BAB
I
PENDAHULUAN
Allah telah menjelaskan tujuan
penciptaan manusia, yaitu untuk menyembah-Nya atau beribadah kepada-Nya. Hal
ini disebutkan dalam Surat Adz-Dzariat ayat 56, sebagai berikut:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku (beribadah kepada-ku).” (Q.S. Adz-Dzariat:
56)
Dalam ensiklopedia yang diterbitkan
oleh Departemen Agama RI terdapat penjelasan bahwa secara lughawi ibadah
berarti mematuhi, tunduk, berdo’a. Di buku itu juga terdapat pengertian ibadah
secara istilah yaitu kepatuhan atau ketundukan kepada Dzat yang memiliki puncak
keagungan, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pengertian umum ibadah adalah suatu nama
(konsep) yang mencakup semua (perbuatan) yang disukai dan diridhai Allah, baik
berupa perkataan maupun yang tersembunyi (dalam hati). Sedangkan dalam
pengertian khusus ibadah adalah segala kegiatan yang semua ketentuannya telah
ditetapkan oleh nash di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan tidak menerima
perubahan ataupun pengurangan.
Dari segi umum dan khususnya, ibadah
dibagi menjadi:
1. Ibadah Khusus, yaitu ibadah yang
ketentuannya telah ditetapkan oleh nash Al-Qur’an dan Al-Hadits, seperti
thaharah, sholat, zakat, puasa,dan haji.
2. Ibadah umum, yaitu semua perbuatan
terpuji yang dilakukan oleh manusia dengan niat ibadah dan diamalkan
semata-mata karena Allah SWT.
Dalam makalah ini kami akan membahas
tentang beberapa ibadah khusus, yaitu thaharah, shalat, zakat, puasa, dan haji.
BAB
II
THAHARAH
Thaharah secara lughawi (semantik)
adalah suci. Menurut istilah (terminologi) ahli fiqh, thaharah adalah
menghilangkan sesuatu yang menjadi kendala bagi ibadah tertentu.
Kendala-kendala tersebut bisa berupa najis atau hadats. Thaharah wajib hukumnya
berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ ﴿٢٢٢﴾
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan (membersihkan) diri” (Q. S.
Al-Baqarah: 222)
Bersuci dibagi
menjadi dua bagian,
yaitu:
1.
Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk
badan seperti mandi berwudu dan tayamum.
2.
Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat. Benda-benda yang termasuk najis, adalah:
a.
Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
b.
Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa.
Sebagaimana firman Allah:
﴿٣﴾… حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah dan daging babi” (Al-Maidah:3)
c.
Nanah
Segala nanah itu najis baik yang kental maupun yang cair karena nanah
adalah darah yang busuk.
d. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain mani, baik yang biasa seperti tinja maupun yang
tidak biasa seperti madzi. Baik dari hewan yang halal maupun yang tidak halal.
e.
Anjing dan babi
Bagian batang dan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup.
Adapun najis berdasarkan cara mensucikannnya ada 3 macam, yaitu:
1.
Najis mukhaaffafah (ringan)
Seperti air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain
ASI. Cara mensucikannya cukup dengan memercikan air kepada benda yang terkena
najis ini, meskipun tidak mengalir.
2.
Najis Mugallazah (berat)
Najis anjing. Cara
mensucikannya yaitu dengan membasuhnya sebanyak 7 kali dan salah satu di
antaranya dengan air yang dicampur dengan tanah.
3. Najis mutawassitah (pertengahan)
Najis ini dibagi menjadi 2 macam
a. Najis ainiyah
Yaitu najis yang masih ada
zat, warna, rasa, dan baunya. Cara menghilangkannya dengan menghilangkan zat, warna, rasa, dan baunya. Kecuali warna dan baunya sangat sukar untuk
dihilangkan.
b. Najis hukmiyah
Yaitu najis yang kita
yakini ada, tetapi tidak nyata zat, warna, rasa, dan baunya. Seperti air
kencing orang dewasa yang sudah lama. Cara mensucikan najis ini dengan
mengalirkan air di atas benda yang terkena najis itu.
Dalam bersuci ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Alat bersuci
2.
Kaifiat (cara) bersuci
3.
Macam dan jenis-jenis najis dan hadas
4.
Benda yang wajib disucikan
5.
Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci
Alat bersuci
ada dua, yaitu air dan tanah atau debu. Air dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1.
Air suci mensucikan
Air yang boleh diminum dan syah untuk mensucikan atau membersihkan benda
yang lain
Contoh : air hujan,air laut, air sumur,dan sebagainya.
…وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّنَ السَّمَاءِ مَاءً
لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ… ﴿١١﴾
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu
dengan hujan itu” (Al-Anfaal: 11)
2.
Air suci tetapi tidak bisa mensucikan
Yaitu air yang suci tetapi tidak bisa untuk mensucikan sesuatu.
Kriteria air ini ada tiga macam yaitu:
a.
Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena tercampur dengan benda
suci lainnya, contoh: air kopi, air teh dan sebagainya.
b.
Air sedikit kurang dari dua kolah sudah terpakai untuk menghilangkan hadas
atau najis sedangkan air tersebut tidak berubah sifatnya dan tidak berubah pula
timbangannya dan disebut juga iar musta’mal.
c.
Air pohon-pohonan atau air buah-buahan seperti air
yang keluar dari tekukan pohon, kayu (air nira), air kelapa dan sebagainya.
3.
Air yang bernajis (mutanajis) ada dua macam:
a.
Air yang berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh
dipakai lagi baik air sedikit maupun banyak karena hukumnya seperti najis.
b.
Air bernajis tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau
sedikit (kurang dari dua kulah) tidak boleh dipakai lagi bahkan hukumnya sama
dengan najis. Kalau air itu banyak (lebih dari dua kulah) hukumnya tetap suci
dan dapat untuk menyucikan.
4.
Air makruh
Air yang terjemur oleh matahari dalam dalam bejana selain bejana emas atau
perak. Air ini makruh untuk badan tapi tidak makruh untuk pakaian, kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan
sebagainya.
WUDHU
A.
Pengertian Wudhu
Wudhu menurut pengertian lughawi
(bahasa), adalah baik dan bersih. Menurut pengertian istilah (terminologi),
wudhu adalah membasuh muka dengan merata, membasuh kedua tangan sampai siku,
mengusap (sebagian) kepala, membasuh kedua kaki sampai mata kaki, didahului
dengan niat dan diselenggarakan secara tertib (berurut). Shalat seseorang tidak
akan menjadi sah tanpa didahului dengan wudhu yang sah, ini tertera dalam Surat
Al-Ma’idah ayat 6:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ... ﴿٦﴾
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak
mendirikan sholat maka basuhlah mukamu dan kedua tanganmu sampai dengan siku,
dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kedua kakimu sampai dengan mata kaki” (Q.
S. Al-Ma’idah: 6)
B. Syarat-Syarat Wudu
1. Islam
2. Mumayiz, yaitu orang yang sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang
buruk
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan mensucikan
5. Tidak ada yang menghalangi air sampai ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudu
C. Rukun
Wudhu
Wudhu menjadi sah jika memenuhi
rukun-rukunnya, yaitu:
1. Niat, yaitu qashad (maksud,
kehendak, kesengajaan) hati untuk melaksanakan suatu perbuatan yang
bergandengan dengan awal perbuatan itu sendiri.
2. Membasuh muka, daerah yang harus
dibasuh adalah wajah yang berada di antara telinga kanan dan kiri, dari tepi
dahi atas tepat tumbuh rambut, sampai tepi bawah dagu.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku,
jika seseorang memakai cincin maka cincinnya harus digerakkan agar airnya
merata.
4. Mengusap kepala, yaitu menggerakkan
tangan yang sudah dibasahi air di atas kepala. Kita tidak diwajibkan mengusap
keseluruhan kepala, tetapi cukup dengan mengusap sebagiannya karena kata bi
pada bi ru-uusikum dalam Surat Al-Ma’idah ayat 6 di atasmemberi pengertian
tab’idh yang berarti sebagian.
5. Membasuh kedua kaki sampai mata
kaki,
6. Tertib, yaitu melaksanakannya,
baikmembasuh maupun mengusap anggota wudhu, secara berurutan sesuai dengan perintah
dalam Surat Al-Ma’idah ayat 6. Hal ini ditegaskan dengan hadits Rasulullah SAW
berikut:
“Mulailah dengan yang
dimulai oleh Allah” (H. R. Dar al-Quthni dari Jabir RA)
D. Sunnah Wudlu
1. Membaca basmallah
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan
3. Berkumur-kumur
4. Memasukan air ke hidung
5. Menyapu semua kepala
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam
7. Menyilang-nyilang jari kedua tangan dengan cara berpanca dan
menyilang-nyilang jari kaki dengan kelingking tangan kiri dimulai dari
kelingking kaki kanan dan diakhiri dengan kelingking kaki kiri
8. Mendahulukan anggota kanan dari pada anggota kiri
9. Membasuh setiap anggota tiga kali berturut-turut antar anggota
10. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa
11. Menggosok anggota wudlu
menjadi lebih bersih
12. Menjaga supaya percikan
air tidak kembali ke badan
13. Jangan bercakap-cakap
ketika berwudlu kecuali apabila ada hajat
14. Bersiwak
15. Membaca dua kalimat
syahadat dan menghadap kiblat ketika wudu
16. Berdoa ketika selesai wudu
17. Membaca dua kalimat
syahadat sesudah selesai wudu
E. Yang
Membatalkan Wudhu
Para ulama berpendapat bahwa yang
membatalkan wudhu adalah kedatangan hadats (berhadats). Ini didasarkan pada
hadits Rasulullah SAW berikut:
“Nabi Muhammad SAW berkata: Allah tidak
menerima shalat seseorang di antara kamu apabila ia telah berhadats sehingga ia
berwudhu.”
Yang dimaksud hadats adalah membuang
air besar, air kecil, kentut, tidur, menyentuh istri, dan menyentuh kemaluan
(dzakar atau faraj). Hadats tersebut adalah hadats kecil yang dapat dihilangkan
atau disucikan dengan berwudhu.
MANDI
BESAR
A.
Pengertian Mandi Besar
Mandi besar adalah meratakan air
pada sekujur tubuh serta didahului dengan niat. Dasar hukum mandi besar tertera
pada Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah ayat 6:
﴿٦﴾ …وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا…
“… Jika kamu dalam keadaan junub maka mandilah
…” (Q. S. Al-Ma’idah: 6)
B. Sebab-Sebab
Mandi Besar
Seorang muslim diwajibkan mandi
besar karena:
1.
Bersetubuh,
baik keluar mani atau tidak.
2.
Keluar mani,
baik keluarnya karna bermimpi atau karna sebab lain dengan sengaja atau tidak,
dengan perbuatan sendiri atau tidak.
3.
Mati. Orang
Islam yang mati, fardu kifayah atas muslimin yang hidup memandikannya kecuali
orang yang mati karena mati syahid.
4.
Haid. Apabila
seorang telah berhenti dari haid, ia wajib mandi agar dia dapat shalat dan
dapat bercampur dengan suaminya.
5.
Nifas. Yang
dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari seorang perempuan sesudah
melahirkan.
6.
Wiladah
(melahirkan). Darah yang keluar saat melahirkan baik yang dilahirkan cukup umur
atau tidak, seperti keguguran.
C.
Rukun Mandi
Seperti halnya wudhu, mandi besar mempunyai rukun-rukun yang
harus dipenuhi agar mandi tersebut sah dan dapat membersihkan kita dari hadats
besar. Rukun yang pertama adalah niat. Tanpa niat mandi hanya terhitung sebagai
kegiatan rutin, bukan untuk membersihkan hadats. Rukun yang kedua adalah membasuh seluruh anggota
badan.
D.
Sunat-Sunat Mandi
1. Membaca basmalah pada permulaan mandi
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri
5. Berturut-turut
E.
Mandi Sunat
Mandi wajib tidak hanya dilakukan karena 6 hal
yang telah disebutkan di atas, ada juga waktu-waktu yang disunahkan melakukan
mandi wajib namun hukumnya sunah, yaitu:
1. Mandi dengan maksud akan ibadah shalat jumat
2. Mandi hari raya idul fitri dan hari raya kurban
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya
4. Mandi tatkala hendak ikhram haji atau umrah
5. Mandi sehabis memandikan mayat
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam
TAYAMUM
A.
Pengertian Tayamum
Tayamum adalah menggunakan debu
tanah yang baik untuk mengusap muka dan kedua tangan dengan niat untuk
membolehkan mendirikan shalat. Dalil tentang tayamum ada pada Al-Qur’an surat
An-Nisa ayat 43.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ
حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ
تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم
مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا ﴿٤٣﴾
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan,
atau kembali dari tempat buang air (WC), atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(suci), lalu sapulah mukamu dan tanganmu (dengan tanah tersebut). Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun” (Q. S. An-Nisa: 43)
Adapun beberapa hal yang membolehkan
kita berayamum, yaitu:
1. Tidak mendapat air, atau air yang
ada tidak mencukupi untuk berwudhu atau mandi.
2. Menderita luka atau dalam keadaan
sakit yang jika menggunakan air lukanya akan terlambat sembuhnya atau sakitnya
akan bertambah parah.
3. Air sangat dingin dan dengan
menggunakannya diyakini akan mendatangkan kemudharatan.
4. Air dekat, tapi untuk mengambilnya
takut akan kehilangan nyawa, kehormatan, harta dan lain-lain.
5. Air ada dan cukup, tapi dibutuhkan
untuk minum, memasak, atau membersihkan najis yang tidak dimaafkan.
6. Air ada dan cukup, tapi khawatir
jika menggunakannya waktu shalat akan habis.
Tayamum
merupakan pengganti wudhu dan mandi ketika ketiadaan atau pada waktu tidak
sanggup menggunakan air. Maka ibadah yang boleh dilakukan setelah berwudhu
dengan sendirinya boleh pula dilakukan setalah tayamum, seperti mendirikan
shalat, memegang Al-Qur’an dan ibadah yang lainnya.
B.
Sunnah-Sunnah Tayamum
1. Membaca bismilah
2. Menghembus tanah dari dua tapak tangan supaya
tanah yang di atas tangan itu menjadi tipis
C. Cara
Tayamum
Urutan pelaksanaan tayamum adalah:
1. Niat untuk membolehkan shalat
2. Membaca basmallah
3. Menempelkan kedua telapak tangan ke
tanah, kemudian mengangkat dan meniupnya (agar tanah tidak telalu banyak), lalu
mengusapkannya ke wajah dan kedua telapak tangan sampai siku.
D.
Beberapa Masalah yang Bersangkutan dengan
Tayamum
1. Orang yang tayamum karena tidak ada air, tidak
wajib mengulangi shalat apabila mendapat air. Alasannya adalah karena orang
yang tayamum karena junub, apabila mendapatkan air maka ia wajib mandi apabila
dia ingin mengerjakan shalat berikutnya.
2. Satu kali tayamum boleh dipakai untuk beberapa
kali shalat, baik shalat fardu ataupun shalat sunat. Karena kekuatan tayamum
sama dengan wudu karena tayamum sebagai pengganti wudu.
3. Boleh tayamum apabila luka atau karena hari
sangat dingin, sebab luka itu termasuk ke dalam pengertian sakiat. Demikian
juga memakai air ketika hari sangat dingin, dikhawatirkan akan menjadi sakit.
E. Hal
yang Membatalkan Tayamum
Segala hal yang membatalkan wudhu
dengan sendirinya membatalkan tayamum. Tetapi tayamum juga batal dengan adanya
air bagi orang yang tadinya tidak sanggup menggunakannya. Namun demikian,
seseorang yang bertayamum, lalu setelah shalat mendapatkan air, atau telah
sanggup menggunakannya, tidaklah wajib mengulangi shalatnya. Tetapi ia wajib
mandi jika ia mendapatkan air dan
sanggup menggunakannya.
SHALAT
A. Pengertian
Shalat
Shalat berasal dari bahasa arab yaitu “shala
yushali” yang artinya adalah “doa”. Dalam istilah ilmu fiqh, shalat adalah satu bentuk ibadah
yang dimanifestasikan dalam melaksanakan perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan
tertentu serta dengan syarat-syarat tertentu pula yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam. Allah berfirman:
إِنَّنِي
أَنَا اللَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ
لِذِكْرِي ﴿١٤﴾
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah,
tidak ada tuhan (yang hak) selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat
untuk mengingat-Ku” (Q. S. Thaha: 14)
Salah satu perintah Allah yang
mewajibkan kita melaksanakan shalat adalah:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ
ۖ إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَر﴿٤٥﴾ِ…
“Dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar” (Al-‘Ankabut: 45)
B. Macam-Macam
Shalat
Shalat terbagi ke dalam dua belahan
besar, yaitu:
1. Shalat fardhu
Shalat fardhu adalah shalat yang
wajib dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan. Dengan kata lain, yang
melaksanakannya mendapat pahala dan yang meninggalkannya mendapat dosa. Shalat
fardhu terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Shalat fardhu ’ain
Shalat fardhu ‘ain wajib dilaksanakan oleh setiap pribadi
muslim yang aqil baligh, pria dan wanita sebanyak lima kali sehari semalam.
Rasulullah bersabda:
“Shalat lima kali
sehari semalam” (H. R. Al-Bukhari dan Muslim)
Kelima shalat itu adalah shubuh,
dzuhur, ashar, maghrib, dan isya. Waktu untuk
melaksanakan shalat shubuh adalah sejak terbit fajar sampai
menguning cahaya pagi. Sedangkan waktu dzuhur adalah saat mulai tergelincir matahari ke barat, sampai sebelum bayang-bayang benda
menyamainya.
Selanjutnya shalat ashar dilaksanakan sejak bayang-bayang menyamainya, sampai bayang-bayang dua kali
panjangnya.
Kemudian dari terbenam matahari, sampai hilangnya syafaq adalah waktu untuk mengerjakan shalat maghrib.
Shalat isya dilaksanakan sejak hilangnya syafaq ,sampai
sebelum terbit fajar
b. Shalat fardhu kifayah
Shalat fardhu kifayah wajib dilaksanakan oleh semua pribadi
kaum muslimin. Tetapi, jika sudah ada seorang saja atau beberapa orang dari
mereka melaksanakannya, gugurlah kewajiban itu dari pundak mereka semuanya.
Shalat jenazah merupakan shalat fardhu kifayah.
2. Shalat Sunnah
Shalat sunnah merupakan ibadah yang
terkategori dalam amalan yang dianjurkan (tidak diwajibkan)melaksanakannya.
Shalat sunnah bersifat dianjurkan karena yang mengamalkannya mendapat pahala
dan yang tidak mengamalkannya tidak terbeban dosa. Shalat sunnah terbagi dua,
yaitu:
a. Mu’akkadah yaitu shalat sunnah yang
hampir selalu dilaksanakan atau jarang sekali ditinggalkan oleh Rasulullah SAW
seperti, shalat witir, shalat id’, dan shalat rawatib mu’akkadah. Shalat
rawatib mu’akkadah terdiri dari sepuluh rakaat, yaitu dua rakaat sebelum shalat
shubuh, dua rakaat sebelum shalat dzuhur, dua rakaat sesudah shalat maghrib,
dan dua rakaat sesudah shalat isya.
b. Ghairu mu’akkadah adalah shalat
sunnah yang tidak selalu atau hanya sekali-kali dilaksanakan oleh Rasulullah,
seperti shalat rawatib ghairu mu’akkad, shalat dhuha, shalat witir, dan masih
banyak lagi.
C. Syarat Wajib Shalat Lima Waktu
1.
Islam
Selain dari pada orang islam tidak wajib melaksanakan shalat tapi
diwajibkan masuk Islam.
Sebagaimana firman Allah SWT :
فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ ﴿٤٠﴾ عَنِ
الْمُجْرِمِينَ ﴿٤١﴾ مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ﴿٤٢﴾ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ
الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ ﴿٤٤﴾
“Berada di dalam surga, mereka tanya menanya, Tentang (keadaan) orang-orang yang
berdosa, "Apakah yang memasukkan
kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak
termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, Dan kami tidak (pula) memberi
makan orang miskin,” (Al-Muddatstsir: 40-44)
2.
Suci dari haid dan nifas
Sebagaiman dalam hadits. “Beliau berkata kepada Fatimah binti Hubaisyi,
“Apabila datang haid, tinggalkanlah shalat” (Riwayat Bukhari)
3.
Berakal
Orang yang tidak berakal tidak wajib shalat seperti orang gila.
Sebagaimana dalam hadits :
“Yang terlepas dari hukum ada tiga macam, kanak-kanak hingga ia dewasa,
orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh.” (Riwayat Abu dan
Ibnu Majah. Hadis ini shahih)
4.
Baligh (dewasa). Ciri-ciri baligh:
a.
Cukup berumur 15 tahun
b.
Keluar mani
c.
Mimpi bersetubuh
d.
Mulai keluar haid perempuan
5.
Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah kepadanya)
Orang yang belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَىٰ مَرْيَمَ
بُهْتَانًا عَظِيمًا ﴿١٥٦﴾
“Agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
diutusnya rasul-rasul.” (An-Nisaa: 165)
6.
Melihat atau mendengar
Orang yang buta dan tuli tidak ditunutut dengan hukum karena mereka tidak
bisa belajar syara’.
7.
Jaga
Jaga adalah orang yang tidur atau lupa.
D. Syarat Sah Shalat
1.
Suci dari hadas besar dan kecil
2.
Suci pakaian, badan, dan tempat dari najis
3.
Menutup aurat. Aurat adalah anggota badan yang wajib ditutupi.
Sebagaimana firman Allah
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ
كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴿٣١﴾
“Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.”
(Al-A’raaf:
31)
4.
Mengetahui masuknya waktu
5.
Menghadap kiblat
Maksud menghadap kiblat adalah ketika shalat berdiri atau duduk dadanya
harus menghadap kiblat. Sedangkan ketika shalat berbaring dada dan muka
menghadap kiblat, shalat terlentang dua telapak kaki dan mukannya menghadap
kiblat.
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ
ۚ وَحَيْثُ
مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَه﴿١٤٤﴾
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya.”(Al-Baqarah: 144)
E. Rukun Shalat
1.
Niat
2.
Berdiri bagi orang yang kuasa
3.
Takbiratul ikhram
4.
Membaca surat al fatihah
5.
Rukuk serta tuma’ninah (diam sebentar)
6.
I’tidal serta tuma’ninah
7.
Sujud dua kali serta tu’maninah
8.
Duduk diantara dua sujud serta tuma’ninah
9.
Duduk akhir
10.
Membaca tasyahud akhir
11.
Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw
12.
Memberi salam yang pertama (ke kanan)
13.
Menertibkan rukun
F. Sunnah-Sunnah Shalat
1.
Menangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai tinggi ujung jari
sejajar dengan telinga, telapak tangan setinggi bahu, keduanya dihadapkan ke
kiblat
2.
Mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk
3.
Meletakan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, dan keduanya
diletakan di bawah dada
4.
Melihat ke arah tempat sujud selain pada waktu membaca tasyahud. Ketika itu
hendak melihat telunjuk.
5.
Membaca do’a iftitah sesudah takbiratul ihram
6.
Mengucapkan ta’awudz sebelum membaca basmalah
7.
Mengucapkan amin setelah membaca fatihah
8.
Membaca surat atau ayat Al-Qur’an setelah fatihah bagi imam atau orang yang
shalat sendirian pada rakaat pertama dan kedua
9.
Mendengarkan bacaan imam bagi ma’mum
10.
Mengeraskan bacaan pada rakaat pertama dan kedua pada shalat subuh, magrib,
dan isya
11.
Takbir tatkala turun dan bangkit, selain bangkit dari
rukuk
12.
Ketika bangkit dari rukuk mengucapkan
13.
Tatkala i’tidal membaca
14.
Meletakan dua telapak tangan di atas lutut ketika rukuk
15.
Mengucapkan kalimat tasbih tiga kali ketika rukuk dan sujud
16.
Membaca doa ketika duduk antara dua sujud
17.
Duduk iftirosy (bersimpuh) pada semua
duduk dalam shalat. Kecuali pada duduk akhir. Duduk iftirosy adalah duduk di atas mata kaki kiri, tapak kaki kanan ditegakkan, ujung
jari kaki kanan di hadapkan ke kiblat.
18.
Duduk tawarruk pada duduk akhir. Duduk tawarruk seperti iftirosy tetapi tapak kaki yang kiri dikeluarkan ke sebelah kanan, dan pantatnya
sampai ke tanah.
19.
Duduk istirahat sesudah sujud kedua sebelum berdiri
20.
Bertumpu pada tanah tatkala hendak berdiri
21.
Memberi salam yang kedua
G. Hal-Hal yang Membatalkan Shalat
1.
Meninggalkan salah satu rukun atau meninggalkan rukun sebelum sempurna
2.
Meninggalkan salah satu syarat
3.
Sengaja berbicara dengan kata-kata yang ditunjukan kepada manusia
4.
Banyak bergerak
5.
Makan atau minum
SHALAT JUM’AT
Shalat dua rakaat setelah khotbah pada waktu lohor pada hari jum’at. Shalat
ini hukumnya fardu ‘ain.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ
لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا
الْبَيْعَ﴿٩﴾
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.”
(Al-Jumu’ah : 9)
A. Syarat
Wajib Jum’at
1.
Islam
2.
Balih
3.
Berakal
4.
Laki-laki
5.
Sehat
6.
Tetap di dalam negeri, tidak wajib shalat jumat bagi orang yang sedang
bepergian
B. Syarat
Sah Mendirikan Shalat Jum’at
1.
Hendaklah diadakan di dalam negeri yang penduduknya
menetap
2.
Berjamaah
3.
Hendaklah dikerjakan di waktu lohor
Sebagaimana dalam hadits dari Anas, “Rasulullah shalat jumat ketika matahari
telah tergelincir.” (Riwayat Muslim)
4.
Hendaklah didahulukan dengan dua khotbah
Sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Umayyah, “Rasulullah Saw berkhotbah dua
khotbah pada hari jumat dengan berdiri, dan beliau duduk di antara dua khotbah
itu. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
C. Rukun
Khotbah
1.
Mengucapkan puji-pujian kepada Allah
2.
Membaca shalawat atas Rasulullah Saw
3.
Membaca dua kalimat syahadat
4.
Berwasiat (bernasihat) takwa dan mengajarkan apa-apa yang perlu kepada
pendengar
5.
Membaca al-Qur’an
6. Berdoa
ZAKAT
A. Pengertian
Zakat
Secara Lughawi (bahasa), zakat
berarti nama’ (tumbuh, subur, tambah besar), thaharah (suci), barakah (berkat),
dan takziyah (pembersihan, penyucian). Secara istilah (terminologi syar’i),
zakat berarti memberikan sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta
tertentu, menurut sifat dan ukuran tertentu kepada golongan-golongan tertentu
yang berhak menerimanya.
Dalam Al-Qur’an, kata zakat
disebutkan 30 kali. Beberapa kata yang semaknanya tercantum mengiringi kata
shalat terdapat sebanyak 82 kali dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, setiap
muslim yang memiliki harta yang nisabnya sudah cukup dan haulnya sudah tiba
wajib menunaikkan zakat hartanya itu. Dasar hukum wajib itu terdapat dalam
firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 43.
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ ﴿٤٣﴾
“Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama-sama dengan orang yang ruku” (QS.
Al-Baqarah: 43)
B. Manfaat
dan Tujuan Zakat
Zakat termasuk ke dalam bahasan
thaharah karena zakat dapat menyucikan harta seseorang yang menunaikan zakat.
Zakat mempunyai peranan yang sangat penting dan mendasar, terutama kaitannya
dengan upaya peningkatan kesejahteraan manusia dan kualitas pribadi serta
kehidupannya. Dengan zakat jurang perbedaan sosial akan sedikit tertutupi.
Selain itu zakat juga membawa seorang muslim lebih dekat dengan Allah SWT. Hal
ini telah dijelaskan oleh Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah akan tetap menolong
hamba-Nya selama hamba-Nya itu tetap menolong saudaranya” (H. R. Muslim dari
Abu Hurairah)
Zakat juga membuat manusia semakin
kuat dan mandiri dalam mengendalikan diri dan menguasai hawa nafsunya. Ketika
memberikan sebagian hartanya, seseorang telah mengalahkan sedikit keegoisannya
kepada harta.
Setiap musim yang menunaikan zakat
harus mempunyai satu tujuan, yaitu beribadah dan mendekatkan diri dengan
keikhlasan yang penuh kepada Allah serta mendambakan keridhoan-Nya. Dalam zakat
juga terkandung tujuan duniawi yaitu berbagi dengan orang-orang yang kesejahteraannya
jauh di bawah kita.
C.
Macam-Macam Zakat
Secara umum, zakat dapat dibagi ke dalam dua belahan besar,
yaitu:
1. Zakat Harta (zakat mal), misalnya
zakat emas, perak, hewan ternak, hasil tani, harta perniagaan, dan lain-lain.
2. Zakat diri (zakat nafs) yang lebih
dikenal dengan zakat fitrah, yaitu zakat diri yang wajib ditunaikkan oleh
setiap muslim (yang tidak tergolong penerima zakat) di bulan Ramadhan menjelang
Idul Fitri.
Beberapa benda yang terkena wajib zakat, yaitu:
1. Benda logam (emas dan perak) dan
benda tambang. Perintah ini tertera dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 34:
…وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ ﴿٣٤﴾
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih.” (At-Taubah: 34)
2. Hasil tani, seperti kurma, gandum,
dan lain-lain.
3. Hasil ternak, seperti kuda, sapi,
madu lebah, dan lain-lain.
4.
Harta perniagaan
Sementara
harta benda yang tidak terkena wajib zakat adalah:
1. Semua harta benda yang dipakai untuk
keperluan rumah tangga.
2. Semua benda yang dipakai sehari-hari
yang tidak untuk diperdagangkan dan tidak dikembangkan.
Berikut
ini dijelaskan harta benda yang terkena wajib zakat disertai nishab (ukuran
minimal barang yang terkena zakat) dan haul (masa pembayaran zakat) barang
tersebut.
1. Zakat emas nishabnya 20 mitsgal atau
kurang lebih 96 gram. Zakatnya adalah 2,5%. Sementara haulnya 12 bulan
Hijriyah.
2. Zakat Perak nishabnya 5 angiyah
setara dengan 672 gram. Zakatnya 2,5% jika sudah dimiliki selama setahun.
3. Zakat hasil tani berbeda-beda nishab
dan jumlah zakat yang dikeluarkan. Nishab hasil tani yang berbentuk biji-bijian
adalah 5 wasaq atau 930 liter. Adapun haul untuk hasil tani tidak ditetapkan
berdasarkan bulan atau tahun melainkan berdasarkan waktu menuai hasilnya.
Jumlah zakat tanaman yang disira dengan air sungai dan hujan, zakatnya 10% dan
pada tanaman yang disiram dengan mengangkut air atau kincir yang ditarik oleh
hewan zakatnya 5%. Rasulullah bersadba:
“Rasulullah memerintahkan kami membayar zakat dari
sesuatu yang dipersiapkan nuntuk dijual” (H. R. Abu Dawud dan al-Daruquthni
dari Sumrah RA)
Hadits
lain menyatakan:
“Berjalan di depanku Umar Ibn al-Khathhtab
lalu berkata: Tunaikanlah zakatmu. Aku berkata: ya Amirul Mukminin, aku tidak
mempunyai harta kecuali udum (semacam kulit). Ia berkata; Nilailah barangmu itu
dan tunaikanlah zakat” (H. R. al-Daraquthni dan al-Baihaqi dari Abu Umar Ibn
Hammas)
Dari
hadits-hadits di atas terlihat bahwa hasil tani yang dimakan zakatnya diambil
dari barang tersebut. Tetapi, hasil tani yang dipersiapkan untuk dijual,
zakatnya dibayarkan dari harganya. Ini berarti besarnya zakt barang-barang itu
sama dengan zakat perdagangan.
4. Zakat hasil ternak seperti halnya
zakat hasil tani, jumlah zakat berbeda-beda disesuaikan dengan ukuran hewan.
Jika memiliki 5-9 ekor unta zakat yang harus dkeluarkan adalah seekor kambing
atau domba yang berumur 1 atau 2 tahun lebih. Untuk yang memiliki 30-39 ekor
sapi/kerbau zakatnya seekor sapi/kerbau yang berumur setahun lebih. Selanjutnya
zakat dari 40-120 ekor kambing adalah seekor kambing betina berumur 2 tahun
lebih atau seekor domba betina berumur 1 tahun lebih.
5. Zakat harta perniagaan ditunaikan
setahun sekali. Jumlah pengeluaran zakat adalah 2,5% dari keseluruhan harta
dari barang-barang yang ada pada waktu perhitungan dan penjumlahan harganya.
6. Zakat hasil pertambangan haulnya
adalah pada waktu mendapatkan hasil pertambangan itu sedangkan zakatnya 2,5%.
7. Zakat rikaz (harta temuan/harta
karun) haulnya terjadi pada saat penemuannya sedangkan nishabnya adalah seluruh
harta temuannya. Zakat yang harus dikeluarkan adalah seperlimanya.
8. Zakat uang kertas haulnya uang
kertas disimpan 12 bulan Hijriyah. Nishabnya dibandingkan dengan 20 dinar yang
setara dengan 96 gram emas. Zakatnya sebesar 2,5%.
9. Zakat gaji pegawai masih
diperdebatkan. Beberapa ulama berpendapat gaji pegawai tidak terkena wajib
zakat. Alasannya yang pertama adalah gaji pegawai tidak pernah cukup dan yang
kedua adalah haulnya tidak cukup 12 bulan. Alasan yang pertama terlihat begitu
egios. Sedangkan pada Q. S. Al-An’am : 101 tercantum haul gaji pegawai adalah
pada waktu menerima gaji tersebut.
D. Syarat
Wajib Zakat
Syarat-syarat orang yang wajib menunaikan zakat adalah:
1. Muslim
2. Merdeka
3. Memiliki harta yang cukup nishabnya
E. Penerima
Zakat
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ
عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٦٠﴾
“Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (At-Taubah: 60)
Ada delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu:
1. Orang fakir
2. Orang miskin
3. Amil (orang yang mengurus zakat)
4. Mu’alaf(orang yang baru masuk Islam)
5. Hamba sahaya
6. Ghorim (orang yang terjerat hutang)
7. Musafir (orang yang dalam perjalanan)
8. Sabilillah (orang yang berjuang di
jalan Allah)
ZAKAT FITRAH
Zakat yang wajib dikeluarkan setiap orang muslim perempuan, laki-laki, tua
muda, merdeka atau hamba pada hari raya Idul Fitri.
Syarat Wajib Zakat Fitrah
1.
Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan
2.
Dia memiliki lebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya
PUASA
A. Pengertian
Puasa
Puasa berasal dari kata “saumu”
yang artinya menahan dari segala sesuatu. Dari segi bahasa puasa berarti menahan (imsak) dan
mencegah (kaff) dari sesuatu. Adapun menurut syara’ puasa berarti menahan diri
dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang yang
bersangkutan pada siang hari, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Dengan kata lain puasa adalah menahan diri dari perbuatan yang berupa dua macam
syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan) serta menahan diri dari segala
sesuatu agar tidak masuk perut seperti obat atau sejenisnya.
﴿١٨٧﴾…وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ
لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ…
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar.”(Al-Baaqarah: 187)
B. Cara-Cara
Puasa
-
Syarat
Wajib Puasa
1.
Berakal
2.
Baligh
3.
Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat misalkan
orang yang sedang sakit atau sudah tua tidak diwajibkan untuk berpusa
﴿١٨٤﴾…وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ
طَعَامُ مِسْكِينٍ …
“Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin” (Al-Baqarah: 184)
-
Syarat
Sah Puasa
1.
Islam
2.
Mumayiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk)
3.
Suci dari haid dan nifas
4.
Dalam waktu yang diperbolehkan padanya
-
Rukun puasa
Rukun puasa ialah menahan diri dari
dua macam syahwat yaitu syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya menahan
diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Dalam hal ini, mazhab Maliki dan
Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain yaitu berniat yang dilakukan pada
malam hari.
-
Waktu puasa
Puasa dilakukan sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari. Penentuan waktu ini diambil dari daerah yang malam
dan siangnya sama atau dari daerah yang kadang-kadang siangnya panjang, seperti
Bulgaria, dengan mengira-ngira waktu puasa menurut daerah terdekat.
-
Faedah puasa
Faedah puasa sangat banyak baik
berupa spiritual maupun yang berupa material. Puasa merupakan bentuk ketaatan
kepada Allah swt dengan ketaatan seorang mukmin akan berdiri tagak di atas
kebenaran yang disyari’atkan oleh Allah swt karena puasa bisa merealisasikan
ketakwaan, yakni menjalankan perintah Allah swt dan menjauhi segala
larangan-Nya.
-
Yang
Membatalkan Puasa
1.
Makan dan minum
2.
Muntah yang disengaja
3.
Bersetubuh
﴿١٨٧﴾…أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ
إِلَىٰ نِسَائِكُمْ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri
kamu” (Al-Baqarah: 187)
4.
Keluar darah haid atau nifas
-
Orang-Orang
yang Diperbolehkan Berbuka
1.
Orang yang sakit dan tidak kuasa berpuasa atau apabila berpuasa sakitnya
semakin parah. Maka boleh berbuka dan wajib menqada setelah sembuh
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu” (Al-Baqarah: 185)
2.
Orang yang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka. Dan wajib
mengqada puasa yang ditinggalkannya
3.
Orang tua yang sudah lemah. Maka ia boleh buka , dan wajib membayar fidyah
(bersedekah) tiap hari kepada fakir dan miskin
4.
Orang hamil dan menyusui anak. Kedua perempuan tersebut boleh berbuka
apabila takut menjadi mudarat kepada dirinya dan anaknya. Dan mereka wajib
mengqada seperti orang sakit
-
Sunat
Puasa
1.
Menyegerakan berbuka
2.
Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis atau dengan air
3.
Berdoa sewaktu berbuka puasa
4.
Makan sahur sesudah tengah malam
5.
Menta’khirkan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar
6.
Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa
7.
Memperbanyak sedekah dalam berpuasa
8. Memperbanyak membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya
C. MACAM-MACAM
PUASA
Puasa banyak macamnya; puasa wajib,
puasa sunah, puasa yang diharamkan dan puasa yang dimakruhkan. Puasa ada
delapan macam, yaitu :
1.
Puasa fardhu muayyan, seperti puasa
bulan Ramadhan yang dilakukan tepat pada waktunya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al-Baqaraah: 183)
2. Puasa fardhu ghairu muayyan, seperti
puasa Ramadhan yang diqodho dan puasa kafarat,
3. Puasa wajjib muayya, seperti puasa
nazar yang jenis dan waktunya ditentukan,
4. Puasa wajib ghair muayyan, seperti
puasa nazar mutlak (yang wakunya tidak ditentukan),
5. Puasa nafilah masnunah (yang
disunahkan), seperti puasa tanggal 10 Muharram (Assyura) dan puasa tanggal 9
Dzulhijjah,
6. Puasa nafilah mandubah atau
mustahabbah, seperti puasa bidh (tanggal 13, 14, 15) dalam setiap bulan,
7. Puasa makruh tahrimiy (yang
diharamkan), seperti puasa pada dua hari raya,
8. Puasa makruh tanzihiy, seperti puasa
pada hari Asyura saja, hari sabtu saja, atau hari nairuz dan mahrajan
HAJI
DAN UMRAH
A. Pengertian
Haji dan Umrah
Haji dalam arti berkunjung ke suatu tempat
tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama,
khususnya di belahan timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan dapat
mengantar manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan, dan menyucikan
jiwa mereka.
Umrah adalah berkunjung ke Baitullah
untuk melaksanakan Thawaf, Sa’i dan Tahallul dalam waktu yang tidak ditentukan,
untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Umrah diwajibkan pada kaum muslimin
– muslimat sekali seumur hidup bagi yang sudah mampu, sebagaimana Haji. Wajib
umrah hanya satu yaitu ihram dari Miqat.
﴿٩٧﴾…
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا …
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali-Imron: 97)
B. Cara-Cara
Haji dan Umrah
-
Syarat-Syarat Haji dan Umrah
a) Islam
b) Baligh
c) Berakal sehat
d) Merdeka
e) Mampu. Mampu di sini memiliki dua pengertian
1. Mampu mengerjakan haji dengan sendirinya dengan beberapa syarat sebagai
berikut
a. Mempunyai bekal yang cukup untuk pergi ke
Mekkah dan kembalinya
b. Ada kendaraan yang pantas dengan keadaannya
c. Aman perjalanannya
d. Syarat wajib bagi perempuan, hendaklah ia berangkat dengan mahramnya
2. Mampu mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi
dengan jalan menggantinya dengan orang lain. Misalkan seorang yang telah
meninggal dunia, sedangkan sewaktu hidupnya ia sudah memenuhi syarat-syarat
wajib haji maka hajinya wajib dikerjakan oleh orang lain.
-
Rukun Haji dan Umrah
1.
Pakaian dan Niat Ihram
Pertama dianjurkan memakai ihram
dengan cara memasukkan bagian atas ihram melalui ketiak sebelah kanan dan
menyelempangkannya ke bahu sebelah kanan (idthiba’). Kedua, setelah memakai
pakaian ihram, dianjurkan melakukan solat sunnah dua rakaat. Pada rakaat
pertama baca surat Al-Kafirun dan rakaat kedua membaca surat Al-Ikhlas. Ketiga
niat ihram untuk haji dan atau umrah dilakukan setelah memakai pakaian.
Keempat, sejak memakai pakaian ihram sampai tahallul selesai, diharamkan
melakukan sekian banyak aktifitas tertentu. Tidak dibenarkan lagi:
a) Memakai pakaian berjahit
b) Menggunakan wangi-wangian, minyak,
krim, dan semacamnya
c) Menggunting atau mencabut rambut
apapun dari badan manusia
d) Menggunting kuku, walaupun dengan menggigitnya
e) Menikah atau menikahkan
f) Bersetubuh, bercumbu, berciuman,
berpegang-pegangan dengan syahwat
g) Berburu binatang atau mengusiknya
2. Thawaf
Ada dua belas syarat bagi sahnya
thawaf, yaitu :
a) Berkeliling tujuh kali putaran
secara pasti, kalau ragu pilih bilangan yang pasti, yakni yang sedikit.
b) Setiap memulai putaran berikutnya,
harus sejajar dengan batas akhir dari putaran sebelumnya, dan pada putaran
terakhir harus melampauinya.
c) Dilakukan dalam Masjidil Haram, betapapun
besarnya masjid. Melakukan thawaf di lantai atas Masjidil Haram dapat
dibenarkan.
d) Seluruh badan yang berthawaf harus
berada di luar ka’bah.
e) Menutup aurat. Aurat pria adalah
pusar sampai dengan lututnya, dan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali
muka dan kedua telapak tangan.
f)
Suci dari hadas kecil dan hadas
besar (harus dalam keadaan berwudhu).
g) Tidak dialihkan oleh sesuatu apapun
dari tujuan melakukan thawaf.
h) Memulai thawaf dari arah yang sejajar
dengan hajar aswad.
i)
Thawaf dilakukan sejajar dengan arah
hajar aswad atau sebagiannya dengan bagian kiri tubuh yang sedang melakukan
thawaf.
j)
Berjalan menghadap ke depan. Kalau
seorang berjalan dengan mundur, maka thawafnya tidak sah.
k) Ka’bah harus selalu berada di
sebelah kiri sepanjang melakukan thawaf.
l)
Thawaf dilakukan harus dengan tujuan
mengelilingi ka’bah.
3. Sa’I
antara Safa dan Marwa
Selesai melakukan shalat, thawaf, dan minum air zam-zam,
jamaah menuju ke arena sa’i. Sa’i itu dinilai sah apabila memenuhi lima syarat
yaitu :
a) Dilakukan tujuh kali.
b) Perjalanan setiap sa’i tersebut
harus mencakup seluruh jarak Shafa dan Marwa, serta dilaksanakan di tempat yang
ditentukan.
c) Sa’i dilakukan sesudah thawaf.
d) Orang yang melakukannya tidak dialihkan oleh sesuatu
sebagaimana syaratnya disebut diatas dalam thawaf.
e) Memulai yang ganjil dari Shafa dan
memulai yang genap dari Marwa.
4. Tahallul
Orang yang melaksanakan umrah saja atau bermaksud
melaksanakan haji dengan cara tamattu’ (memisahkan antara haji dan umrah), maka
dengan selesainya sa’i, ia dapat segera masuk ke kewajiban terakhir yaitu
memotong rambut, bila sa’i telah selesai, maka ia boleh bertahallul.
Tahallul ditandai dengan menggunduli atau mencukur atau
memotong sedikitnya tiga helai rambut kepala sebatas ujung jari tangan. Ini
buat para pria dan wanita. Dianjurkan juga untuk menggunting dari seluruh arah
rambut, depan, belakang, dan samping kanan dan kiri. Pria bahkan dianjurkan
untuk menggunduli kepalanya. Jangan sampai seseorang yang bukan mahram
menggunting rambut pria atau wanita yang bukan mahramnya.
Dalam ibadah haji dikenal dua macam tahallul. Tahallul yang
pertama dilakukan setelah melakukan dua dari tiga hal berikut :
a) Melontar
b) Thawaf ifadhah dan sa’i
c) Bercukur
5. Mina
dan ‘Arafah
Tanggal 8 Dzulhijjah yakni sehari sebelum wukuf di Arafah,
jamaah haji dianjurkan untuk menuju ke Mina. Disana sebaiknya mereka
melaksanakn solat dzuhur, asar, magrib, isya, dan solat subuh keesokan harinya.
Wukuf adalah keberadaan di Arafah. Tidak ada amalan atau bacaan tertentu yang
berkaitan dengan ibadah haji yang diwajibkan disana. Sehingga jika seorang jamaah
berada di sana pada waktu wukuf, walaupun ia tidak mengetahui bahwa tempat itu
adalah Arafah, maka wukufnya dinilai sah.
6. Arafah,
Muzdalifah, dan Mina
Perjalanan meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah dilakukan
setelah solat magrib dan isya dengan jamak tiga dan dua rakaat. Keberadaan di
Muzdalifah, walaupun hanya sesaat namun harus setelah lewat tengah malam. Di
sana jamaah mengambil kerikil kecil sebesar biji kurma yang digunakan melontar
jumrah di Mina. Pengambilan kerikil walaupun dibenarkan dari tempat lain
seperti di Mekah, Mina, Arafah dan sekitarnya namun pengambilan dari Muzdalifah
sangat dianjurkan. Selain pelontaran pertama yang dinamai jumrah aqabah maka
jumlah kerikil yang anda butuhkan adalah 49 butir. Tujuh butir digunakan untuk
melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan masing-masing 21 untuk
kedua jumrah pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah.
7. Melontar
a) Syarat dan cara melontar
Melontar harus menggunakan batu.
Untuk setiap melontar (jumrah) dilakukan sebanyak tujuh kali dengan tujuh
kerikil yang berbeda. Lontaran itu harus dilakukan dengan tangan dan
dimaksudkan untuk diarahkan ke tempat melontar, serta diyakini atau diduga
keras telah mencapai sasaran.
b) Waktu melontar
Untuk lontaran jumrah aqabah (tujuh
batu pertama) yakni setelah wukuf di Arafah, waktunya dimulai setelah tengah
malam tanggal 10 Dzulhijjah sampai dengan subuh tanggal 11 Dzulhijjah. Bagi
orang yang langsung pergi ke Mekah untuk melakukan thawaf ifadhah hendaknya ia
memperhatikan waktu itu, walaupun hakikatnya batas akhir waktu yang dapat
ditolerir adalah sampai dengan berakhirnya hari-hari tasrik. Jika ini pun tidak
dilakukan, maka orang yang bersangkutan wajib membayar dam berupa seekor
kambing, atau puasa tiga hari di Mekah dan tujuh hari setelah kembali ke tanah
air.
8. Thawaf
Ifadhah
Thawaf ini merupakan salah satu
rukun haji. Thawaf Ifadhah waktunya bermula sejak malam 10 Dzulhijjah, tanpa
ada batas waktu. Namun demikian, perlu diingat bahwa thawaf dilakukan dengan
keadaan suci.
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا
نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ ﴿٢٩﴾
“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah).” (Al-Hajj: 29)
9. Thawaf
Wada’
Thawaf
Wada atau thawaf perpisahan dilakukan pada saat seseoarang meninggalkan kota
Mekah. Thawaf ini dinilai oleh mayoritas ulama adalah wajib, walaupun ada juga
yang menilainya mustahabb yakni dianjurkan.
BAB III
Kesimpulan
Ibadah adalah segala kegiatan yang
semua ketentuannya telah ditetapkan oleh nash di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
dan tidak menerima perubahan ataupun pengurangan. Ibadah dibagi menjadi dua,
yaitu ibadah umum yaitu segala perbuatan terpuji yang dilakukan hanya karena
Allah, dan ibadah khusus yang ketentuannya telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Ibadah khusus terdiri dari thaharah, shalat, zakat, puasa, dan haji.
Thaharah adalah menghilangkan najis
atau hadats yang menjadi kendala bagi ibadah tertentu. Kita dapat menghilangkan
hadats dengan berwudhu dan mandi atau tayamum jika tidak terdapat air. Shalat
adalah satu bentuk ibadah yang dimanifestasikan dalam melaksanakan
perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan tertentu serta dengan syarat-syarat
tertentu pula yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Zakat
adalah satu bentuk ibadah yang dimanifestasikan dalam melaksanakan
perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan tertentu serta dengan syarat-syarat
tertentu pula. Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya
dengan niat yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan pada siang hari, mulai
dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Haji adalah berkunjung ke Baitullah
untuk melaksanakan Thawaf, Sa’i dan Tahallul dalam waktu yang tidak ditentukan,
untuk mencari keridhaan Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.DR.Baihaqi. 1996. Fiqih Ibadah.
Bandung: M2SBDG
Shihab M.Quraish. 2000. Haji bersama
Quraish Shihab. Bandung: MIZAN
DR.Wahbah
Al-Zuhayly terjemah oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fannany. 2003. Al-Fiqh
Al-Islam wa’ Adillatuh. Bandung: Remaja Rosdakarya
http://ibadahhajidanumrah.tohasyahputra.com/pengertian-umrah-definisi-umrah.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar