan pernah menyerah
sampai takdir menghentikannya
kepakku kian lemah
:dimanakah kau bunga?
Persada tercinta, 180902
[18:55 wib, MSB]
<<< kembali
Jimmy Pramoedya Sakti
Sajak Heriansyah Latief
proses kelahiran anakku yang satu ini
memang kejadian yang luar biasa séh!
setelah puluhan jam menanti-nanti
bayi itu akhirnya menyembul, bleb!
kepala yang berambut hitam
berhidung pesek
berkulit putih
uuuh lehernya dililit tali pusar
syukur alhamdullilah
edith sang bidan sangat cekatan
melepaskan 'kalungnya' jps
dan sang bayi menjerit!
setinggi langit
mengabarkan kedatangannya!
bayi itu tumbuh terus
seperti bloemkool
sehat wal afiat
banyak ketawa
dan juga menangis
jps, jadilah anak yang baik
yang dicintai handai dan taulan
demikian doa orang tuanya
semoga Tuhan ikut mengasuhnya, amin
salam, heri latief
apeldoorn, 2000-2002
<<< kembali
Aku Bukan Apa-Apa
Sajak Indy Risakottta
aku bukan matahari
yang dapat memberi kehangatan
ketika dingin memelukmu
aku bukan rembulan
yang dapat memberi penerangan
ketika gelap mengurungmu
aku bukan angin
yang dapat menghembuskan kesejukan
ketika gerah merengkuhmu
aku bukan air
yang dapat membasuh dahagamu
dam membersihkanmu dari debu dunia
aku bukan tanah
yang dapat menopang tubuhmu
ketika kau goyah untuk melangkah
aku hanya manusia biasa
dengan segala kelemahan & kehinaan
mengajakmu memulai cerita
<<< kembali
Mata Kekasih
Sajak Bayu Indrawan
Di matamu
kulihat cakrawala
Yang indah mempesonaku
Di matamu
kulihat sebusur panah
Yang melesat terbang menusuk jantung hatiku
Di matamu
kulihat bulan purnama
Yang tidak panas namun menerangi
Di matamu
kulihat penantian panjang
menyapa dan memanggilku
"segeralah kamu ke aku"
<<< kembali
Sore Dalam Sebuah Drama
Sajak Rommy Arella
Titik - titik air tertawa - tawa di awan
Titik - titik air melompat ke atap. Bermain - main di bubungan rumah kita
Meluncuri tebing curam genting .
Jatuh tercebur di ombak yang riuh bersorak
: "Sakitkah engkau ? Sisi sebelah mana yang sakit ...?"
Titik - titik air meluncur di kelokan talang
Titik - titik air berenang - renang di talang . Sembari bercanda
merambat di dinding rumah kita ,
merambat di kaca ,
sebagian memercikkan dingin jatuh ke lantai
sebagian lagi jatuh ke tanah . Hilang
dan kita tak bisa melihatnya lagi
Sore itu , -seusai gerimis reda- , sadarlah kita :
Titik - titik air telah membasahi
pipi kita
Surabaya ( yang sedang gerimis ) , Rommy Arella , Awal september 2002
senjajingga@yahoo.com
<<< kembali
Malam
Sajak Darma Mohammad
Malam bagai sehelai daun
terhampar di ruang kamar
lalu aku baring di atasnya
kedinginan.
-Darma Mohammad
(Kelantan,Malaysia)
<<< kembali
Hati Hujan
Sajak Cecil Mariani
di hati sebuah hujan
hidup rintiknya denyutan
mengalir deras doa-doa
buat luruhkan tiap kotoran
di hati sebuah hujan
cipratan dingin embun
selubung kelana daun dan rerumputan..
melarutkan beku keresahan
ke setiap butiran tanah
dalam dengkuran letih
roh rohnya yang tertidur
di hati sebuah hujan
ada kenangan-kenangan
kemegahan yang rawan
luncuran tetes air, lembab
ke atap atap kegerahan
di jendela jendela berjalan
bercumbu pada jalan-jalan tergenang
riuh festival emosi manusia
saling bersilang di perjalanan
berpapasan cerita
dari siklus pelukan ke dekapan
bertabrakan sekilas, sekejap,
mengalir berjuta-juta serpihan
ada kasih tanpa jeda
deras keras mengumbar diri
pada tanah setia
menerima hujan, terik, kelabu badai
dalam cinta
di hati teduhnya sebuah hujan
ada kerinduan untuk pulang
kepada tepian langit dan awan-awan..
hari ini Jakarta hujan
<<< kembali
Malam Ini Langit Bersih di Pelataranmu
Sajak Cecil Mariani
malam ini langit bersih di pelataranmu
bintang raya menjamu slimut kelam hingga ujung-ujung hamparannya
selamat malam,
lama sekali aku tak lagi pulang
hari ini kuketuk lagi pintumu
berjongkok lagi di ambang sunyimu
aku tak rindu
hanya menjemput lambaian tanganmu
dari surat yang kau titipkan
kepada seorang asing yang sekali pernah menjabat tanganku
menganguk sebutkan nama, dan muntahkan getaranmu
kita berdua selalu memeras intisari hatiku
hingga aku dan aku saling mengerti
aku pulang,
sarat beku yang menghantu
kembali berlari padamu
kita selami lagi makna, kita selami kita
<<< kembali
(belum bisa kujuduli)
Sajak Agustinus Wahyono
kucium aroma sunyi menyelimuti ruang kita yang mematung mati rasa diri kita terbekap prasangka percuma dalam sua jejak sajak
kucium gelora sepi menepis sisik-sisik kata yang menikam punggung kita dalam sua jejak sajak
kucium sayap senyap meresapi dinding ruang antara kita yang terjerat paranoia sia-sia dalam sua jejak sajak
*******
babarsari yogyakarta, 25 agustus 2002
<<< kembali
Di Negeri Kawasan Pesakitan
Sajak A. Kohar Ibrahim
di negara kawasan pesakitan bukan hanya jutaan insan manusiawi kesakitan
bahkan hutan belukar juga terbakar
kemarahan berkobar kobar
24.08.02
<<< kembali
Bocah-bocah Mati Kelelahan
Sajak A. Kohar Ibrahim
bocah bocah mati lapar kelelahan menangis dalam pangkuan bunda terpenjara di alam kegelapan dunia kehidupan kuli kuli pengemis kapitalis
24.08.02
<<< kembali
Selagi Saudara Saudari Dicambuki
Sajak A. Kohar Ibrahim
selagi saudara saudari kuli kuli dicambuki negeri tetangga sendiri
kaliah malah tawa gelak terbahak-bahak bersama pelawak
menari dan makan-makan dalam pesta tujuhbelasan
ah, tahukah di mana kalian letakkan perasaan aspirasi kemerdekaan?
17.08.02
<<< kembali
(tanpa judul)
Sajak Mumba
Suatu hari aku akan menuliskanmu puisi atau syair atau apa saja
Yang bicara tentang cinta, mu padaku, aku padamu
Yang akan membuat semua orang terkagum, terharu, dan segera akan meraih kertas, tisu atau apa saja yang ada di sebelahnya
Untuk kemudian dikirimkan kepada orang lain, tempat mereka merasa seperti aku padamu
Puisi itu akan bercerita tentang kita, ada gunung, karang, malam gelap, sebagai perlambangnya
Tapi ada juga embun, bunga, kabut pagi hari di dalamnya
Ruang tamuku, teras rumahmu, gang sempit, Jakarta sialan, stasiun kereta, lampu jalanan akan mewadahi itu semua
Mungkin dengan begitu kau akan dapat memaknai perasaanku padamu
Tapi itu nanti…bukan sekarang
Sebab sekarang kau belum ada
<<< kembali
Titik Jenuh
Sajak SN. Mayasari H
Terlalu banyak hujan menciptakan tangisan, laut menenggelamkan harapan, langit menyembunyikan jawaban, tanah menelan jiwa jiwa kesayangan, kota menebarkan kenangan, hari melahirkan kesedihan, cinta menikam hati insan
Dan hujan badai, laut cabuh, langit retak, tanah pecah, kota merah darah, hari mati, cinta menggila
Biar aku hentikan hujan, kugulung lautan, kuturunkan langit, kupendam tanah, kuhancurkan kota, kububarkan hari, kubunuh cinta
Tuhan,
maafkan aku
menjenuhi bumi-Mu
maka kuserahkan nyawaku!
Yogyakarta, 200802
<<< kembali
From Matahari with love
Sajak Hayat
Terimakasih Bulanku
Tlah menemaniku berkelana
Menjelajahi hitam kelamnya semesta raya.
Lenggak-lenggok, lemah-gemulai, rancak tarianmu
Tlah memaku mataku
Untuk tak acuhkan kerlingan bintang-bintang.
Keringat yang menetes dari wangi tubuhmu
Menggelincirkan debu-debu komet
Yang berlari berhamburan ingin memelukku
Abaikan lelah kau terus mengikuti langkahku
Menari-nari dan menikmati rutinitas yang membosankan
« mencoba mengakrabi takdir « Itu katamu, sambil tersenyum
Hanya kamu yang bisa mengubah garang sinarku menjadi teduh
Dan selalu menebarkan Cinta ke seluruh Jagad
Bulanku
Aku menangis terharu atas kesetiaanmu
Meski hanya awan yg tahu
Terima kasih bulanku !!!
<<< kembali
Hilang
Sajak Ario Santoso (SMU6)
Hati terbakar api
Saat jiwaku hinggap di jiwanya
Terlintas merobek hasrat
Teracuni kata-kata cinta
Terapung badai menghempas mimpi
Terasa goyah sangkar kebimbangan
Rasa jantung berdetak saling menghentak
Tak jiwa juga merayu
Teriak hati menggenggam keributan
Terkuak riwayat jiwa hempisan gelombang hidup
Terlempar dasar samudra bentangan alam tersayang
Terduduk api dunia
Menangis…
Saat dia meresap ke kulit budakku
Terasa fajar mendekati
Merayap di kekal bulan
Terasa sepi…
Jakarta, 18 Agustus 2002
<<< kembali
Jangan Redam Rindu
Sajak Cecil Mariani
Jangan pernah redam rindu
walau ia tertelan kekosongan
dan tak setitik pun gema rindu itu kembali
rindu berpadan jarak hati
tak pernah sia sia ia meletup sendiri
tanpa gaung pun ia mengkristal jadi untai mutiara
mendirikan istana berhias cinta
yang berkuasa dalam kerajaan kesunyiannya
mengusap kening
menggenggam tangan
melukis senyum
mengebaskan hampa yang jadi ngarai ngarainya
bentangkan jembatan untuk hati terus mengembara
dalam embun embun keindahannya
tak perlu redam rindu
<<< kembali
Caci
Sajak Rizki
Biarkanlah caci maki itu mengalir
masuki telinga.
dan jangan kau tahan.
hati-hati menyangkut di kalbu
biarkan mengalir keluar
dari telinga yang satu.
10/8 '02
pasir Muncang
<<< kembali
Pengakuan
Sajak Cecil Mariani
membisikkan derai jemu kemarin hari
dalam panas yang terlupa dalam hujan deras hari ini
satu perih telah menyembunyikannya di balik layar optis
karakter-karakter bahasa program phyton dan firebird, menyangkali lagi dan lagi
dalam nyinyir sakit hati maafku tak akan sembuhkan sakit
di penghujung tahun ia tenggelam dan menghilang
setahun lalu kita bermesraan
setahun lalu nanar kata-kata tanpa kejujuran telah kutuang
dan nafsu itu adalah korek api yang terlanjur terbakar
dalam abu padamnya telah mati semua bara dan percikan
telah kukembalikan kejujuran, walau seperti tak berperasaan
dan tak akan kukembali kepada kegelisahan yang sama yang telah membawaku kesini
cerita itu dihentikan oleh menyangkalan hati yang kecut
karena dilukai cinta sakit tak terperi
semua orang pernah patah hati
ada yang marah ada yang pecundang
tetapi ia lenyap,
dan aku tak peduli lagi
<<< kembali
Dimuat hari Rabu, Oktober 02, 2002
Persaudaraan dalam cambuk
Sajak Syed Asad Abbas
Pabila kebun-kebun kekeringan
Pabila gembala tak lagi bisa mendapatkan air
Pabila tanah-tanah dikuasai Tuan Tanah
Lalu para gembala pun pergi ke tanah sebelah
Mencari air sekadar kehausan
Demi menyuapi mulut kelaparan
Dalam cambuk, aku berjuang
Dalam cambuk, aku harus tersenyum
walau, walau pahit
Setelah cambukan itu,
Masihkah kita bersaudara?
<<< kembali
Terjaga dari Mimpi Tanpa Warna
Sajak Ramli Abdul Rahim
hidup ini adalah kongregasi sebuah keberadaan
terjaga dari mimpi tanpa warna
ia semakin membikin banyak tanda tanya
Ramli Abdul Rahim
Malaysia
3 Sep 2002
<<< kembali
Renungan Fajar
Sajak Ramli Abdul Rahim
tafakarru fi khlaqillah
wa la tafakarru fi zattilah
dalam fajar begini
renunganku ke langit
tika masa belum tersebut
tiada bulan dan matahari
tiada adam dan hawwa
tiada jibril dan sahabat-sahabatnya
tiada iblis dan tenteranya
kullu man alaiha fan
RAMLI ABDUL RAHIM
MALAYSIA
12 SEP 2002
<<< kembali
Syurga di Bawah Telapak Kaki Ibu
Sajak Ramli Abdul Rahim
seorang ibu
sebuah anugerah
kasih tertumpah
dalam pasrah
sakitnya terubat
melihat sebuah cahaya baru
dalam kelahiran
zuriat pewaris
di padang komedi
keberadaan yang nisbi
Ramli Abdul Rahim
Malaysia
11 Sep 2002
<<< kembali
Dia, Puteri dan Dot Dot Dot
Sajak Zizie Ali
dia menawarkan diri
untuk menjadi kepala
kepada segala puteri.
setelah kecundang
dia lantas ditabalkan
sebagai kepala segala jalang.
ZIZIE ALI
01.10.02
<<< kembali
Mencari Kekasihku
Sajak Tangkisan Letug
Dari Sunda Kelapa aku datang membawa cinta
di tengah hiruk pikuk pedagang sepanjang jalan
aku mencari kemana engkau bersembunyi, Pertiwi,
hanya tangis anak-anak ditinggal ibunya pergi
teriakan pemuda memanggil-manggil kekasih
gertak sambal nyonya-nyonya pada para kuli
kakiku terus melangkah di tengah becek sana-sini
di mana engkau, Pertiwi, tengah bersembunyi?
Di depan Katedral aku lalu berhenti
mencarimu di relung-relung menaranya yang tinggi
di dalam Masjid Istiqlal aku pun mencari
wajahmu di setiap pilarnya yang tak cukup dipeluki
aku hanya bisa berkaca di sana
melihat diri tanpa wajah sempurna
bopeng penuh kebimbangan yang makin terasa
di mana engkau, Pertiwi, tengah bersembunyi?
Lalu aku berjalan menuju jalan Cendana
menatap istana yang kehilangan warna
tapi kaki emoh berhenti lama-lama
bau anyir darah manusia masih tajam terasa.
Tak mungkin Pertiwi bersembunyi di sana!
Di depan istana Merdeka pandangku tertancap
para serdadu penjaga gardu tampak masih tegap terpaku
lalu lalang orang-orang berdasi menghiasi
tapi aku tak juga melihat tanda Pertiwi bersembunyi
tidak juga menemukan jejaknya di gedung indah begini.
Di mana engkau Pertiwi menyembunyikan diri?
Aku terus pergi melangkah dan mencari lagi
di setiap sudut-sudut ibukota
di setiap gedung-gedung megah yang makin meraja
di setiap monumen-monumen agung yang masih terpelihara
aku bertanya pada setiap orang penting,
dari Presiden, menteri dan para dirjen kantor-kantor
negeri
tak satupun melihat dimana kekasihku Pertiwi
bersembunyi,
orang-orang berdasi di hotel-hotel tinggi pun tak
mengerti
apalagi kenal kekasih hatiku Pertiwi tercantik di
seluruh bumi.
Akhirnya aku bertanya pada orang-orang pinggiran jalan
yang tak pernah menginjak lantai licin dari porselin
di kantor-kantor birokrasi,
seorang pengemis perempuan memberikan jawab:
"Nak, dia tidak ada lagi di Jakarta."
Pertiwi tidak ada di Jakarta?
Pertiwi tidak bersembunyi di ibukota?
Ah, aku telah sia-sia mencari dia.
Oh, Pertiwi kembalilah segera,
betapa rinduku sudah lama tak tertahankan
berilah kerling pandangmu sekejap saja
menghibur hatiku yang lama dahaga.
September 2002
<<< kembali
Khotbah di Bukit Senayan
Sajak Tangkisan Letug
Ada seribu peluang untuk berkelit
meski jadi wakil rakyat terus terjepit;
ada seribu hutang terus dikempit
meski jadi wakil rakyat harus bermuka silit;
ada seribu jalan untuk mengumpulkan dhuwit
meski jadi wakil rakyat katanya harus hidup ngirit.
Jangan tanyakan soal suap menyuap
itu memang sudah menjadi lagak lakunya;
jangan tanyakan berapa undang-undang sudah didapat
itu memang sengaja dibuat lamban demi mencuri waktu;
jangan tanyakan kapan membela rakyat yang terus
sekarat
itu memang bukan urusan yang mendatangkan uang saku.
Bila engkau menjadi wakil rakyat,
berbahagialah engkau duduk tenang di kamar keramat,
sebab besar pahalamu dari para konglomerat;
bila engkau menjadi wakil rakyat,
berbahagialah engkau berdasi bergaya pakaian barat,
sebab besar upahmu dari para sponsor hebat;
bila engkau menjadi wakil rakyat,
berbahagialah engkau telah tercatat di deretan
penjahat,
sebab sebesar apa pun kejahatanmu engkau tetap wakil
rakyat;
bila engkau menjadi wakil rakyat,
berbahagialah engkau duduk ongkang-ongkang di kursi
kuat,
sebab uang, mobil, baju dan gincu pun datang terus
melekat.
Celakalah kita yang telah diperdayanya,
celakalah kita yang telah disuguhi sandiwara dusta,
celakalah kita yang terus-menerus dibuat tak berdaya,
celakalah kita yang telah dibuatnya mati rasa,
celakalah kita yang telah bosan omong kepentingan
bangsa,
celakalah kita yang telah dijadikan tameng terorisme
belaka,
celakalah kita yang telah dibuat apatis terhadap
negara,
celakalah kita ya kita rakyat bangsa Indonesia
yang masih memiliki para wakil penjahat maling
pendusta!
September 2002
<<< kembali
Sajak Lalu
Sajak Jamal
lalu kamu pergi
tinggalkan sisamu di sini
sisamu lalu
jadi seonggok sepi
setengah hidup pun pergi
denganmu atau hilang sendiri
lalu kamu pergi
semua hari jadi kemarin
hidup seperti usang
esok tidak pernah jadi sekarang
tapi jadi kemarin
semua ruang lengang
waktu melayang
lalu kamu pergi
mencuri semua hari
semua menjadi bekasmu
J-bdg
october 1, 2002
tinggalkan sisamu di sini
sisamu lalu
jadi seonggok sepi
setengah hidup pun pergi
denganmu atau hilang sendiri
lalu kamu pergi
semua hari jadi kemarin
hidup seperti usang
esok tidak pernah jadi sekarang
tapi jadi kemarin
semua ruang lengang
waktu melayang
lalu kamu pergi
mencuri semua hari
semua menjadi bekasmu
J-bdg
october 1, 2002
<<< kembali
Sebuku Roti, Secawan Teh
Sajak Mohd Nazmi Yaakub
Menggetis sebuku roti
di kaki lima kehidupan
mencicip secawan teh
dalam resah manusia
kutulis dalam diari usang
milik sejarah yang tercicir
betapa manusia masih sama
sejak aku mengetahui
sebuku roti dan secawan teh
menghidupkanku sepanjang hari.
Kaherah
14 Mac 2001
<<< kembali
Mengenang Intifadhah Dari Seketul Batu
Sajak Mohd Nazmi Yaakub
Apakah yang lebih berbisa
dari seketul batu dan lastik ini
atau teriakan kebebasan dan kebangkitan
dari kerongkong si kerdil
tapi besar jiwanya.
Apakah itu bukan kemanusiaan
terisi dalam seketul batu
meski menuntut darah
atau teriakan Intifadhah
menggeletarkan jiwa bangsa
tercatat laknat sepanjang sejarah.
Apakah batu itu keganasan
dilontar anak-anak tanpa tanah
atau dunia sudah nyanyuk
melindungkan sang perampas
membenarkan sang penyamun
kerana ditaja negara mawas itu.
Meski hari ini
kau menggaru-garu mereka
dengan kerikil dari tanahmu
esok mereka menguburkan
kecelakaan dengan kerikil itu.
Mohd Nazmi Yaakub
Damanhur, Mac 2002
<<< kembali
Dunia; Dendam, Api Dan Peluru
Sajak Mohd Nazmi Yaakub
Kita impikan dunia
tanpa dendam
tanpa api
tanpa peluru
tiada sempadan terbakar
tiada bumi dihanguskan
kita tidak khayalkan
langit meruntuhkan bara
mengikis daging dari tulang
memamah kemanusiaan
tidak kita dambakan
tanah bakal basah oleh darah
kewarasan pun terhanyut
yang tersangkut hanya kematian.
Dunia ini adalah kawah
mengisinya dendam, api dan peluru
menggelegakkan kewarasan
kemanusiaan telah lama tersejat
percikan api itu sudah lama
membakar sempadan kemanusiaan
menghanguskan bumi kehidupan
dari langit bukan lagi rintik
bahkan jarum-jarum kegilaan
tidak lagi bumi menangkung jernih
bahkan darah sudah melimpah
manusia pun lemas.
Suara ini bukan mahu
menghentikan dendam, api dan peluru
kerana dendam itu adalah api
kerana api itu adalah peluru
kerana peluru itu adalah
nyawa manusia
cuma ketika sempadan itu terbakar
jangan hanguskan kewarasan
ketika bumi itu bergelegak
jangan sejatkan kemanusiaan
biar di sebalik jarum-jarum dari langit
masih ada waktu redanya
biar ketika banjir darah melimpah
masih ada waktu surutnya.
Mohd Nazmi Yaakub
Damanhur, Julai 2002
<<< kembali
Melodia Penyair (2)
Sajak Muhammad Badri
Di bilik sempit ini kemerdekaan berserikan dan
berkumpul melahirkan barisan kalimat.
Meliuk indah pada untaian rindu dan pujian untuk
mengikat sekuntum cacian.
Berteriak dan diam kadang mengepalkan tangan dan
kepala penuh empati.
Menikam matahari untuk mendapatkan setetes sinarnya
dan dibuat sebait kata.
Setelah menyanyi pada bisunya megaphone tiga
dasawarsa.
Malam yang gelap, tiba-tiba tetap gelap padahal
bintang-bintang berjoget mesra.
Merindukan bulan yang tinggal satu dipeluk kabut.
Selembar kertas transparan terselip dalam laci benak
yang semakin sempit.
Seribu judul tidak cukup untuk memadamkan tangisan
bocah-bocah.
Yang menari seperti para darwis pada dewanya.
Namun tariannya adalah duka yang lahir dari sebuah
serial televisi.
Seribu bait tidak cukup untuk meluruskan sejarah yang
buram.
Walau berteriak sampai bulan ketika belas tepat jam
duapuluh lima.
Marpoyan, 2002
BIODATA SINGKAT PENULIS:
Nama: Muhammad Badri
kadang-kadang memakai nama pena: EMBI
Saya lahir di Blitar, 13 Maret 1981
Mulai bergelut dengan tulis-menulis saat bergabung
dengan Majalah Siswa "AWALITA" SMUN 1 Talun, Blitar
(1995-1998). Saat ini tercatat sebagai mahasiswa
tingkat akhir Faperta Universitas Islam Riau,
Pekanbaru. Saya termasuk kurang produktif menulis
sajak dan sampai saat ini baru 2 buah cerpen yang saya
tulis. Di kampus saya aktif di Tabloid Mahasiswa
"AKLaMASI" UIR, satu-satunya koran mahasiswa tingkat
universitas, dan menjabat sebagai Pemimpin Redaksi
(2001 - 2002) kemudian Pemimpin Umum (2002 - 2003).
Disamping itu saya termasuk penggagas terbitnya
bulletin sastra "KOSA" yang memilih gaya indie,
sekaligus sebagai Pemimpin Redaksi. Pernah bekerja
sebagai wartawan di media umum dan layouter, namun
kini saya lebih memfokuskan pikiran pada kuliah dan
media mahasiswa yang saya pimpin.
<<< kembali
Merangkai Mimpi
Sajak Muhammad Badri
MERANGKAI MIMPI
:buat Ayu Diah Prasetyo
Dalam barisan kalimat yang mengalir di sela-sela canda
Sekuntum bunga-bunga rindu menghias layar mimpi
Sinyal itu mengalunkan dering pada sebait duka
Yang membawaku pada siluet musim semi
Engkau datang dari lautan yang melahirkan sepenggal
harapan
Dari kapal-kapal yang berlabuh membawa suka
Dan disana engkau menari pada selembar monitor
Setelah ku klik dengan ujung kata-kata
Wajahmu tidak tergambar disana
Senyummu hanya berupa goresan elektron
Yang membuka lensa mataku pada sebuah episode
Insya Allah bukan serial sinetron
Bumi menangis pelan
Ketika sinyal SMS menggeliatkan tubuhmu saat tergolek
bisu
Diatas dipan putih berselimut obat generik
Dan bermandikan sepuluh mililiter antibiotik
Panas tubuhmu pelan-pelan membakar mimpi
Dan engkau tersenyum merangkainya
"Tahun depan aku ke Jogja"
Katamu menggenggam masa depan
Marpoyan, 2002
<<< kembali
Melodia Penyair (1)
Sajak Muhammad Badri
"Aku adalah tuhan"
Kata penyair berteriak pada malam
"Untuk karyaku"
Menunduk bisu
"Aku bisa melahirkan mematikan apalagi mengawinkan"
Sambil merobek kertas buram stensilan
"Aku kadang menjual demi perut"
Katanya pelan, pelan sekali
"Seperti oknum pejabat menjual moralnya, entah demi
apa"
Berteriak menunjukkan jari sentralnya
"Aku kadang menggerogoti kata-kataku"
Bungkam memainkan harmonika yang menyayat hati
"Seperti orang-orang menggerogoti aspal, pinjaman dan
beras untuk rakyat"
Lalu melenggang pergi
Dan tertawa
Melemparkan kertas buram stensilan.....
Pekanbaru, 2002
<<< kembali
Sajak Musim Gugur
Sajak Muhammad Badri
Do'amu belum hilang dari ingatan
Salawat yang kau ucapkan belum ada dalam catatan
Dzikirmu pun masih terngiang di ruangan
Mukamu masih gelap dalam angan
Tersangkut pada tiang bintang yang masih kokoh
Diam-diam engkau menangis pada sepi
Ingin memeluk matahari ketika siang
Agar dapat mati dalam buaian awan
Dan dosa-dosamu terbawa hujan
Yang menangis karena tubuhmu enggan diajak pulang
Kuansing, 2002
<<< kembali
Tubuhmu Menulis Tubuh
Sajak Muhammad Badri
:untuk penyair Joko Pinurbo
tanganmu menulis tentang tubuh
yang telanjang dalam sebuah goresan
juga ranjang yang meliuk pelan-pelan
matamu memandang pada ketiak malam
yang membelah sunyi hutan-hutan
yang memutih satu-satu
di toilet sempit engkau menyanyi
tentang peradaban impor
pada burung-burung
andong yang engkau tumpangi
rodanya terperosok pada lobang kuburan
dan engkau berteriak kehujanan
hia...hia...hia...
Pekanbaru, 2002
<<< kembali
Menanti Camar Putih
Sajak JJ. Kusni
selalu saja aku berjaga
memandang gerak daun
menyidik saban suara
kaukah yang tiba
suaramukah itu yang kunanti-nantikan
yang mehancur segala kebekuan?
selalu saja aku berjaga
bertahan di pelampung harapan
satu-satunya yang tak kubiarkan tenggelam
di deras gelombang pasang
sampai matahari mengantarkan ketetapan
di sini di pantai ini kau kunanti
camar putih perkasa
mengajak mengudara
kegelisahan
memang darah yang mengalir
lama sudah di buluh-buluh nadiku
tapi beda sungguh dengan yang ini
yang kali ini di mana aku jadi penanti
dan penanti yang selalu menanyai hari
Perjalanan 2002
<<< kembali
Pertunjukan Senja
Sajak Hasan Aspahani
jerit jutaan jengkerik
bayang-bayang bakau
remang rawa-rawa
senja selalu saja sempurna
selalu saja
tapi malam tiba-tiba
menegurku, menghardikku
: kau tak pantas
menikmati pertunjukan
ini, tuan!
2001
<<< kembali
Sinopsis Pagi
Sajak Hasan Aspahani
pagi ini, "akan ada dingin
yang menetes ke dalam embun."
kau tak keberatan bukan
menemaniku menjadi saksi?
ya, kataku. Lalu kita
menunggu sambil memperbincangkan diam.
diam yang diam-diam memanggil matahari
matahari yang justru mencemaskan kita:
dingin dan embun ini, bakal
terlalu lekas melintas
lalu, kau bisikkan kata itu
"sayang, akulah embun dan
kau adalah dingin itu.
Apa lagi yang kita tunggu?"
<<< kembali
Simpul Sudah Sajakku
Sajak Hasan Aspahani
sampai sudah sekunar
setelah sebentang selat:
setiang sambutmu
setiang sorak-soraiku
selang
seli
selang
seli
selesai sudah sesalku
sungging senyum sesegar seladri
silam sudah silapku
simpuh serunduk sembahmu
simpul sudah sajakku:
"saatnyakah sekarang, sayang?"
sep, 2002
<<< kembali
Di Bawah Payung, Kemana Berlindung
Sajak Hasan Aspahani
di bawah kembangmu, payungku
kudengar suara yang kau bisikkan
tak jemu-jemu:
"ketika hujan tumpah
jangan kau singgah, jika
hanya ingin menolak basah,
sebab masih jauh langkah
masih jauh langkah...
di bawah hitammu, payungku
gelilsah bergaung, sejarah bernaung
tanyapun mengantung-gantung,
"sudah berapa badaikah,
yang pernah memaksamu
menyerah?"
di bawah bayangmu, payungku
aku teringat awan, terkenang gurun
terbayang kafilah lalu, dan
pedagang muda yang beruntung, tapi
"aku yang kini di bawah bentangmu,
payungku, masih juga tak tahu
kemana mencari pelindung diri
dimana singgah menyudahi langkah?
17 Agt 2002
<<< kembali
Dua Pantun Dalam Sekemas Cemas
Sajak Hasan Aspahani
1. PANTUN DENGAN PEMBAYANG HUJAN
hujan di hulu, hujan di karang
menggigil batu, menjerit ungka
bukan dahulu, bukan sekarang
membilangmu sepanjang usia
2. PANTUN SEBUNGKAL SETENGAH KATI
sebungkal padanlah setengah kati
semayam emas sayang-sayangkan
dikau yang bermastautin di hati
tak sampai warkat kualamatkan
<<< kembali
Teknologi Maklumat
Sajak Arisel Ba
Menjana Keilmuan Mahasiswa Berinformasi
Kerana telah wujud alam ini
Adam dan Hawa menenun cinta
Hingga lahirlah manusia insani
Habil yang berbudi dan setia
Qabil yang ganas dan durhaka
Generasi demi generasi
Empat kitab pmimpin ilmu akhirat dan dunia
Dua puluh lima Rasul Allah memimpin manusia
Dari generasi ke generasi
Alam purba manusia sengketa
Hukum rimba, yang gagah berkuasa
Alam pra sejarah mengukir komunikasi
Komunikasi berkembang membudaya
Falsafah berbicara berisi informasi
Dari generasi ke generasi
Era industri pembudaya kemajuan
Pasca industri semakin meruntuh kemanusiaan
Dari sempadan geografi antara Negara politik
Menjelma globalisasi mencanang informatik
Sekian lama kita hidup di atur analogikal
Era milinium kita diasuh digital
Katanya, dunia tanpa sempadan
Teknologi maklumat dalam derasnya komunikasi
Menjana ilmu mahasiswa berinformasi
Pembelajaran berbantu internet dan data
Online sini online sana, kita adalah peneroka
Sejak kita mengenal ilmu komunikasi
Selepas empat tahun kita akan melangkah pergi
Jangan nanti kita tersesat di hujung jari sendiri
Kuantan Kuala Lipis, Pahang
26 &27 September 2002
<<< kembali
Kala Senja Kala
Sajak Rainer Maria Rilke (terjemahan Hasan Aspahani)
perlahan, senja bersalin pada jubah-jubah
bertahan, pada jajaran pohon-pohon purba
kau saksikan, tumbuh-memisah darimu: dua dunia
satu moksa ke surga, selainnya gugur jatuh
yang berserah padamu, tak pada sesiapa bertuan
tak senyap, segelap rumah yang tetap tinggal diam
tak senyap, seniscaya janji pada keabadian
begitulah, hingga jadi terbit bintang tiap malam
dan berserah padamu (tak terucap mengurai) hidupmu
dengan segenap keluasan, takut, dan kedewasaan
hingga seluruh, kecuali yang terikat-tak-terpahamkan
dan tiba gilirannya, membatu-bersinar dalam dirimu
<<< kembali
Dari Bimbang Ke Duka Yang Teramat Panjang
Sajak Hasan Aspahani
beranjak dari ruang tamu hatiku
aku sebenarnya hanya sedikit beringsut
dari bimbang ke duka yang teramat panjang
tapi, tidak dari kenangan itu, sayang
dalam siulpun kubayangkan lirik
yang pernah kau minta kulagukan
"adakah yang lebih baik
antara tamu yang asing
dan kekasih yang
hanya mengirim rindu?"
dari jendela aku melihat
kursi-kursi kosong, dan
kau mempersiapkan airmata
yang, "nanti pasti kan menggenang,
saat sepi bertandang datang."
di luar pagar, mungkin
tak kau lihat aku
mengambang, antara bimbang
dan hati yang kosong:
tak punya alasan untuk bertamu,
pun tak sampai rindu yang
kukirim padamu
<<< kembali
Bujuk Buai Bidadari
Sajak Hasan Aspahani
aku telah sampai padamu, juwitaku
bunga mercapada
bertangkai angin perasaan
berkelopak langit bangkit
beraroma tebar wangi bidadari.
aku tak kan pernah memetikmu, juwitaku
sebab dalam ingin setubuh angin
liput selimut langit
sebenarnya, kau jadi milikku
dan sebaliknya
dan sepenuhnya,
dan
juwitaku, adakah yang lebih membesarkan
hati lelaki, selain dicintai bidadari?
dan
juwitaku, adakah yang lebih membanggakan
hati lelaki, selain dicemburui dewa-dewa
yang kau selingkuhi?
sep, 2002
<<< kembali
Candi Tubuhmu, Prasasti Hatiku
Sajak Hasan Aspahani
kelam kenang membangun candi-candi
di peta tubuhmu, menyusun jalan
mendaki setapak-setapak, menyiapkan
jejak-jejak yang hendak kutinggalkan
di situ
aku mengatur semadi di teluk yang
paling selatan, selatan yang paling kutub
kutub yang paling kabut, menunggu
datang dewa yang memahatkan prasasti
di batu-batu hatiku
<<< kembali
Setelah Kau Bakar Kenangan Itu
Sajak Hasan Aspahani
setelah kau bakar
kenangan itu
ingatan tentangmu pun
jadi piatu
jadi anak-anak yang
tak tahu kemana
lagi menyusu
aku pun jadi tak
lagi rikuh
membunuh
tiap rindu yang tumbuh
walau luka
tak sampai sembuh
tak pernah
<<< kembali
Sebuah Blog
Sajak Anggoro Gunawan
kulukai kata dengan secarik kertas yang tersobek di bagian pinggirnya
kata-kata
yang berujung pada
kata-kata juga
kulukai kalimat dengan selarik kata yang terantuk di bagian tengahnya
kalimat
yang berujung
tanpa kata
----velbag/anggoro gunawan--
<<< kembali
Erythrocyt
Sajak Qizink La Aziva
kutangkap butir-butir oksigen
yang beterbangan di sekitarku
terasa bau racun serangga!
lalu kudengar debar jantung kekasihku
rindukan hijau dedaunan
berganti musim
Oh Erythrocyt kekasih setiaku
sebarkanlah kabar kerinduannya.
Anyer,300802
<<< kembali
Kematian Kata (k)
Sajak Qizink La Aziva
katakatakatakataka
takatakatakatak
atakatakata
kata
ka
tak
katak
kok!
mati.
dalam tempurung sunyi
<<< kembali
Trucuk (*)
Sajak JJ. Kusni
Cerita untuk PB
1.
dari desa trucuk ini nampak puncak prambanan
bagai jari menuding langit menunjuk jauhnya harapan
pernah tiga tahun remaja dahulu
bersama penduduk aku jatuh-bangun mengejarnya
kulihat benar
mimpi dan harapan itu
adalah tenaga riam
mengalirkan arus dari sumber di hulu
putih-putih kilap arusnya di sela batu
putih-putih ketulusan hati dan mimpi penduduk trucuk
mengalir ia mengalir ke muara di sela batu-batu derita mengabad
ketidakacuhan daki-daki jiwa mereka dibasuh pergulatan
sampai pada bulan itu september langit hitam kelabu
angin amis darah busuk bangkai ketika tiba kawanan serdadu maut
dalam satu lobang besar petani-petani penyemai mimpi
digiring dan ditimbun di lumpur sungai tertanda masih di hari ini
terdiam prambanan di hadapan masakre putra-putrinya
terdiam seluruh desa terdiam ayam-ayam piaran
anjing-anjing sepi sendiri menunggu tuan tak pulang-pulang
pernah di trucuk mimpi pun jadi terlarang
2.
ke marin ke trucuk aku datang
prambanan memandangku dalam pada mata
sungai di kakinya menyapa sendu tanda aku dikenalnya
trucuk! kutulis baris-baris ini tanda puisi kehidupan arus terus mengalir
3.
trucuk! perempuan sederhana pengasuh remajaku
tikaman demi tikaman jangan bayangkan usai di satu bulan
cinta dimatang ditanyai waktu apakah kepadamu aku setia
baris-baris sederhana ini pandanglah bagai tanda pengenal janji semula
4.
trucuk, perempuan pengasuhku dengan cinta tak pernah tua
hari ini aku datang dengan putir busu yang mimpi menatah bumi
ingin membaca lembaran-lembaran duka penduduk sengaja disobek
kalian menyambutku dengan gaya jawa kalian pun menyambutnya
kuyakini lalu hidup itu tanahbumi sedangkan cinta mataharinya
Perjalanan 2002.
Catatan:
(*). Trucuk, nama sebuah desa di Jawa Tengah.
<<< kembali
The Train is Shifting Quickly in The Darkness
Sajak JJ. Kusni
(Varian puisi Randu)
1. PERKENALAN
aku kira sejak lama aku memang dibilang bajingan
memang aku tukang protes peraturan demi peraturan
ingin bersama sun wu kung mengobrak-abrik kerajaan langit
jika kau lihat kereta bergerak dalam kegelapan kencang melaju
itulah kereta bajingan itu -- keretaku terusir dari stasiun
yang memang kupilih sudah kerna menolak tanahair yatimpiatu
2. PERDEBATAN
gelap atau terang
kita memang akan lama berdebat
dan pilihanmu tetap tak kumaki
aku menghargai keberanianmu memilih
termasuk kemampuanmu menghalauku dari stasiun
yang artinya aku patut mengaku sementara kalah
hanya patut juga kepadamu kukatakan
aku yang sudah memilih lahir memilih hidup
tak pernah gampang-gampang menyerah oleh satu dua bantingan
kelak kau kan tahu
bajingan sesungguhnya
di antara ini semua
3. MEMBAWA PULANG PUTIR BUSU
kereta yang menuju kegelapan kencang melaju dalam gelap
bukan kereta kegelapan menuju ranjang di mana aku enggan mati
bagiku kegelapan karena terhalau dan kalah
kernanya aku disebut bajingan
dan waktu membawaku
bersama sun wu kung menyerbu kerajaan langit
pulang bersama putir busu
4. MEMILIH
memilih hanya bagi yang bertanya
dan bertanya itu mempertimbangkan
sedangkan bungkam anak keraguan
putra-putri manja kedunguan tak tergembleng topan
bermain-main dengan perisai kata keangkuhan
tak percaya? lempar saja ia ke laut
tak percaya? tumbuk kuat-kuat pada perutnya
ia pun meraung dan tenggelam tanpa kata sepatah
sempat terucap namanya pun pupus terlupakan
nama tanpa makna
Perjalanan 2002.
<<< kembali
Sepatah Kata
Sajak JJ. Kusni
sepatah kata sudahlah padan
dan sepadan dengan bulan
dengan bumi tatap-tatapan
sepatah kata sudahlah padan
dan memadai seperti matahari
tatap-tatapan dengan bumi
pada kata sepatah
jembatan dua camar bertemu
sejenak mengurai buhul rindu
dari sepatah kata
dari bulan dan matahari
selaksa keajaiban terjelma
Perjalanan 2002
<<< kembali
Kepada Penyair Agam Wispi
Sajak JJ. Kusni
(Sekaligus sebuah tuturan tentang sastra untuk PB)
1.
terasa padaku ada kesunyian besar mengisi ruang
ketika tidak lagi mendengar langkah dan suaramu
dahulu biasa tingkah-meningkah sahut-menyahut
dengan badai laut kampung pasir menghampar
kerna jiwamu sepeka permukaan sungai
gampang beriak disentuh peristiwa demi peristiwa
apalagi kesewenang-wenangan
pasang merendam negeri
2.
aku ingat benar dahulu
betapa puisi kau jadikan jari-jari terkepal
membentuk kepalan pertarungan
menyerukan orang-orang tidak menyerah
bertahan dan memenangkan tiap inci kehidupan
seperti tanahair dan hiduppun selalu menyeru
menuntut kehadiran penyair di jengkal-jengkal pergulatan mandi darah
3.
semestinya karena penyair
dan kukira itu juga yang kau mau
penyair itu manusia yang tak bisa mati
sepanjang darah mengaliri nadi
maumu memang penyair
orang paling terdera sebagai manusia
pantang menyerah tapi akupun menundukkan kepala
memandangmu mengerdip kepadaku berkata:
"bung, aku kalah, dikalahkan waktu yang menohok tenagaku"
wispi, masih kudengar suara dan langkah-langkahmu dahulu
sambil melangkah aku menyusur jalan sunyi kita bagai sediakala
senantiasa siap menghadap apapun yang meneyergap di tikungan
sementara kau masih saja mencandaiku dengan pertanyaan
hari ini apa siapa lagi yang hilang dari hatiku
waktu akhirnya mematangkan kepahitan demi kepahitan
bagaikan buah-buah manis ranum
ranumnya o ranumnya di pohon kenangan
4.
tanahair dan hidup
tak kelebihan penyair, bung!
sering dihina
tapi tetap diserukan
dan kau tentu saja masih bersanjak di hati
kendati jemarimu sudah tak kuasa menulisnya
kerna penyair memang
orang yang sanggup meleceh mati
Perjalanan 2002
<<< kembali
Mimpi
Sajak Heriansyah Latief
cemburu membakar langit
awan merah bergelombang api
cinta membara o panasnya
kecewa rasanya ngilu!
luka yang kita bikin sendiri
simpanlah dalam hati
tiada obat yang paling sakti
kecuali berdamai dengan duri
riwayatnya sang kodok dan putri raja
janganlah jadi dongengnya malam
lambangnya orang yang kalah bersaing
adalah kekecewaan pada perbedaan
antara waktu, tempat dan kesempatan
tanpa itu semua kita hanya menghayal
dalam mimpi yang tak pernah terbukti
salam, heri latief
apeldoorn, 30/09/2002
<<< kembali
Hantu Yang Kutemui di Selangkangan
Sajak Zelfeni Wimra
ingatkah kau ketika jadi roro kidul
main-main di pesisir
setelah nonton album minggu
kita?
tak punya apa-apa
selain hantu yang menderu
di selangkangan
yogya, oktober 2002
<<< kembali
Sansana Duka Awal Musim Gugur
Sajak JJ. Kusni
Oleh pada apa saja pernah kutanya dan kuminta menggambarkan dirimu
pada tembok-tembok kota yang mencatat kepahlawanan
pada dinding-dinding kereta yang berhias lukisan
pada apa saja pernah kucoba melukiskan wajahmu
pada pada saat pensil di tangan aku pun selalu saja sia-sia
sementara akupun tak mau tertipu bayangan kubangun sendiri
kendati selalu memang bayang-bayang, mimpi dan kenyataan
campur-baur dalam diri -- tapi untuk yang satu ini
aku demikian bergegas oleh singkatnya waktu tersedia
apalagi mencintai dan mewujudkannya aku ingin hari ini
bukan sesudah mati
coba, renungkan saja baik-baik
bisa apa aku kelak jika nadi tidak lagi mengalir di nadi
hasrat dan mimpi yang menggelora akan tinggal di kata-kata
kenangan artinya sudah sesuatu itu sudah lampau
kesungguhan, ketulusan, impian seindah apapun bagiku semuanya sia-sia
sering diam-diam aku menyiapkan diri menyambut kegagalan
sering kutafsirkan kelengangan bukan pertanda baik
tentu saja bisa bagai seruan untuk kian keras menatah harapan
apakah arti segala kasihsayang
jika sebatas pernyataan
hanya kata bukankah dia terjemahan kandungan jiwa
maka tak pernah kujadikan dia gasing permainan masa kanak
kasihsayang boleh jadi benar memang
samudra lengang di mana kapalku kan terbenam tanpa tanda
kasih sayang bukanlah mendapatkan tapi ketulusan dan kesanggupan
menulis lalu tulisan itupun buram ketika kertas-kertasnya membubur oleh hujan
larut begitu saja dalam arus pasang
inikah sebabnya maka aku sampai kini jadi pengembara?!
Perjalanan 2002.
Catatan:
Sansana: bentuk puisi paling populer di kalangan masyarakat Ngaju Dayak Kalimantan Tengah.
<<< kembali
Daun Kering Dan Deru Ombak
Sajak Abhisam DM
Jembatan tua panjang melayang-layang
di langit tak cuma gelap atau terang
dari yang lampau sebenarnya malah
terus maju ke depan dengan sejarah
Tunas-tunas muda beranjak menggeram
sayang waktu masih hanya siang atau malam
bianglala tersenyum setengah lingkaran
seolah rambu ketinggian angan
Tapi sering daun kering takut bercermin
meratap di setiap suara angin
sementara deru ombak laksana cemara
menyerap peluk kenyataan segala
Jogja, bulan ketujuh 2002
<<< kembali
Misteri
Sajak Heriansyah Latief
mimpi kita kemarin malam
masih tersisa hangatnya, aaah
nyanyian nafsu membakar cinta
tajam durinya mawar menusuk hati
tikamlah!
pisau duka merobek layar memori
riuh swara gelombang emosi
siapakah yang berbisik, merayumu
mengisahkan asmara yang terbakar
api romantisme para pemuja cinta
percintaannya tak kunjung padam
walaupun hujan membasahi hayalan
matahari pasti datang lagi
begitulah alam mengatur hidup ini
ada sepi ada sunyi
ada pesta ada yang tertawa
silih berganti
sepanjang kisahnya manusia
salam, heri latief
apeldoorn, 29/09/2002
<<< kembali
Membentak Bumi
Sajak JJ.Kusni
kebungkaman hari ini
tinggal seinci dari langit
maka bumi kubentak
dan ke segala mata angin
kugaungkan teriak
menciptakan gemuruh
merekapun diam
aku tetap berteriak
menggugah sunyi
Perjalanan 2002.
<<< kembali
Percakapan Dengan Diri Sendiri
Sajak JJ. Kusni
akulah orangnya kukira yang memang menggantang asap
asap dari mimpi dan bayang-bayang
maka hari ini terbanting sendiri di tepi pasir digulung pasang:
kesendirian kesunyian kembara
pelaut? ya, aku jugalah orangnya
yang nekad melaut dengan layar sobek-sobek dan usang
nekad mencari tebing cakrawala
padahal cakrawala tetap cakrawala tak pernah digapai tangan
berdebur ombak di pantai memukul karang
kukira aku juga itu orangnya yang bagai karang
dalam kebungkaman alam tetap berujar
idaman! takkan urung kau kukejar
kalah? dari perjalanan panjang dia kukenal
kejatuhan dan luka? dari perjalanan panjang dia kuhapal
boleh jadi kau saja yang tak kenal
boleh jadi kau saja memang padaku belum juga hapal-hapal
Perjalanan 2002.
<<< kembali
Kesimpulan Hidup
Sajak Ben Abel
adalah kematian
seperti tubuhmu membujur kaku
berbaring menunggu proses alam
deru panas debu, dingin suhu waktu
menusuk masuk keseluruhmu
dan dagingmu meleleh-leleh
bersama kerumunan belatung
terbangan lalat ramai
meribung pesta raya
sementara satu-satu hijir bulu
dan rambutmu melepas pula
dagingmu sudah jadi lendir
menetes basah
belatung-belatung menyumet sini sana
seperti pekerja sejati
melepas semua serat ragamu
kulit mulusmu melepus-lepus
otot bajamu lepas
mencair, lari kembali ke bawah
sampai kemudian belulangmu pun
gemeretakan lepas
mengering putih seperti kapur
dan anjing-anjing liar menggigit-gigitnya
dan burung-burung bangkai merebutnya
tiada kesakitan maupun kepedihan
tau-tau kau temukan dirimu menyopir BMW
menuju Puncak
ah, membayangkan mati
sangat menyengsarakan
dan kau terus menyopir ke Puncak
membelah gelombang isi kepalamu
membelah badai deraian airmatamu
ingus pun memberanjut kau sebet di kemeja Mahattan
ah, sedihnya nanti
tubuh molekmu kau pikir menjadi begitu busuk
tiada dipeduli, selain memberi hidup pada belatung,
lalat, anjing liar, burung bangkai, mungkin cacing juga
tau-tau kau parkir di depan kedai satu
keluar memesan kopi susu
dan mulai bercengkerama lagi
ya, semua ini hanya oleh diagnosis kanker
hukum mati telah dipalu
berapa bulan lagi mungkin
semuanya akan kau hendakkan jadi mimpi
ketika mati hanyalah perpanjangan tidur abadi
putusme bersama sepi
dan kopi kau rengguk lagi
bukan yang penghabisan kali
[ben abel, 7/27/2002]
<<< kembali
Akulah Debu
Sajak Ben Abel
akulah raja di atas bukit
mengekang kepongahan untuk kejayaan
akulah raja menjubah pandang
mengekang kejanggalan demi kemuliaan
darahku sungai bermeterai kraton
jinjingan karat daging pesanan khusus
makanku hutanrimba seluruh isi
dimana musim adalah api, asap, gundul
hatiku adalah tangis pilu nanah mata
betangan nafas saluran telepon j j
di puncak kemegahan sirna begini
mata mencair menyamudera pita-pita hitam
menetes tetes tinta pada koran pagimu
kebakaran melanda malapetaka biasa
dan rohku roboh disana
di balik semua bayang tontonan
kaca jimat zamanmu wahai
menari, melambai menjadi kenangan
kau pilah sebagai
kau pilih sebagai terserah
dan kau pilih
akulah debu
[ben abel, Juli/Sept.2002]
<<< kembali
Di Bangku Taman
Sajak JJ.Kusni
1.
duduk sendiri di bangku taman
memandang daun jatuh
ditabur matahari ke selatan menjauh
akupun melihat sesuatu dariku sedang berserakan
seperti dedaunan musim gugur di jalan bertaburan
2.
satu dua o, lebih, entah berapa denting piano mallam di tingkat lima
menyusup ke ruang-ruang hatiku menabur bisa duka
fan kui bilang gunakan kepala, kusni, gunakan kepala
aku cuma tersenyum terimakasih pada simpati
tanpa minta ditemani kerna sendiri itu hakekat
seperti kemestian bertarung kendati terkadang kalah
3.
kemarin aku ingat benar ia kami masih bersama
hari ini di jalan papasan tanpa tegur sapa
aku tersenyum masam cuma garuk-garuk kepala
memandang paham perangai kehidupan
jawabku? kau lihat saja kaupun segera paham
fan kui!
kenapa kepalamu kau garuk
ketika aku melangkah
di tengah kebungkaman?
Perjalanan 2002.
<<< kembali
Menerjang Menara-Menara Gading
Sajak Wing Kardjo
Aku bersikeras berpikir
Bahwa saat ini tempat penyair
Ialah jalanan
Bahwa kalian mesti menerjang
Menara-menara gading. Meratakannya
Mengumumkan
Keadaan darurat
Jika aku membiarkan diri
Meratapi keadaan melarat
Jika derita itu bukan pula
Deritamu
Tinju aku kuat-kuat
Biar tidak ada lagi
Puisi yang absen.
PENGANTAR:
Untuk mengenangkan segala persahabatan dan kebersamaan kami maka aku kirimkan sanjak Wing Kardjo yang telah tiada ini, agar suaranya bisa terdengar kembali.
JJ. Kusni
SUMBER: Wing Kardjo, "Sajak-sajak Modern Perancis Dalam Dua Bahasa", Jakarta 1972, hlm. 175. Lihat juga: "Majalah KANCAH", Paris, Oktober 1983, Serie Khusus No.2 TH. Ke II.
<<< kembali
Lebih Dari Sediakala
Sajak JJ.Kusni
keluar kereta masuk ke taman abbesses
bulan di antara dedaunan musim gugur
bertengger bersama merpati-merpati tidur
katedral berhenti membunyikan gentanya
sudah larut benar malam
jalan-jalan paris pun istirah
semuanya ini begitu kukenal
begitu kuhapal
mereka pun kenal
merekapun hapal
langkah-langakah kembaraku
seeperti sediakala malam ini
masih pulang bersama bayang-bayang
tiba di rumah pintupun kubuka sendiri
juga masih seperti sediakala
duduk di meja di sampingku cuma secangkir kopi
juga masih seperti sediakala
bayang-bayang pun tak ada
pada halaman-halaman buku
seperti sediakala ruangan menggema lirih
jazz, verdi atau ebiet yang menjerit sendu
apabila semalam kubaca pesan di baris-baris
gelombang laut bermatahari merasuk ke seluruh nadi
tiba-tiba hari ini kebungkaman membangkitkan badai sepi
artinya kekekalan itu fatamorgana kesunyian dan derita
maka seperti sediakala sejarah perjalanan sering menghidangkan keserupaan
di tengahnya seperti sediakala aku dibanting diangkat dan dibanting kembali
malam ini lebih dari sediakala dingin yang sunyi, kerinduan mencari campurbaur
apakah maknanya? apakah ini isyarat bakal datangnya satu kehilangan lagi?
oleh perjalanan menahun dari sungai ke sungai benua demi benua
aku memang diingatkan untuk selalu tak hilang waspada
malam yang berbulan hari bermatahari
kadang gejala semu semata
jebakan langit menyiapkan hujan
menabur jaring jalanya
lebih dari sediakala
hari dan malam ini
menjaringku di jala sepi
di dalamnya aku ikan mungil
menggelepar dan menggelepar
sia-sia
apakah harapanku adalah ikan itu sendiri?!
Perjalanan 2002
<<< kembali
Setelah Suaranya Kudengar
Sajak JJ.Kusni
kudengar juga akhirnya suaranya dari jauh
sangat jauh seperti gema dari pantai-pantai seberang
akupun kuyup oleh gelombangnya bermatahari
kemudian terkapar sendiri di pantai berpasir sunyi
hingga saat bulan melintasi subuh berisyarat pada fajar
di pasir-pasir sunyi itu aku masih saja di sana
sejenak kudengar kuik camar putih di laut
mengepak menyambut matahari menguji sayap
akulah itu yang menguji kembali ketahanan
di laut segala cuaca tanpa lagi pilihan
Perjalanan 2002.
<<< kembali
Menatap Senja
Sajak Kunthi Hastorini
menatap senja, demikian jingga. seperti kubisikkan di telingamu tentang sebuah cerita di suatu ketika. seorang pecinta mencari cinta, pada sebuah peta. tak ditemu jua, demikian letih berjelaga, demikian sakit berderit- derit. tak ditemu.
gelisah meresah, melungkrah darah lelah. tatkala cemburu memburu beradu. tak ditemu.
seperti kubisikkan di dadamu. seorang pecinta menyerah pasrah. sebulir bening memapah gerah. pada suatu senja, pada sebuah dekap, pada sebuah senyap. pada.
hingga, seusap tangan menyapa. papah resah dari bilik mata. demikian cinta tiba selaksa. tanpa kata. tanpa.
di ujung senja, di sebalik tabir terbuka cahaya cinta. duhai! kiranya telah ditemu rindu. cahaya di atas cahaya. demi Allah yang merindu! demi Allah! demi.
menatap senja, demikian jingga. seperti lambai tertuju bagimu.
<<< kembali
Sebuah Keajaiban
Sajak Kunthi Hastorini
sebuah keajaiban. kita disini. di bumi yang tua dan letih ini. mengapa kita mesti ada? akankah punya arti andai kita tak pernah ada? dari awal kita dipasung dalam rahim bunda. tak berdaya. hanya meminta belas kasih. pada siapa?
sebuah keajaiban. kita disini. lahir ke muka bumi dengan derai tangis. mengapa? apakah kita tak bahagia berkenalan dengan dunia? sudah mengertikah kita saat itu bahwa dunia penuh noda? seperti telah di buangnya adam dan siti hawa ke muka bumi karena khianatnya. dibuang jua kah kita kini?
sebuah keajaiban. kita disini. tumbuh dan terus tumbuh. dari tak tahu menjadi tahu. semakin tahu, semakin tak tahu. tertawa menangis, seakan hanya tipu. apakah akhirnya mesti bisu? terus bergulir seakan tak kan henti. meski, kita tahu kan henti. terus berpacu seakan tak kan akhir. meski, kita tahu kan berakhir. di sebuah ujung yang sunyi, disitulah. sunyi yang indah.
sebuah keajaiban. kita disini. bertemu berpisah. tak, ku kira. andai pisah, mungkin hanya jasad. tapi ruh yang merindu tak kan pernah. tak pernah! selalu bergandeng tangan dalam ketulusan. ach, apakah ada ketulusan di dunia yang munafik ini? adakah kesejatian di dunia yang dusta ini?. adakah bening dalam hening?
sebuah keajaiban. ketika, kita pun tinggalkan tempat ini. apakah sama seperti mula kita hadir? menangis? menyesali perpisahan dengan kefanaan ini? bukankah seharusnya kita tersenyum sebab telah akhir segala tipuan? telah temu dengan kesejatian.
sebuah keajaiban. ada Dia disini. bersama kita yang percaya. ada Dia disini. bersama kita yang ternyata penuh dosa! bersama kita yang sering lupa!
<<< kembali
Seperti Ada Yang Hilang
Sajak Kunthi Hastorini
seperti ada yang hilang dalam ruang
berbaris kenang
bersama tak tik tak waktu terus berputar
liar
bersama kenang membayang, sayang
<<< kembali
Dimanakah Engkau, duhai cintaku
Sajak Kunthi Hastorini
malam demikian gelap, meratap. ruh-ruh berkeliaran kesana-kemari, gelisah. dan, ada yang teriak dari balik kolong ranjang kerontang, mengerang.
"Betapa aku lelah ya Rob, dimanakah Engkau, duhai cintaku. Rindu aku ingin tatap wajah-Mu!"
wajah-wajah lantas berbaris, menyelinap diam-diam dari balik dinding pucat. alangkah rupawan, alangkah menggiurkan. ach. betapa bahagia cekikikan.
malam tak lagi gelap. cahaya berpendaran, menawan. tak ada ratap, tak. hanya tawa berderaian memabukkan. duhai inilah dunia kenikmatan! arak? mana arak biar terpuas nafsu memburu, ah!
tapi, plop!
demikian hening mengering, "tidak!, jangan pergi!". demikian teriak memekak. demikian haus tak terpuaskan!.
ruh-ruh sesegukan ketakutan. gigil memanggil kerdil. wajah-wajah bergantian, berputaran. haus. haus. haus. wajah kesejatian. dimana duhai kiranya Dia,
cinta?
<<< kembali
Di Sebuah Senja
Sajak Kunthi Hastorini
cakrawala demikian jingga, merona
ketika kutatap, dia tertawa
(sayang, gerimis tak hadir menyapa)
cakrawala masihlah jingga, cahaya
menelusup di antara keping jiwa kita, bahagia
di sebuah senja
bersama kita puisikan, cinta
<<< kembali
Seputih Lupa Sebiru Ingatan
Sajak Nanang Suryadi
Seputih lupa, katamu. Tapi ingatan berwarna-warna. Dengan jemari kulukisi kanvas waktumu. Hingga sorot matamu menerawang menerbang ke masa lalu. Terowongan yang tak habis kau telusuri. Hingga warna segala warna memasuki tidurmu. Mimpimu yang berwarna. Mungkin biru. Ingatan yang biru.
Ingatan demikian biru. Seperti langit. Seperti laut. Seperti rindu dari masa lalu. Tapi ada yang ingin menghapus segala kenang. Seputih lupa, katamu. Di sudut mata. Menggenang butir airmata.
<<< kembali
Kuhadapkan Wajahku
Sajak Nanang Suryadi
Kuhadapkan wajahku barat timur utara selatan tenggara baratlaut timurlaut baratdaya coklattanah birulangit. Menghadapmu. O wajah yang dirindu. Dalam ingat yang lamat. Sebagai seru: kami bersaksi. O yang satu. O tempat segala mula. O tempat segala kembali.
Tapi jarak juga waktu. Membentang. Berliku jalan. Menemu engkau kembali. Menemu senyummu kembali.
Kuhadapkan wajahku barat timur utara selatan tenggara baratlaut timurlaut baratdaya coklattanah birulangit. Merindu.
Tatapmu.
<<< kembali
Lengkung Mimpi
Sajak Nanang Suryadi
Dan kanak-kanak bergelayut di alismu. Lengkung mimpi. Kau dengar kekeh tawa mereka. Beterjunan ke jernih matamu. Telaga rinduku.
O kanak-kanak yang riang. Meluncur dengan derai tawa.
Dan kanak-kanak menemu senyummu. Lengkung mimpi. Kau dengar kekeh tawa mereka. Meluncur di bibirmu.
O kanak-kanak yang riang. Menemu cintamu!
<<< kembali
Sebagai Kesunyian
Sajak Nanang Suryadi
sebagai kesunyian. demikian akrab mencintai. di sudut yang tersisa dari segala kenangan. disusun bata demi bata mimpi sendiri. hingga jadi menara. menjulang ke langit sepi.
o, bisikmu. di angin lalu. kerinduan diterbangkan. ke angkasa senyap. tiada jawab
<<< kembali
Huruf Yang Minta Dibunuh
Sajak Nanang Suryadi
Sehuruf kata meminta penyair
Membunuh dirinya sendiri
!
Depok, 5 September 2002
<<< kembali
Burung Kata-Kata
Sajak Nanang Suryadi
Jutaan kata melesat ke angkasa
Terbang tak tentu sampai ke mana
(jutaan burung kata-kata menyerbu langit mencari arah pulang menabrak mega-mega menabrak atmosfir menabrak bulan menabrak bintang menabrak nebula menabrak meteor menabrak asteroid menabrak lubang hitam)
--- di mana tahta Sang Raja kata-kata?
<<< kembali
Batu Hitam
Sajak Nanang Suryadi
batu hitam. batu hitam. meluncur di malam kelam. dari langit jauh.
dari waktu yang entah.
batu hitam. batu hitam. mendiam di sudut.
seperti kenangan yang melesat. batu hitam melesat dari ruang entah
pada saat entah.
bintang jatuh katamu. pada malam yang rapuh.
menemu gigil lelaki. yang mendirikan kenangan dari sorga yang jauh.
<<< kembali
Mungkin Aku Mabuk Arak Cintanya
Sajak Nanang Suryadi
mungkin aku mabuk arak Cintanya
menjalarkan rindu menatap wajah Kekasih
o engkau: rummi, rabiah, fansuri, arabi, halaz
demikiankah merindu Kekasih,
hingga mabuk dalam gelora Cintanya
<<< kembali
Nama Yang Diterbangkan Dari Puncak Menara
Sajak Nanang Suryadi
kekasih demikian sayup suara,
dalam gigil angin senja,
namamu diterbangkan dari puncak menara
o, engkau yang kian samar,
demikian sayup memanggiliku
kembali
setulus cintamu
gemetarkan aku penuh rindu
zikir dalam sunyi diri sendiri
mampang, agustus 2002
<<< kembali
Engkaukah
Sajak Nanang Suryadi
Engkaukah yang suatu ketika mengajakku. Terbang ke langit. Hingga daging menjerit. Karena ia mencintai dunia. Walau fana.
Engkaukah yang suatu ketika mengajakku. Telusuri lorong waktu. Ruang tak terhingga batasnya. Hingga daging tersayat. Melepuh di pucuk api.
Engkaukah yang suatu ketika mengajakku. Dalam gigil doa. Menjelang pagi. Melecutku berulangkali.
Depok, 11 September 2002
<<< kembali
Sketsa Senja
Sajak Nanang Suryadi
senja, jingga matahari, dan aku
demikian sepi
gigil sendiri
menatap matahari mencorong
di gedung kaca
senja, jingga matahari, dan aku?
menghela nafas sendiri
berat sekali
mampang, 18 September 2002
<<< kembali
Aku Merindu (10)
Sajak Nanang Suryadi
Ada yang dicemaskan pada debar. Tak sampai kabar. Tak aksara. Tak suara.
Ingatan mengejang. Menelusur bayang-bayang.
Di mana engkau. Apakabar engkau.
Menelusup sepi ke dada sendiri. Jam-jam yang khawatir. Berdetik membisik
lirih: inilah rinduku kekasih. Demikian perih.
Di mana engkau. Apakabar engkau
Aku demikian mengkhawatirkanmu. Cintaku.
Depok, 25 September 2002
<<< kembali
Aku Merindu (9)
Sajak Nanang Suryadi
Garis wajah yang lekat dalam ingatan. Engkau dengan senyum mawar. Rembulan
membagikan cahayanya. Purnama sempurna. Di langit yang bentang seluas
harap.
Aku demikian sentimentil. Menulis sajak dengan airmata. Dinihari yang
merindu.
Adakah deru cemburu di angin lalu. Tertiup ke segala penjuru: inilah
cintaku. Mimpi anganku. Menyeru dirimu. Menyeru dirimu.
Aku demikian sentimentil. Menulis puisi di senyap begini. Dinihari yang
gemetar.
Adakah gigilku sendiri. Membaca peta nasib sendiri. Mengeja tanda dari
matamu. Cuaca yang mungkin berganti setiap detik. Tak kutahu.
Aku demikian sentimentil. Menulis syair. Dinihari yang cemas.
Mengingatmu. Setulus doa. Dilafalkan: semoga kau baik-baik saja. Cintaku.
Aku demikian merindu. Dirimu.
Depok, 25 September 2002
<<< kembali
Aku Merindu (8)
Sajak Nanang Suryadi
Bulan di ubun-ubun
Bundar purnama
Langit malam menyimpan
Rahasia
Rinduku yang berdetik melulu
Merindu
Padamu
Bulungan-Depok, 20 September 2002
--
<<< kembali
Aku Merindu (6)
Sajak Nanang Suryadi
senyap menyelinap dalam dada,
mengingatmu kekasih,
dari sudut mata sebutir bening,
merembes basahi pelupuk,
sebisik rindu menyapamu,
dalam waktu menderu laju,
wajah mimpiku
depok, september 2002
<<< kembali
Aku Merindu (5)
Sajak Nanang Suryadi
Karena aku merindu, kugantung potretmu di dinding dadaku
Udara panas di luar demikian bengis menatapku penuh curiga
Namun kujaga senyum embunmu dalam ingatan, agar tak terjamah
Tak kan kubiarkan sejuknya menguap dari dalam jantung hatiku
Hingga tak kupeduli hiruk pikuk gaduh bising kemarahan, karena
Ingatanku menjelma jadi alir sungai demikian jernih mengalir
Hari-hari terasa nyaman dengan doa dan cintamu, setulus hati
Amboi, inilah mimpi yang menjelma, harap yang menjadi
Seperti yang kutulis dalam puisi di suatu hari
Ternyata di waktu kini
O, kulewati hari-hari menelusuri riwayat alir, hingga
Rindu cintaku menyampai takdir
Inilah pejalan yang menyimpan beribu luka di dada, sekian waktu
Nantikan sampai pada titik menyatu satu padu
Inilah sajakku, karena aku merindu dirimu
Depok, 27 Agustus 2002
<<< kembali
Ada Satu Masa II
Sajak Fredy Purnomo
pada bintang-bintang di padang,
kemanakah sinarmu akan kau berikan,
jika bukan kewajah sendu merayu di pelukanku,
apakah lagi yang bisa menyirnakan badai, jika bukan senyuman itu,
berikan kemanisan embun malam padanya,
karena wajahnya bak pancaran permata di kegelapan malam
bangunlah, bidadari
kekasih hatiku,
persembahkan pada malam ini,
tarian yang diajarkan pelangi padamu,
berikan semarakmu untuk malam yang panjang dan beku,
biarkan kaki mungilmu turut membangunkan rerumputan dan jengkerik liar,
biarkan kau hempaskan semut dan lebah dari peraduannya,
persembahkanlah pada bintang bintang,
pada angin malam yang menusuk tulang,
biarkan kehangatan gerakmu melukiskan kasih sayang dihatimu
lambaikan tanganmu pada dedaunan dan pepohonan,
pada awan yang berarak-arak malam ini,
ah, mereka akan selalu menjadi penonton setiamu,
persembahkan tarian bisu yang kaugemari,
tapi melukiskan seribu kata-kata yang tak terucapkan oleh mulut manusia,
persembahkan tarian yang adalah doa ucapan syukurmu,
pada sang Pencipta
bebaskan jemarimu merajut udara malam ini,
biarkan kerlingan matamu menjadi siluet indah di udara
mencipta nyala percikan percikan
seperti bayangan kembang api yang kau tinggalkan pada gemulai di gerakanmu
rerumputan akan bersuka cita menjadi panggung yang menopang kaki indahmu
persembahkan pada malam momen indah ini,
bidadari yang menari,
kutahan kenangan ini,
pada setiap tetes embun manis yang kutemukan
ah, bolehkah jika ingin kulihat wajahmu sekali lagi
22 Agustus 2002 18.30
<<< kembali
Ada Satu Masa III
Sajak Fredy Purnomo
setelah lelah engkau menari,
kau tinggalkan aku dan bayangmu,
engkau melesat mengunjungi bintang bintang,
hanya angin malam yang kau tumpangi,
menjadi temen bercengkerama,
desiran awan awan beku tak kau hiraukan,
nyalakan lilin-lilin diangkasa,
engkau tahu, aku takut kegelapan,
nyalakan bulan bundar disana,
agar tak terlalu menyeramkan bagiku,
ah mengapa hari ini bulan nampak redup dan besar sekali,
bayangannya hampir menyentuh bukit diujung sana,
suara-suara malam telah semakin pudar,
jengkerik dan nyamuk-nyamuk liar telah kembali ke sarang
menikmati hari mereka, dengan tersenyum
hanya angin dingin yang menemaniku
ah, engkau datang dengan senyuman,
tapi matamu mengatakan kelelahan,
kubaringkan kau di bahu lagi,
kuusap kening dan rambutmu, kutiupkan kata-kata mesra,
nyala dimatamu semakin redup, redup, redup
dan akhirnya padam sudah
engkau terbuai seperti bayi
pada saat ayam telah berkokok menyambut matahari pagi,
engkau telah melesat dalam rahim mimpimu,
ke negeri yang belum pernah kau kunjungi,
entah aku ada di mimpimu atau tidak, tapi engkau tersenyum
kunikmati tidurmu,
ingin ku melompat masuk dalam mimpimu
dan menjadi peri disana, diistana yang kau bangun dalam mimpi
menjadi penolong terhadap musuh-musuh yang kau ciptakan
kuusap kerut ketakukan di keningmu,
kukecup kelembutan semerbakmu
dinihari,
engkau masih terbuai mimpi
23 Agustus 2002 01.15
<<< kembali
Perbedaan
Sajak Andrew Manuhutu (SMU 6, Jakarta)
Bagai langit menjunjung di atas
beda bumi yang menapaki insan dunia
Dingin kutub membuat perbedaan
panas api turut mendukungnya
Perbedaan itu dukung dan lengkap
Satu ada karena lainnya
hitam diwarnai putih salju
baik ditantang jahat
Akan ada perbedaan yang terus berbeda
Buat perbedaan itu seperti bersatu
Agar perbedaan itu indah
Perbedaan itu jiwa kita
<<< kembali
Ada Satu Masa IV
Sajak Fredy Purnomo
membuka lembaran pagi,
pada kabut dan kicauan burung,
membunuh selimut malam yang tersisa,
memberikan pada kabut matahari keemasan
kau buka mata indahmu,
"masih ngantuk" katamu,
kutepuk pipi manis mu,
"bangunlah" kataku,
pagi ini milikmu,
sambutlah matahari yang masih malu malu mengintip,
dibalik kerimbunan hijau dedaun
kabut yang mulai terkikis
membuyarkan diri,
dan memberikan kesejukan untuk pagi yang bening
tak ada suara selain suara pagi
oh, sungguh inilah rahasia ciptaan Tuhan
persembahkanlah embun untuk hari ini,
rajutlah dengan jemari mungilmu,
tangkaplah kabut yang tersisa,
kristalkan dalam wujud embun,
bagai semesta semesta kecil
ah, engkau melesat lagi,
kesana kemari menangkap kabut,
kau kumpulkan dibawah dedaunan, di dinding,
di dahan, dimanapun engkau ingin berikan kesegaran
kicauan burung ramai menyemangati,
engkau harus berpacu dengan matahari
dengan sisasisa mimpimu, engkau bentuk pagi berembun ini
kesegaran yang akhirnya bisa kurasakan,
mendiris hati, menggigilkan badan
kutahan kenangan ini,
engkau menarinari, menikmati pagi,
dengan caramu sendiri,
kau sentuh setiap daun dan cabang cabang pohon
memberikan harapan untuk melewati hari ini
23 Agustus 2002, 10.14
<<< kembali
Sesal
Sajak Andrew Manuhutu (SMU 6, Jakarta)
Itu hanya permainan biasa
dan tak berpeluru
saat jari menekuk, pelatuk pun terpental
pekik tembakan perlahan terdengar
Cairan merah pekat memancar darinya
Serentak darah turut keluar dari tubuhku
Ia pun terlunglai jatuh, tak bernyawa
Serasa itu hanya mimpi
Kuraba lenganku, bersikeras ini mimpi
tanganku membeku
kurasakan sesal dalam darah itu
darah permainan
Sesal itu tak kunjung padam
tak ada yang bangun
ingin kuulang semua itu
seakan tak ingin terjadi
<<< kembali
Ada Satu Masa
Sajak Fredy Purnomo
ada satu masa,
dalam hidupku,
ketika kutemukan bidadari kecil
menangis sendirian,
kulihat wajahnya sembab oleh air mata,
bahunya berguncang menahan derasnya isakkan,
nafasnya tersedak oleh udara sore yang lembab
suara-suara merdu yang didengarnya, telah menikam hatinya,
ah, matahari telah mulai tenggelam oleh badai air matanya,
kutahan kenangan ini,
pada sore menjelang malam,
sayapmu yang kecil berkepak-kepak lemah,
pada gaunmu yang seindah sutra, kutemukan kelembutan mendalam
juga ketidak berdayaan
kulihat matamu, kurasakan kehausan,
kurengkuh dalam bahu, reguklah kasih sayangku, bidadari
apakah harus kuberikan nyawaku untuk membuatmu bisa tersenyum lagi ?
kulihat airmata menetes lagi, dan kali ini jatuhnya ke hatiku
ah betapa mengherankan air mata ini, seperti embun manis sejuk
tak pernah kuhirup embun semanis ini,
padamu kupeluk, dengan bahu, berikan airmatamu padaku,
habiskan isakmu, bagikan kesedihan ini
matahari diujung horizon malu malu sembunyi,
seperti wajahmu yang tenggelam dalam bahuku
habiskan lelahmu di bahuku,
dan entah kenapa ada airmata yang bukan milikmu menetes di dahimu
apakah milikku, ah sudah lama aku tidak menangis lagi,
air mata itu meresap ke pori-porimu, menyatu dengan darah dan nadimu
ah, kau buka matamu,
berikan aku cahaya rembulan yang tak akan pudar kekasih,
pada wajahmu yang selembut bayi,
pada senyummu sepolos kanak-kanak,
pada isakkmu yang mendesak ke dada ini,
ku tak bisa tidak tersenyum pada rembulan di pelukan,
ketika matahari telah tenggelam, entah cahaya ini berasal dari mana ...
dari hatimukah ?
pada tatapan mata sahabat sejati, pada hembusan-hembusan dari hidung yang mesra,
pada kecupan dari bibir tersenyum, pada pipi semanis susu,
dagu yang penuh madu,
atau dahi yang memancarkan kesabaran
ah, kutak sanggup melukiskan wajahmu
pada geraian rambutmu aku sungguh tersesat di dalammu
ah, kau buka bibirmu,
kau dendangkan nyanyian malam,
membuai rumput rumput di padang, membuat bintang-bintang menari riang,
suara jengkerik menjadi semangat dalam rayuan merdumu
kutarik guratan senyumku untukmu
kukecup kening mungilmu, kuhirup wangi semerbak,
sungguh aku berada di padang beraneka bunga
tak akan kubiarkan wangi parfum menyentuhku lagi,
karena sudah kutemukan dahimu,
kupeluk engkau malam ini, tak akan kulepaskan lagi,
pada angin malam yang menyapa tengkuk,
ku...
kupeluk rembulan di dada, dalam isakmu yang masih bergema,
namun engkau sekarang sudah tersenyum damai sedamai rembulan di atas sana.
mimpikan aku, mimpikan aku, kekasih
ada satu masa,
ingin kulukiskan kembali dirimu,
pada embun sejuk di pagi hari
masih kucium wewangian itu, kelembutan itu, kehangatan senyummu,
ah betapa bodohnya aku,
melepaskanmu
22 Agustus 2002, 12.24
<<< kembali
Di Sebuah Kebaktian Minggu
Sajak Cecil Mariani
Terduduk di pelataran rumahMu
menunggui kembalinya hati rindu
menanti wajahMu
sejak jauh kutinggalkan tempatMu
dari HadirMU
walau lambaian itu membasuh dakwa mendakwa jiwa
menyuruhku abaikan sesalku
lupakan sayang, lupakan pengkhianatan
pulanglah saja..
tak pernah kuperhitungkan khianat dan sakit hati
Kasih setiaKu cukup menutup semua
hanya kepulanganmu
untukKU
demikian bisikMu..
lalu aku menangis seraya meninggalkan lagi rumahMu
<<< kembali
Catatan Pendek
Sajak Y. Thendra B P
Karena aku mencintaimu
maka aku menulis sehati-hatinya
Yogyakarta, 2002
<<< kembali
Kepada Ranah Minang
Sajak Y. Thendra B P
bak setinggi buah diayun ranting
melambai pada awan berarak
suatu ketika jatuh ke tanah jua
tempat akar memulai hidup
demikianlah. aku akan berlabuh padamu
setelah pelayaran usai
setelah mimpi terlerai
Yogyakarta, 2002
<<< kembali
Dongeng Ibu Tua Penjual Gudeg
Sajak Y. Thendra B P
seorang ibu tua penjual gudeg
terkantuk-kantuk menanti
pembeli di tepi pagi
angin dinihari yang nakal
yang jahat perangainya
seketika menjelma pangeran penunggang kuda putih
yang turun dari pelana
menghampiri ibu itu
dan berbisik sendu:
"tidurlah sayang
biar daku menjaga daganganmu"
dan ibu pun lelap di pangkuannya
bermimpi menjadi cinderela
yang di boyong pangeran ke istana
Yogyakarta, 2002
<<< kembali
Dunia Bikini
Sajak Qizink La Aziva
pijar-pijar lampu bersinaran
di jalanan kembang-kembang bermekaran
berselimut angin
asap nikotin
lagu-lagu dihentakan
iringi tarian aroma whisky
membunuh malam sunyi lelaki
lalu,
gairah membuncah
lewat geliat hasrat
("jika begini
masih adakah yang berani
berpaling dari dunia bikini").
Anyer,090802
http://penyair2001.tripod.com
<<< kembali
Beribu batuku
Sajak Agustina/2.5/Smu6 Mahakam
Tahukah kau?
Hanya dengan sebuah batu
Tak dapat kulewati semua lawan
Berlari dipanas tuk tandingi siang
Berjalan didingin tuk hadapi sang malam
Biar putus uratku teriak dalam gemetar
Pohon bahkan hewan liarpun
Masih tetap mematung dan tak bertindak
Biar hikmat kudapat dari luka
Biar rahmat kudapat dari derita
Hidup dari perjalanan menghasilkan sebuah batu
Pelajaran dari hidup menghasilkan beribu batu
Maka,selami pelajaran melalui hidup
dan temukan beribu batu itu
Tuk jalani setiap langkahmu
<<< kembali
Satu Rindu
Sajak Qizink La Aziva
kutitipkan salam rinduku
lalu sungai lalu laut lalu angin lalu waktu melaju
kutitipkan salam rinduku
pada daun pada pasir pada karang pada gerak ombak
kutitipkan salam rindu
lewat nyanyi samudera
gemuruh badai
gelegar halilintar
rinduku hanya satu
kepada yang nyata ada.
Anyer,100802
<<< kembali
Sajak Rabi'ah
Sajak Qizink La Aziva
kupurnakan tarian cintaku
dalam sujud dalam wujud
dalam fikir dalam dzikir
sedalamnya cinta yang dalam
kutuntaskan sajak cintaku
sepanjang ma'rifat sepanjang hayat
sepanjang iman sepanjang jalan
sepanjang cinta yang panjang
hingga tak tersisa dalam jiwaku
setitik embun duniawi
pun lelaki
sebab cintaku
telah rimba telah purba
telah hamba telah damba
pada-mu cinta ini kupersembahkan.
Anyer,100802
<<< kembali
Sebelum Pertemuan
Sajak Qizink La Aziva
Sucikan dulu dirimu
sebelum memasuki ruang ini, katamu
kubasuh muka tangan kepala telinga
dan kakiku seraya do'a
dengan salam kuketuk pintu-mu
segeralah buka!
wahai kekasihku.
jangan terlalu lama kau biarkan aku
menggigil di luaran ini.
Anyer,120802
<<< kembali
Saat Pertemuan
Sajak Qizink La Aziva
Oh, wajah kurindu!
tak habis kata pujiku
jatuh dalam simpuhku. dalam harapku
sehening malam
kurobek kulit dadaku
agar cerlang cahayamu
segera memenuhi rongga kalbuku
dan airmataku adalah syahadat
cintaku yang maha dahsyat
Anyer,120802
<<< kembali
Laba-laba Belang Hitam
Sajak Viar MS
aku si laba-laba
belang hitam berkilat
tebarkan jaring di sana
anyamkan jaring di sini
sedikit..
aku selalu menyeringai puas
eh, suatu waktu aku terjatuh
dan terjerat...
si laba belang putih tersenyum manis
dengan jaring-jaringnya yang putih bersih
dan selendang sutranya merengkuh
buaikan aku tinggalkan taring2ku
denpasar
<<< kembali
Dalam Doa Bunda (1)
Sajak SN. Mayasari H
kudengar namaku disebut di sana
berjumlah tak hingga
beserta derai air mata
ah, bunda, mengapa menangis untukku?
ini bukan yang terhitung lagi
entah telah berapa banyak tengadahan tanganmu pada-Nya
entah telah berapa banyak pintamu pada-Nya
aku cuma bisa turut mendengar lewat batasan gorden kamarmu
bergerak gerak dihembus bunyi nafasmu
lagi lagi kau sebut namaku
dengan nada lebih lembut dari semua permainan biola
atau sapaan ayah untukku tiap datang senja
:memanggil pulang
Yogyakarta, 22-23 agustus 02
<<< kembali
Dalam Doa Bunda (2)
Sajak SN. Mayasari H
kabari aku betapa dekatkah Kau pada bunda,
betapa dalamkah kasih Kau untuk bunda,
ya Tuhanku,
mungkin sama seperti cinta ayah kepadanya
selalu menggandeng hati
dan menidurkan segala gelisah milik bunda
hingga renta usia mereka lalu habis di makan ajal semesta.
atau Kau dan bunda saling mencinta?
kulihat ia begitu mesra membelai-Mu, sampai
kupikir semestinyalah ayah cemburu dan memburu-Mu
tapi semua bahagia,
yakinlah aku bahwa Kau juga mengenal ayahku.
namun seberapakah jarak-Mu pada bunda?
seerat urat nadi dan darah,
sang mata pada kedipannya, atau apa?
hingga tiap doanya Kau nyatakan dalam iya.
jawab aku Tuhan,
pagi ini,
kudengar lagi bunda menyebut namaku dalam sholat subuhnya.
Yogyakarta, 22-23 agustus 02
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar